13

3.5K 163 2
                                    

Bahagia itu pilihan. Dan aku memilih kamu menjadi kebahagiaanku.

---

Meskipun sakit parah, kurus, dan terlihat lemah. Jerry tetap bisa bercanda gurau dengan Tirtan. Bahkan Tirtan jadi tak begitu merasa canggung dengan obrolannya bersama Jerry. Jerry yang open minded, berwawasan luas, dan friendly. Membuat Tirtan sangat merasa cocok dengan Jerry. Acara makan siang itu berangsur cepat, suasana makan yang nyaman dan hangat membuat ketiganya tak merasa bahwa setelah makan dan berbincang-bincang, waktu sudah menunjukan pukul tiga sore.

"Sudah sore om, aku izin pinjem Yori buat jalan-jalan ya?"

Jerry terkekeh lalu menepuk-nepuk pundak Tirtan yang kini duduk di sebelahnya. "Om titip Yori ya, nak Tirtan. Dia agak nakal jadi jagain dia ya, jangan sampe lolos."

Yori yang sedang menaruh bunga lavender di vas setiap sudut ruangan rumahnya, langsung berteriak tak sependapat dan mendapat tawa ledekan dari sang ayah dan pacarnya.

Yori mengerucutkan bibir, "aku anak baik, ayah. Tirtan tahu itu, jangan kotori pikirannya."

Jerry hanya tersenyum simpul, lalu pandangannya beralih lagi menuju Tirtan, "yasudah kalo gitu, om ke kamar dulu ya nak, mau istirahat, gak apa-apakan ditinggal?"

"Iya om, gak apa-apa. Terima kasih om untuk hari ini, lain kali kita bicara soal politik lagi ya?"

Jerry mengangguk setelah itu mengedipkan mata, "bisa diatur." Lalu rodanya berjalan pergi menuju kamar yang tak jauh dari ruang tamunya.

"Selesai," Yori menghampiri Tirtan lalu duduk di sampingnya.

"Bunga lavender udah aku sebar di ruangan, untung aku punya banyak vas bunga. Trus bunga mawarnya udah aku simpen juga di meja belajar. Sekarang tinggal bunga tulip,"

Tirtan mengangguk, "yaudah ayo kita ke pemakaman mendiang ibu kamu." Tirtan berdiri lalu merangkul lengan Yori dan beranjak pergi.

"Ayaaah, aku berangkat yaaa," keduanya langsung memilih keluar rumah, karena dirasa sang ayah sudah terlelap dalam tidurnya.

***

Seorang lelaki muda, jangkung, bertubuh atletits, menaruh bunga mawar putih di sebuah makam bertuliskan nisan Yuna Kumala. Lelaki itu tertunduk sambil melafalkan ayat doa. Setelah selesai, ia mengusap nisan itu dan menciumnya lembut, lalu beranjak pergi dengan pakaian serba hitamnya.

Kaca mata hitam yang dipakai lelaki itu membuat Yori sulit mengenalnya dari kejauahan.

Siapa cowok itu? Kenapa ke makam nyokap gue?

Yori sedikit berlari, namun lelaki itu keburu pergi dan hilang dari jangkauan penglihatannya.

"Yori kenapa lari?"

"Ah enggak, itu aku bingung, siapa cowok tadi?"

"Lah emang kenapa sama cowok tadi? Cowok yang mana sih?"

"Cowok yang tadi duduk di tepi makam ibu aku. Yaudah deh, lupain. Mungkin aku salah lihat."

Tirtan tersenyum, lalu merangkul Yori. "Mungkin dia rekan ibu kamu, karena ibu kamu orang baik, jadi banyak yang sering menjenguk makamnya selain anaknya." Tirtan menunjuk Yori lalu menatapnya teduh.

Yori tersenyum, lalu mengangguk. Tirtan benar, ibunya orang baik. Jadi tak heran jika ada yang berziarah ke makamnya selain dirinya. Meskipun ia tak pernah ingat sebaik apa ibunya semasa hidup, karena waktu melahirkannya sepertinya ibunya juga tak sempat melihatnya. Tapi Yori yakin, bahwa sang mendiang ibunya, adalah wanita yang sangat baik dan istimewa.

Sampai di makam sang ibu. Yori menaruh bunga tulip dari Tirtan di samping bunga mawar putih yang Yori kira mungkin di bawa oleh lelaki misterius tadi. Yori tersenyum, lalu mengecup nisan ibunya penuh rindu.

"Bu... Yori datang bawa bunga tulip. Ibu suka bunga kan? Sama kaya Yori." Yori menelan ludahnya yang mulai terasa serat, dadanya sesak, matanya panas dan berair.

"Yori kangen sama ibu, ibu kangen gak sama Yori? Oia ada salam dari ayah, katanya ayah kangen senyuman manis ibu."

"Oia, Yori bawa seseorang bu. Ibu mau kenal gak? Dia gebetan Yori, yang sering Yori ceritain."

Tirtan tersenyum lalu mengambil posisi di tepi makam satunya, hingga bisa berhadapan dengan Yori.

"Hi tante, salam kenal. Aku Tirtan, pacarnya Yori, calon imamnya Yori." Tirtan mengecup nisan milik Yuna.

Hening.

"Yaudah, kita kirim doa yuk, biar ibu kamu dapat hadiah nyata dari anaknya."

Yori yang tertunduk sambil menangis terangkat dagunya, lalu mengusap air mata yang tersisa, dan tersenyum manis pada Tirtan.

"Ayo,"

Tirtan memimpin doa, dan Yoripun mengaminkan setiap lafal doa yang Tirtan ucapkan untung sang ibu.

Yori tertegun, melihat Tirtan yang pandai melafalkan ayat suci. Suara indahnya membuat doa-doa yang ia ucapkan terdengar damai dan menyejukkan hati.

Yori tak mengangka, kekasihnya yang berpenampilan badboy ternyata jago ngaji. Baginya, Tirtan adalah hadiah terindah yang diberikan Tuhan untuk menjadi pendamping hidupnya.

Selesai ziarah, Tirtan mengajak Yori untuk main ke Mall. Nonton bioskop, makan malam di restoran Spanyol, memburu boneka di Timezone, dan berkarokean hingga larut malam memaksa mereka untuk pulang.

Jika waktu bisa aku berhentikan di sini. Maka aku akan menghentikan waktu di saat kini kita merasa hari ini, waktu milik kita berdua.

Sedihmu adalah sedihku juga. Senyumanmu adalah obat hati untukku jua.

Jika Tuhan menghadirkan cinta di antara aku dan kamu, itu artinya sang kuasa menganugerahkan bahagia dalam sisa-sisa akhir nafasku bersamamu. Karena bagiku, kamu adalah deskripsi dari kebahagiaan itu.

---

THE GOALS OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang