8

4K 227 1
                                    

Siapapun yang salah, kata maaf bukan seharunya menjadi bagian dari gengsi kepada pasangan sendiri.

---

Pagi hari ini Yori tidak dijemput oleh Tirtan seperti biasanya. Ia tahu, mungkin batinnya harus kuat jika kelak menerima kenyataan bahwa Tirtan tak akan antar-jemputnya lagi.

Sementara Tirtan, masih tertidur pulas di balik selimut tebalnya. Matanya terlalu berat karena semalaman bergadang. Bukan untuk nonton pertandingan bola, tapi karena sepanjang malam, Tirtan menggigil disamping demam tinggi yang menyiksa tubuh atletisnya.

"Yori..." Gumamnya membuat bi Dasom yang sedang merapihkan bekas peralatan makan di nakas, menoleh ke arah Tirtan.

"Den Tirtan sudah bangun? Mau bibi ambilkan minuman hangat?"

"Yori..."

Dahi bi Dasom berkerut, ia lalu meletakan punggung tangannya ke dahi Tirtan.

"Astagfirullah, panas pisan euy."

"Yori..."

Bi Dasom langsung berlari menuju dapur dan mengambil kompresan untuk Tirtan.

Pantesan den Tirtan pulang ke rumah, ternyata lagi ngedrop.

Bi Dasom menghampiri Tirtan dan langsung menaruh handuk perasan air hangat di kening Tirtan. Ia juga mulai memberi kayu putih di telapak tangan dan kaki Tirtan. Tak lupa, bi Dasom memasangkan kaos kaki tebal di kaki sang tuan muda.

"Den, bibi panggilin dokter ya?"

"Yori..."

Yori pacarnya aden apa gimana sih? Bibi bingung den.

Setelah berpikir panjang dan menimbang, akhirnya dengan nekad dirinya membuka ponsel Tirtan lalu mencari kontak bernama Yori dan mengiriminya pesan. Setelah itu, wanita setengah paruh baya itu langsung menghubungi dokter langganan keluarga, untuk segera datang.

***

Jam istirahat sudah tiba, dan Yori memilih makan di kelas dengan kotak bekal yang dibawanya.

"Tumben gak ke kantin lagi? Udah dua hari gue perhatiin lo gak ke kantin sama si ayang Tirtan?" Ketus Fifi yang duduk tepat di belakang Yori.

"Dia lagi sibuk," Yori memakan suapan nasi goreng pertamanya. "Mungkin." Lanjutnya sambil tertawa singkat.

"Lah, lo aneh banget. Masa gak yakin gitu jawabannya? Apa jangan-jangan lo lagi ribut ya sama Tirtan?" Kali ini pertanyaan Fifi terdengar menuding, matanya menyipit seakan sedang menyelidik.

Yori mengakat bahu, tak ambil pusing dan hanya tersenyum palsu lalu lanjut menikmati makanan buatannya.

"Gue emang cuma kepo tapi kalo lo mau cerita, mungkin gue bisa menjadi pendengar lo sekaligus kasih solusi."

"Thanks ya, Fi. Tapi gue sama Tirtan baik-baik aja kok."

Fifi menghela nafas, "siplah gue percaya sama lo. Tapi inget, jangan anggap sepele masalah yang ada, sebelum semuanya terlambat."

Yori sedikit tertampar oleh ucapan Fifi. Fifi benar. Jika sudah terlambat semuanya akan berujung penyesalan. Penyesalan yang tak akan mengembalikan keadaan.

"Gue ke kantin ya, Yor. Bye,"

Yori membalas lambaian itu dan kembali mengunyah nasi gorengnya.

THE GOALS OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang