1

194 20 5
                                    


Mataku berkaca-kaca saat menatap punggungku di cermin. Sepasang sayap putih, halus dan bersinar berkibar indah membuatku takjub. Usiaku genap 18 tahun, itulah mengapa sayapku tumbuh besar dan sudah bisa digunakan sepenuhnya.
Namaku Reey, pupuku Chan, mumuku Bee dan aku adalah bubu mereka. Bumia, itulah nama planetku. Hampir mirip dengan planet Bumi namanya, tapi yang pasti planetku lebih bagus dan tertata rapi dibanding Bumi.
Bumia adalah planet pengganti Pluto. Planet kesembilan, walaupun sangat jauh dari matahari, tetapi kami masih bisa merasakan sinar matahari itu. Semuanya berkat teknologi canggih yang dipakai planetku ini.
Planet Bumia berukuran paling kecil dibandingkan dengan planet-planet yang ada di alam semesta. Memiliki jari-jari 1100 km, sekitar 0,18 dari jari-jari Bumi. Jarak planet Bumia ke Bumi sekitar 6000 juta kilometer, waktu tempuh yang terbilang sangat lama bukan.
Penduduk asli di planetku ini adalah peri-peri yang berukuran sangat kecil dan kasat mata. Namun baru bisa dikatakan peri, saat sudah mencapai usia 18 tahun. Ditandai dengan sayap peri akan tumbuh besar dan bisa digunakan sepenuhnya. Hari dimana sayap itu tumbuh disebut Get-day, biasanya dirayakan dengan suguhan madu hangat dan roti susu di pagi harinya.
Planet Bumia juga memiliki beragam jenis hewan dan tumbuhan, tapi sayangnya semua itu tidak bisa kami makan begitu saja. Hanya beberapa jenis yang dapat kami makan, itu pun harus diolah terlebih dahulu hingga menjadi roti, madu dan susu. Karena kami hanya dapat makan itu.
"Chaaan, Beee!!!" teriakku melayang-layang di langit-langit rumah, mengepakkan sayapku dengan bangganya. Serentak mereka berdua tersenyum lalu menatap ke arahku.
"Aku tahu sayapmu sudah bisa digunakan Reey, tapi apa kaumau sayapmu itu patah karena kelelahan" goda Chan membuatku cemberut.
"Chan!!" rengekku seraya melayang turun dan duduk di antara mereka yang siap menyantap makan pagi. Bee mengelus lembut rambutku dan menatap geram Chan yang menanggapiku dengan senyum jahilnya.
"Sudah, ayo kita rayakan get-day nya Reey dengan segelas madu hangat dan roti susu ini" lerai Bee tersenyum lembut. Makan pagi yang kutunggu-tunggu kini ada di depan mataku, aku siap melahapnya dalam sekejab.
Setelah makan, aku pergi keluar rumah. Terbang melayang-layang menjelajahi seluruh pelosok Bumia. Hal-hal yang belum pernah kulihat sebelumnya, sekarang sudah dapat kulihat dan kurasakan. Bagaikan di dunia mimpi, aku dapat melihat para peri yang sudah get-day beterbangan membentuk berbagai formasi indah di langit-langit, peri-peri yang sibuk mengambil dan mengumpulkan madu, bahkan ada juga kumpulan peri kecil yang asyik bermain-main riang di bukit Mahira.
Aku memejamkan mataku sesaat, udara pagi ini amatlah segar, tidak seperti udara-udara sebelumnya. Senyum terus mengembang di wajahku, beberapa lagu pun turut kulantunkan untuk menambah rasa senangku hari ini.
"Bunga... bunga... bernyaa.."
BRAKK!!
"Ahh!!" aku mengerang dan terpental, sakit sekali. Nyaris saja aku jatuh, untung sayapku dapat menahannya. Kutatap tajam peri si pembuat onar di pagi hari yang indah ini.
"Ma-maaf, waaw, cantik sekali" pujinya ketika melihatku terbang di sekelilingnya. Aku menatapnya bingung kemudian memegangi wajahku yang tampak memerah.
"Bu-bukan wajahmu, tapi sayapmu" ralatnya terpesona. Mendengar perkataannya itu, seketika aku langsung memicingkan pandanganku ke arahnya.
"Maaf ya juju, bisakah kau hati-hati, aku sedang menikmati awal get-day ku hari ini" protesku berusaha menahan emosi. Kulihat ke arahnya bukannya menanggapi omelanku, ia justru sibuk memperhatikan setiap lekukan dari sayapku. Membuatku ingin cepat-cepat hilang dari hadapannya saja, dan benar, dalam sekejab, aku pun pergi meninggalkannya yang hanya bisa diam membisu menatap kepergianku.

***
"San, makan dulu" suara dari balik pintu mengejutkan San yang sedang asyik dengan mikroskopnya.
"Heeh" jawab San singkat.
"Apa sih yang sedang kau teliti? Sampai melupakan makan gitu" tanya perempuan paruh baya berumur 34 tahun yang tak lain adalah ibu tiri San, masuk ke kamar dan tertegun melihat anaknya.
"Sudah kau tak usah bertanya-tanya, letakkan saja itu disana dan pergi secepatnya" suruh San tanpa berpaling dari mikroskopnya. Terdengar helaan napas kecewa dari perempuan itu, lalu tak berapa lama kemudian ia pun pergi.
"Jangan lupa dimakan dan diminum ya nak" perintahnya menyembulkan kepala dari balik pintu sebelum meninggalkan kamar.
"Iya, bawel" hardik San pelan.
San mengambil beberapa sampel darah dan meletakkannya di preparat-preparat yang akan diamatinya, sibuk memutar mikrometer dan makrometer sekrup mikroskopnya itu, mengganti-ganti lensa objektif yang cocok sehingga mendapatkan gambar dengan hasil yang maksimal nanti.

Bumi+aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang