4

5K 297 9
                                    

Aku rasa suka dan cinta itu beda.

---

Seperti biasa, pagi ini Yori mendapat jemputan dari Tirtan. Dan seperti biasa juga, Tirtan tak banyak bicara dengan Yori.

Sudah genap sepuluh hari mereka berpacaran, namun yang dirasakan Yori bukanlah hubungan layaknya pacaran.

Memang pacaran yang sebenarnya gimana, Yor?

Yori sendiri bingung, sebenarnya apa yang salah dengan gaya pacarannya? Atau apakah semua yang seharusnya terjadi dalam normalitas gaya pacaran orang kebanyakan, terhadap gayanya pacaran sekarang, sudah benar?

"Sampai."

Yori mengangguk lalu dirinya dan Tirtan keluar dari mobil dan beranjak ke kelas masing-masing.

Namun sebelum naik lift, Yori memberanikan diri untuk mengklarifikasi kejanggalan hatinya pagi ini. Yori menahan lengan Tirtan lalu menariknya menjauhi lift. Tirtan yang bingung hanya tersenyum kecut lalu menatap Yori dengan intens.

"Ada apa?" Ketus Tirtan dengan nada 'agak' nyolot.

Yori menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan rileks. Yori yang enggan ikut menatap intens kekasihnya, lalu menunduk dan lebih memilih nyaman menatap satu titik di dada bidang Tirtan yang sejajar dengan kedua matanya. Namun, pikirannya sendiri jauh merawang dari pandangan itu.

"Yori?"

"Hm iya,"

Yori mengangkat dagu. Bukan, maksud author, dagu Yori terangkat, diangkat oleh jemari Tirtan, seakan memerintahnya untuk berhenti kabur dari sorot mata Tirtan.

Yori mengerjapkan matanya, sementara Tirtan tak bosan menatapnya dengan dalam.

"Ada apa?" Tanya Tirtan yang kali ini dengan nada lembut.

Yori menelan salivanya, membasahi tenggorokan yang terasa kering seketika baginya.

"G-gue mau ngomong sama lo, Tan."

"Kita kan lagi ngomong. To the point deh, ada apa sih?"

"G-gue... gue butuh kejelasan! Kejelasan kenapa lo jadiin gue cewek lo, tapi yang gue rasain malah lo kaya gak nyimpen rasa ke gue. Maksud gue, saat lo nembak gue di panggung, lo bilang mau bahagiain gue, tapi yang gue rasain gaya pacaran kita itu hampa, dan itu artinya, gue jauh dari kata bahagia."

Tirtan membulatkan matanya. Dia tidak percaya selama ini Yori tak merasa bahagia bersamanya.

Bukannya lo suka sama gue? Trus kenapa lo ga bahagia jadi pacar gue, Yor?

Yori menghela nafasnya panjang. Rasanya plong bisa mengeluarkan uneg-uneg yang selama beberapa hari ini, mengganjal hatinya.

"Gue minta maaf, tapi semua yang gue ungkap itu jujur dari hati gue, Tam."

"Jadi lo gak bahagia sama gue?"

"Bukan gak bahagia, lebih tepatnya gue butuh sikap lo yang menjadikan gue layaknya cewek lo."

"Gue gak ngerti, Yor. Maksud gue, perasaan gue udah jadi selayaknya cowok lo. Antar jemput lo, ke kantin bareng lo, perhatian sama lo, trus atas dasar apa lo nge-judge hubungan kita tuh gak selayaknya kaya cowok lagi pacaran sama ceweknya?"

Yori mengerutkan dahi. Kesimpulan yang Tirtan ambil terlalu jauh dari maksud dan tujuannya.

"Tadi lo bilang apa? Gak bahagia pacaran sama gue?" Tirtan tertawa sinis, ia lalu membuang muka dari tatapan Yori yang seperti tak berkedip.

"Gue kira, lo suka sama gue, jadi ketika gue nembak lo, itu artinya kebahagiaan buat lo. Tapi nyatanya, gue cuma ke-ge-eran." Tirtan melirik sekilas Yori yang kini membulatkan matanya dengan wajah yang mulai pias.

Tirtan tertawa sinis lagi, lalu mengacak rambutnya asal. Wajahnya sudah merah menahan emosi yang hampir mendidih.

Bagaimana bisa Yori menyimpulkan bahwa, pacaran sama gue itu gak ada bahagia-bahagianya? Trus yang selama ini gue lakukan dia anggap apa?

Tirtan mendengus kesal, ia lalu berjalan meninggalkan Yori tanpa sepatah kata lagi.

Yori yang sejak tadi mematung langsung menarik lengan Tirtan yang beranjak pergi, namun ditepis segera.

"Tan... kenapa jadi gini sih?! Gue cuma mau kita omongin baik-baik dulu." Teriak Yori yang melihat Tirtan mulai menjauh menuju tangga darurat.

Yori geram bercampur sedih, apa yang salah dengan dirinya hingga Tirtan langsung naik darah dan bersikap demikian. Tingkah Tirtan kali ini, membuat Yori yakin bahwa Tirtan tak benar-benar menginginkannya menjadi kekasih.

Mungkin semua ini terjadi karena aku yang menyukainya tapi belum mencintainya. Sehingga sikapnya yang seperti ini, membuat aku memikirkan bahwa kita tak seharusnya berpacaran.

---

THE GOALS OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang