[31] Lada Hitam

865 37 0
                                    


MATAHARI begitu terik ketika Saka menghentikan langkah dipinggir jalan, menghadap sebuah toko bunga yang pintu dan jendelanya transparan karena kaca. Membuat laki-laki itu dapat melihat dengan jelas apa yang dilakukan wanita berbaju hijau muda. Keadaan jalanan yang lenggang membuat debu tak begitu bertebaran walaupun matahari tidak bisa diajak bernegosiasi untuk mengurangi kadar kepanasan padahal jam sudah menunjukan pukul dua lewat tiga puluh menit lebih.

Saka mengeluarkan benda persegi panjang dari saku celana seragamnya, kemudian mengambil beberapa gambar wanita itu dan mengirimnya pada seseorang.

Senyum Saka terlukis begitu licik menunggu berapa lama seseorang itu akan merespon.

Kedua tangannya masuk kedalam saku, tidak memikirkan lengannya yang seperti terbakar dan matanya yang kian menyipit lantaran silaunya sinar matahari.

Tidak membutuhkan waktu lebih dari sepuluh menit, tubuh Saka sudah terdorong ke samping dan tesungkur diaspal yang panas.

Saka meringis, namun enggan melawan ketika bogem mulai mendarat diwajahnya lebih dari sekali. Membuat luka kemarin kian parah.

“Bajingan lo, Ka!” laki-laki diatas tubuh Saka berteriak murka.

Urat-urat dileher yang nampak dengan mata memerah menyala membuat Saka menyeringai tipis.

Mengingatkan betapa murkanya Saka tadi malam ketika diserang tiba-tiba dan dalang penyerangan itu tidak menampakan batang hidungnya sedikit pun.

“Pengecut lo, brengsek! Gue udah bilang nggak usah bawa-bawa nyokap gue tolol! Gue jelas gue ngomong? Apa perlu gue tusuk lo sampe mati?” Reno kian menggila dengan emosi kesetanan itu.

Saka terkekeh, kekehan meremehkan yang membuat Reno hendak melayangkan bogem dan mematahkan hidung Saka.

“Pengecut? Lo yang pengecut tolol! Lo sampah, nggak muncul disaat nyerang gue. Kenapa? Lo takut gue habisin lo dan buat lo cepet-cepet gabung sama tanah?”

Cih,” Reno berdecih, hendak melayangkan tinju yang sebelumnya tertunda kewajah Saka namun kembali terhenti ketika Saka bersuara lengkap dengan senyum miring.

“Selamat,” ucap Saka dengan gigi yang memerah lantaran berdarah karena ditonjok Reno berkali-kali sebelumnya, “lo udah jadi pengecut didepan nyokap lo sendiri.”

Reno menggeram ditempat, lalu menoleh kekanan dengan gerakan pelan. Didepan sebuah toko terdapat wanita berbaju hijau muda yang nampak panik, setengah wajahnya ditutupi oleh telapak tangan, sedangkan gestur tubuhnya nampak tegang, belum lagi matanya yang berkaca. Mampu membuat emosi Reno lenyap dan berubah cemas setengah mati.

Melihat kelengahan Reno, Saka sigap membalik tubuh Reno hingga kini Saka berada diatasnya. Kedua tangannya menarik kerah baju Reno dan pandangannya kian tajam menusuk bola mata Reno yang berkilat cemas.

Stop, ganggu gue atau gue bakal lakuin hal yang lebih gila dari ini.” ucap Saka penuh ancaman.

“Kita bertarung dengan adil. Nggak usah keroyokan kayak banci!” mata Saka melebar, menunjukan betapa marahnya ia pada laki-laki dihadapannya itu.

“Gue tau lo bego, tapi lo paham betapa berbahayanya gue buat lo. Lo tuh cuman ulat bulu bertopeng kobra dan ngancem seorang raja kobra. Yang bahkan bukan tandingan lo sama sekali,” Saka tersenyum smirk, “inget apa yang gue bilang, brengsek. Lo bukan apa-apa. Gak usah cari gara-gara kalo gak pengen mati.”

Saka mengangkat tubuh Reno lalu menghempasnya keras. Laki-laki itu segera berdiri, menyambar tas yang sebelumnya lepas lalu melangkah pergi.

Menjauh dari sampah seperti Reno yang bahkan bukan tandingannya sama sekali.

Saka dan SafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang