"Keizaro?! Truth or Dare,"
Dan malam ini adalah malam tersial bagi Kei. Tutup botol tersebut mengarah tepat pada Kei. Kei mendengus sebal. Baru sekali permainan, ia langsung kena begitu saja.
"Kei, truth or dare?" tanya Bastian yang sedang menahan tawanya.
Kei tidak mau memilih truth, karena ia tahu saudara nya akan membongkar sebuah rahasia dari nya, sedangkan jika ia memilih dare, ia tidak yakin jika saudara nya tidak macam-macam memberinya tantangan.
"Truth," ujar Kei membuat saudara nya bersorak gembira.
"Maksimal berapa pertanyaan?" tanya Putri.
"Satu aja lah," jawab Kei sewot.
"Lima aja lah lima," usul Bintang.
"Gilak aja lo. Gak enggak, satu aja," elak Kei.
"Kan orang yamg ikut banyak, Kei. Masaa pertanyaan nya cuman satu," kompor Sandra membuat yang lain mengangguk setuju.
Kei hanya bisa pasrah. Dia sendirian, tidak ada yang bisa menolongnya saat ini.
"Oke, first question dari gue," ucap Frans.
Semuanya diam. Bersiap mendengarkan pertanyaan dari Frans.
"Ada niatan gak buat balikan sama Ara?" tanya Frans.
Kei terdiam sejenak. Itu adalah salah satu pertanyaan bodoh yang sering Kei dengar.
"Gak," jawab Kei singkat.
Semuanya mengangguk paham. Mereka tahu mengapa Kei menjawab seperti itu.
"Second question gue," ujar Sandra.
"Ada niatan deketin cewek lagi gak sekarang?" tanya Sandra.
"Ada," jawab Kei langsung.
"Siapa?" tanya Bintang.
"Itu masuk ke truth?" tanya Kei.
Semuanya mengangguk. Kei berdecak kesal saat harus memberitahu siapa wanita yang sedang didekati nya saat ini.
"Sepupu sahabat gue," jawab Kei.
"Yaudah ganti pertanyaan kalo semisal lo gak mau jawab," ujar Frans membuat semuanya protes tak terima. Kei sedikit bisa bernafas lega.
"Oke, sekarang gue mau tanya. Gebetan lo itu agama nya apa?" tanya Tsabita membuat Kei terdiam.
"Emang harus dipermasalahin hal itu?" tanya Kei balik.
"Ya kalo agama nya beda harus dipermasalahin," jawab Bita.
"Kalo seandainya beda agama tapi bisa setia kenapa enggak?" ujar Kei.
"Udah ah. Gue balik ke kamar dulu," ucap Kei beranjak. Tanpa memperdulikan teriakan keluarganya, Ia melewati setiap anak tangga dengan cepat.
Kei merebahkan tubuhnya di ranjang kesayangannya. Menatap langit-langit kamarnya. Kei mengambil ponselnya yang ada di saku. Kei sedikit kecewa saat tidak ada notifikasi pesan dari Adis.
Kei melirik jam dan waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Mungkin Adis belum tidur jam segini. Kei pun dengan ragu mendiall nomor Adis.
Kei menunggu dengan sabar agar bunyi sambungan berubah menjadi suara Adis. Namun, nihil. Hanya terdengar suara perempuan yang menyebutkan bahwa Adis tidak mengangkat panggilannya.
Tanpa pantang menyerah, Kei kembali mendiall nomor Adis dan berharap panggilannya akan diterima.
"Halo, Assalamualaikum,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Seorang Mualaf [PROSES PENERBITAN]
روحانيات[Sebagian part dihapus untuk kepentingan penerbitan] #5 muslim, 2/6/2019 #7 mualaf, 2/6/2019 "Kamu gak mau nikah sama saya?" tanya Keizaro. "Bukan gitu. Tapi kepercayaan kita beda, Kei," "Saya tau itu, Adistia," "Dari kita berdua, harus ada salah s...