[34] Bohong

723 35 0
                                    


DARI sekian kemungkinan yang bercokol dikepala Niko, ia tidak pernah berfikir bahwa respon Saka kali ini tenang. Ia sudah mempersiapkan diri dengan sorot marah dan menuntut penjelasan dari bola mata hitam legam itu, tetapi yang ia dapat kini adalah sorot santai seolah apa yang terjadi sebelumnya bukan lah apa-apa.

Didepan mereka, bukan lagi dua gelas dengan sekian banyak alkohol. Hanya ada dua gelas berisi kopi susu yang panas, yang asapnya masih setia mengepul diudara walaupun akhirnya diacuhkan.

Niko menghela napas berat, dikepalanya dipenuhi fikiran yang tidak menentu. Dan sialannya, selalu ada nama Fira dan Rosa disetiap kali otaknya berputar. Niko ingin mengumpat jengkel, tapi ia tahan lantaran tak ingin mengundang Saka bertanya lebih jauh.

Setelah kejadian tadi, saat Saka dan dua gadis lainnya mendapati Niko dalam kondisi jauh dari sopan. Saka hanya terlihat frustasi sebentar, setiap tatapan yang dilontarkan Saka tadi berubah-ubah. Satu detik pertama heran, didetik selanjutnya ia frustasi dan kemudian berubah penuh pengertian. Seolah Saka terbesit fikiran, ah, dia Niko, udah biasa, karena itu hidup Niko.

Walaupun disatu sisi, Saka pasti akan membatin, what the hell?

Entahlah, Niko tidak ingin berfikir terlalu jauh. Apalagi tentang fikiran Saka yang terkadang sulit ditebak.

“Gue nggak bakal tanya.”

Niko melirik, memperhatikan laki-laki yang sebelumnya bersuara dengan tenang kemudian menyesap kopi susunya yang belum berkurang.

Tak jauh dari tempat keduanya duduk, ada segerombol teman-teman mereka yang tengah memanggang barbeque. Mereka memang segera menuju tempat Fabi karena memang mereka ada acara malam itu. Tapi, Saka tidak berfikir bahwa akan ada kejadian yang membuat sosok tak tahu malu macam Niko menjadi sosok tercanggung disekitarnya.

Bahkan mulutnya yang comel tidak bersuara sedaritadi.

“Kecuali kalo lo mau jelasin sendiri.” lanjut Saka sembari menyelipkan satu batang nikotin dibelahan bibir.

Niko mendesah pelan, kemudian ikut menyusul mengambil satu batang rokok lalu membakar ujungnya ketika sudah berada dibelahan bibir Niko.

Kurang dari dua detik, asap sudah berterbangan diudara. Bercampur dengan udara malam yang sebelumnya segar, kini berubah, karena asap yang dihasilkan oleh benda nikotin itu.

“Gue rasa gue bakal kayak lo,” kata Niko.

Saka belum merespon.

“Gue bakal dijodohin. Dan mungkin itu sama Rosa.”

“Baru mungkin.” ujar Saka membalas.

Niko mengedikan bahu singkat. “Lo tau sendiri firasat gue selalu bener. Apalagi tadi nyokap udah bareng nyokapnya Rosa. Dateng ke appartemend lagi. Pas nyokap Rosa sama nyokap gue balik, Rosa tetep tinggal. Gue ya... ngobrol doang.”

Tanpa sadar, Saka terkekeh mendengar kata 'ngobrol doang'.

Niko yang merasa ditertawai oleh sahabatnya pun mendengus, antara jengkel dan malu.

“Serius, monyet. Gue ngobrol, awalnya.”

Menahan kekehan geli, Saka mengangguk. “Iya awalnya.”

“Ah, bangsat. Gak jadi cerita dah gua.” Niko mendumal, membuang wajahnya jengkel dan wajahnya terlihat malu karena ditertawai oleh sahabatnya, padahal hanya Saka.

“Yaudah.”

Niko kembali mendengus. “Najis, jadi temen peka dikit. Gak usah kek anjing dah. Sorry, anjing aja peka kalo suruh ngejar tulang.”

Saka dan SafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang