Sesampainya di rumah, Citra berjalan dengan diamnya bersama Arsen.
"Citra, aku tunggu kamu" ucap Donita di depan pintu.
"Iya Donita, ada apa?" Tanya Citra lembut.
"Pinjam buku catatan yang kemarin, kamu tau sendiri kan aku tak pernah masuk kelas. Besok kalau aku nggak kumpulin di kirim surat skorsingku ke rumah." Ucap Donita panjang lebar.
"Iya aku ambilkan dulu." Ucap Citra dengan senyumannya.
"Lalu untuk apa kau sekolah?" Giliran Arsen tanya kepada Donita.
"Kakak, aku tidak serajin Citra. Aku sangat tak suka begitu, kakak kan tau aku suka musik. Kenapa nggak di sekolahin musik aja."Ucap Donita.
Arsen tak balas dan langsung masuk ke kamarnya.
"Cit, kau sungguh wanita tak beruntung memiliki suami seperti dia" ucap Donita berbisik sambil berjalan.
"Kenapa?" Tanya Citra polos.
"Dia nggak bisa tersenyum, aku yakin dia tak pernah merayumu" ucap Donita lagi.
"Jangan begitu Donita, dia kakakmu. Dia juga suamiku, aku menerima apa adanya" ucap Citra penuh ketulusan.
"Heh Cit, ambilkan aku air bawa ke kamarku" ucap Letna, Letna adalah istri Dava .
"Iya kak, tunggu nanti ku antar." Ucap Citra dengan kelembutannya.
"Aku bilang sekarang, jangan ulur waktu deh" balas Letna sinis.
"Eh, biarpun kamu lebih tua, jangan seenaknya dong." Elak Donita.
"Jangan ikut campur. Cepat ambilin" marah Letna.
Citra lalu dengan cepat mengambilkan airnya.
Setelah sampai airnya tumpah sedikit ke kaki Letna.
"Ih, dasar nggak becus" marah Letna menyiram airnya ke Citra dan mendorongnya.
Tak disangka Arsen dengan cepat menangkap Citra.
"Apa-apaan ini?" Bentak Arsen yang sudah memeluk istrinya.
"Letna" ucap Donita.
"Berani-beraninya kau mendorong Citra. Siapa dirimu disini? Kau bukan anak ayahmu yang kaya itu saat disini. Kau tak bisa memperlakukan Citra seperti pembantu." Marah Arsen membawa semua orang berkumpul.
"Mulai hari ini tidak boleh memperlakukan istriku Citra seperti pembantu. Jika ada yang melakukan seperti ini lagi bersiaplah untuk keluar dari rumah ini. Termasuk anda tuan Aldio dan anakmu itu" marah Arsen. Aldio tinggal bersama Arsen, Sofi istrinya menikah dengan pengusaha yang lebih kaya.
Citra lalu dibawa Arsen masuk ke kamar mereka.
"Makasih tuan" ucap Citra menangis memeluk Arsen.
"Kalau tidak ada tuan, saya tak bisa apa-apa. Tuan adalah keluarga saya satu-satunya. Ibu tiriku membuangku pada tuan, tapi tuan tak sedikitpun merendahkan diriku seperti yang lain" ucap Citra menyentuh hati Arsen.
Arsen menangkup wajah Citra dengan lembut.
"Mana mungkin aku merendahkan seorang wanita yang tulus menemaniku sejak dua tahun belakangan ini, kau memang sedikit menyebalkan, tapi Citra kasih sayangmu yang tulus pada ibuku yang membuatku menyayangimu. Ah bukan maksudku menghormatimu" ucap Arsen menjadi salah tingkah.
"Jika suatu saat tuan ingin membuangku, aku akan terima" ucap Citra bernada sedih.
Citra sudah membalikan tubuhnya yang diyakini Arsen meneteskan air mata.
Arsen memeluk Citra dari belakang.
"Kenapa?" Tanya Arsen pura-pura tak tau.
"Tidak tuan, permisi." Ucap Citra melepas pelukan suaminya, sedangkan Arsen tambah mempererat pelukannya.
"Apakah kau mulai menyukaiku?" Tanya Arsen membuat Citra salah tingkah.
"Iya, ah bukan maksudku itu..." Ucap Citra salah tingkah.
"Iya?" Arsen tambah mengintimidasi.
"Maaf tuan aku hanya asal bicara tadi" elak Citra membuat Arsen penasaran.
Arsen mencium pipi Citra dengan nyaman. Citra yakin ini akan berakhir di ranjang. Arsen terus menyusuri tubuh Citra yang indah.
Tok...tok...tok...
Suara pintu membuat dua pasangan itu tersadar.
Arsen sangat kesal sedangkan Citra langsung merapikan tubuhnya dan menuju pintu.
"Cit pinjam buku catatan kamu" ucap Donita memohon.
Donita lalu masuk ke kamar mengikuti Citra.
"Kamar ini mewah sekali. Kau beruntung tinggal disini Cit. Kau hanya tak beruntung tidurnya di samping batu es." Ucap Donita menyindir Arsen yang duduk di bibir ranjang.
"Diam kau, cepat pinjamkan dan kau jangan kembali lagi" ucap Arsen kesal karena dia mengganggu aktifitasnya.
Setelah meminjamnya Donita pergi dengan sedikit kesal.
"Saya akan mandi dulu tuan, hari sudah sore" ucap Citra menghindari perbuatan Arsen.
"Ya, mandilah" ucap Arsen melihat Citra yang masih mengenakan baju seragam sekolah.
Setelah Citra selesai, Citra mendapati suaminya tidur di atas ranjang dengan wajah sangat menggemaskan beda pada saat mata tajamnya terbuka. Dengan mengumpulkan keberanian Citra menyentuh wajah tampan suaminya.
"Auw" jerit Citra saat jari kelingkingnya digigit Arsen.
"Aku nggak tidur tadi cuma tunggu kamu keluar aja, lama banget mandinya" ucap Arsen lalu mengambil handuknya dan masuk kamar mandi.
Citra lalu terdiam karena malu.
Arsen memakai baju santainya dan terlihat sangat tampan.
"Kau tak ingin berkumpul keluarga?" Tanya Arsen.
"Apakah tuan akan kesana?" Tanya Citra balik.
"Nggak, aku ingin kebawah makan. Aku lapar, kau mau menemaniku?" jawab Arsen.
Citra hanya mengangguk saja, sebenarnya dia juga sangat lapar karena dari pulang dari rumah sakit dia sama sekali belum pulang.
"Tuan bolehkah aku membeli baju untuk menghadiri pesta temanku." Tanya Citra dengan susah payah.
"Kau kan membawa kartu kreditnya mengapa kau bertanya? Bukankah seharusnya langsung kau pakai saja. Membeli beserta tokonya saja nggak buat aku rugi" balas Arsen dengan kedatarannya.
"Ih, aku kan nggak mau kalau dia marah ketika aku pakai" gerutu Citra di belakang Arsen.
"Kau menggerutu tentangku?" Tanya Arsen sudah dibelakang Citra.
"Ti-tidak" ucap Citra langsung berlari sampai ke meja makan.
Arsen setelah sampai langsung duduk dan memperhatikan Citra. Mereka makan bersama dengan bahagia, senyum terukir di bibir Citra. Arsen tetap Arsen hanya diam, dan makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagai Senja di Hidup Kayla
Roman d'amourCerita ini menceritakan seorang wanita yang sangat menyayangi keluarganya. Dia wanita mungil yang rapuh dan selalu menurut dengan keluarganya. Dalam waktu singkat dia mempunyai sosok laki-laki yang sangat dia sayangi. Tetapi kakak yang sangat diharg...