[20] Dikafe

810 42 0
                                    

SATU stick coki-coki berada ditangan kanan Safa sedangkan tangan kirinya memegang satu plastik yang berisi kebutuhan sehari-harinya. Ia baru kembali dari mini market yang berada dilantai dasar gedung appartemen. Gadis itu membuka kode pintu, dan masuk setelah pintu itu tak lagi terkunci.

“Darimana aja sih lo? Gue cariin juga.”

Safa menoleh ketika tengah melepas sandal jepitnya dan Niko bertanya dengan nada ketus.

“Apaan dah?” tanya Safa bingung, ia melangkah menuju dapur dan memasukan semua yang ia beli kedalam kulkas.

“Lain kali kalo pergi ngomong.” kata Niko setelah mengetahui darimana saja adiknya pergi. “Bikin gara-gara aja sih lo.”

“Lah kok gue? Gue cuman beli jajan kok, pake harus lapor gitu?”

“Yaiya.” sahut Niko kembali berbaring disofa dan menyetel televisi.

Safa mendengus, ia kembali memasukan berbagai snack dan minuman. Ia juga membeli beberapa mie instand, dan ketika ia hendak memasukan mie paling akhir kedalam kulkas, tangannya ditarik kebelakang dengan tiba-tiba dan membuat gadis itu terpekik.

“Yash, shit,” umpat gadis itu memutar tubuhnya hingga kini ia berhadapan dengan Saka yang berada sekian centi didepannya.

Safa tertegun, lantas melangkah mundur. Hanya satu langkah ia mundur, tubuhnya sudah menempel pada kulkas yang masih terbuka hingga punggungnya kini terasa dingin. Dan ia merasa tambah dingin saat membalas tatapan Saka yang tajam itu.

Saka menarik mie instand ditangan Safa dan meremasnya hingga terdengar bunyi remukan.

“Aah, mie goreng gue!” gumam Safa tertahan.

Saka tak menghiraukan, ia mengambil semua mie instand didalam kulkas dan membuangnya kekotak sampah.

“Ish, apa-apaan sih lo, Sa. Itu gue yang beli!”

“Pergi,” kata Saka memohok hingga Safa mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

“Jangan bawa apapun yang gak gue suka kalo lo masih mau disini.” lanjut Saka dengan suara lebih pelan dari sebelumnya.

Ia memutar tubuhnya, melangkah mendekati kotak sampah dan mengambilnya. Ia melenggang pergi menuju pintu keluar sambil menenteng kotak sampah.

“Kalo gue?” tanya Safa tiba-tiba.

Saka menghentikan langkah mendengar pertanyaan singkat dari Safa.

“Kenapa lo nggak usir paksa gue kalo lo nggak suka sama gue?” tanya Safa lagi.

Saka menoleh, alisnya bergerak keatas. “Lo mau?”

Safa menggeleng.

Saka berdecak lidah lalu memilih keluar dari appartemen tanpa berkata apa-apa lagi pada Safa.

Safa menghela napas panjang, lalu memajukan tubuhnya dan menutup pintu kulkas. Kemudian, gadis itu memilih menghampiri Niko yang masih bergeming padahal laki-laki itu mendengar semua yang ia tanya kan pada Saka barusan.

“Apaan?” tanya Niko ketika Safa duduk diatas karpet tepat dibawah dirinya yang masih berbaring diatas sofa.

“Gue pergi aja kali ya?” tanya Safa.

Niko melirik. “Kenapa emang?”

Safa menunduk, memainkan ujung kaosnya sambil menggigit bibir bawahnya beberapa kali. “Saka kan nggak suka gue.”

“Kalo dia gak suka lo nggak mungkin lo dibiarin disini.”

Safa menoleh. “Berarti dia?”

“Nggak usah seneng dulu,” Niko meraup wajah Safa dengan telapak tangan kanannya, “dia kasian sama lo soalnya lo adek gue.”

Saka dan SafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang