11

20 4 0
                                    

Kediaman keluarga Oogu.
   "Kudengar malam ini, mereka mengundang peri itu ke Istana?" tanya ratu Lien memastikan berita yang didengarnya. Ron mengangguk.
   "Sudahlah, berhenti mencampuri urusan keluarga Istana Lien" nasihat raja Max saat tiba di rumah. Tidak sengaja mendengar percakapan ratu dan Ron yang cukup terkejut dengan kedatangan raja.
   "Sudah seharusnya kita mencampuri urusan mereka, kita kan satu keluarga" sanggah  ratu Lien membenarkan.
   "Cukup dua puteri kita yang dinikahkan dengan pangeran-pangeran Istana, biarkan Rhoe memilih jalan hidupnya sendiri Lien"
   "Aku tidak suka sesuatu yang setengah-setengah, lanjutkan pengintaianmu Ron" suruh ratu kepada Ron yang langsung mengangguk dan pergi.
   Raja Max bergeleng-geleng prustasi melihat kelakuan ratu Lien yang dari dulu tak pernah berubah, menganggap semua ramalan kuno itu hanya sebuah kebohongan yang dibesar-besarkan saja.

***

    Bella berjingkrak-jingkrakkan kesenangan saat melihat gambar-gambar hasil jepretannya di kamera. "Pasti Wingsland ini akan banyak pengunjungnya setelah kumasukkan beberapa foto ini di majalah" kata Bella yakin, San mengambil paksa kamera itu dari tangan Bella. Lalu melihat-lihat apa yang dijepret Bella sewaktu di dalam tadi.
    "Cuma ada lima foto yang tidak ada gambarku, jangan masukkan foto lain selain yang lima ini, aku tidak ingin wajahku jadi pasaran di majalahmu nanti" kata San dingin, mengembalikan kamera itu pada Bella lalu pergi menuju parkiran mobilnya.
    Bella termangu, merasa tidak setuju dengan yang dikatakan San. Mungkin semenjak kematian ibunya yang membuat San berubah drastis, kebahagiaannya rasanya sudah sirna, tidak ada canda tawa lagi dihidupnya. Tapi Bella juga tidak mengerti, sejak bertemu San, dia memang sudah seperti itu. Dingin, pendiam dan tidak ingin bercerita banyak tentang dirinya kepada sesiapapun.
    Bella pernah mencoba mencari tahu kehidupan San lebih dalam lagi, namun yang ia dapatkan hanya gosip miring dari teman kuliahannya itu. Mengenai ibu tiri San. Tetapi Bella tak mau ambil pusing dan tak ingin percaya akan berita burung itu.

***
     Kereta kuda terbang itu membawaku, Chan dan Bee melewati seluruh bagian planet Bumia. Terlihat indah sekali dari atas, aku terkagum-kagum saat Istana sudah tampak dari kejauhan. Begitu juga dengan orang tuaku yang turut terpesona. Perjalanan ini memakan waktu kurang lebih satu jam, tapi mungkin akan menjadi tiga jam jika ditempuh hanya dengan terbang menggunakan sayap biasa.
    Tepat pukul 8 kami sampai di Istana. Lampu warna-warni menghiasi Istana yang tampak megah. Air mancur, taman penuh bunga dapat kulihat dengan jelas walaupun di malam hari. Mungkin Istana ini memakai lampu berkekuatan ekstra yang dapat menerangi malam layaknya seperti siang hari.
    Para pengawal dan pelayan Istana mempersilahkan kami masuk dengan hormat. Menunjukkan jalan menuju ruang makan tempat berlangsungnya acara makan malam sebagai bentuk acara perkenalan pangeran denganku.
   "Chan, Bee, kalian benar-benar setuju dengan perjodohan ini?" tanyaku berbisik di sela-sela perjalanan menuju ruang makan. Chan dan Bee hanya menanggapiku dengan jari telunjuk yang menyentuh bibir mereka tanda agar aku diam saja. Aku merengut.
    Sesampainya di ruang makan, kulihat raja Fan dan ratu Nam sudah menunggu. Mereka serentak berdiri lalu mempersilahkan kami duduk dengan hormat, kulihat mereka semua tersenyum namun senyum yang seperti dipaksakan. Aku tahu itu senyum palsu. Kulihat pangeran Han tampak tersenyum sinis ke arahku dan melihat sayapku sekilas.
     Aku tak menanggapinya, mengalihkan perhatianku pada raja dan ratu yang masih tersenyum ke arahku. Sebegitu senangnyakah mereka, hati-hati bibir kalian robek, kataku menyumpahi mereka dalam hati.
   "Cantik sekali kamu, Reey" puji ratu di tengah-tengah pikiran jahatku pada mereka, aku hanya menanggapi pujian itu dengan sesungging senyum yang cepat. Sedikit membuat Chan dan Bee melirik tajam ke arahku.
   "Sepertinya kalian berdua sangat serasi" sambung raja senang, melihatku dan pangeran Han bergantian.
   "Sepertinya.." ceplosku datar. Chan dan Bee semakin menajamkan lirikan mereka kepadaku. Bagus, aku harus memperburuk suasana agar perjodohan ini dibatalkan. Raja dan ratu terdiam melihat ulahku.
   "Haha, mungkin Reey sudah terlalu lapar, jadi ia tidak bisa berkonsentrasi" gurau Chan segera mencairkan suasana. Seketika raja dan ratu ber-oh bersamaan, dan langsung mempersilahkan memulai acara makan malam ini.
     Aku mengambil seluruh roti berbentuk unik yang ada di atas meja makan itu satu persatu, meletakkan semuanya di atas piringku yang terlihat kepenuhan, sehingga banyak roti yang tercecer keluar piring. Mereka semua melihat ke arahku aneh, peri sepertiku makan sebanyak itu. Aku hiraukan saja mereka dan langsung melahap makanan itu dengan rakus.
    "Ada apa dengan kalian? Tidak makan?" tanyaku dengan mulut yang penuh makanan, sehingga banyak makanan yang mencuat keluar dari mulutku, tampak ratu mulai merasa jijik. Bee mencubit pahaku. Sakit. Menyadarkanku agar tidak membuat masalah yang lebih besar. Bukannya sadar, aku malah makin asyik memainkan peranku sebagai peri yang tak tahu malu.
     Aku menenggak habis minumanku dan tanpa sadar diikuti sendawa di akhirnya. Seketika semuanya melihat ke arahku lagi, mungkin yang ada di pikiran mereka sekarang. Ingin cepat-cepat menyelesaikan acara makan malam ini, lantaran sudah eneg dengan aksi jorokku malam ini.
    Tapi anehnya kulirik ke arah pangeran, ia tampak bersikap biasa saja. Terus saja memakan makanannya tanpa melirikku sedikit pun. Chan dan Bee juga tampak menunduk, mungkin rasa malu mereka sudah terkikis habis di makan ulahku yang memalukan ini.
    "Kenapa kau dari tadi diam saja? Bisu?" tanyaku sambil mengangkat garpu dan menunjuk ke arah pangeran yang masih asyik makan. "Kudengar dari tadi yang berbicara raja dan ratu saja, tidak sekalipun kudengar suaramu" protesku, benar-benar sudah kelewat batas. Chan dan Bee sudah pasrah menerima apa yang dikeluhkan raja dan ratu nantinya tentang sikapku.
    Mendengar pertanyaanku ditujukan pada pangeran, ia segera menyelesaikan makannya. Meletakkan sendok dan garpu dengan posisi tertutup. Membersihkan mulutnya dengan kain pembersih yang ada di samping piringnya, lalu menatap dingin ke arahku. Sedikit membuatku kagok.
   "Kau sudah selesai dengan aksi konyolmu? Perbuatan yang sia-sia itu tidak akan membuat perjodohan ini batal" katanya datar berhasil meralat apa yang kupikirkan tadi.
   "Aku sudah selesai makan, ada acara lain di luar, aku pergi dulu" katanya seraya berdiri, menundukkan kepala, pamit kepada kami yang hanya bisa menanggapi perkataannya  dengan diam. Aku pun tidak tahu mengapa jadi speechless dibuatnya.

Bumi+aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang