7

29 4 0
                                    

San, seorang peneliti muda yang mampu menamatkan pendidikan S2-nya dalam usia 22 tahun. Diangkat menjadi peneliti di sebuah lab swasta bernama Smart Laboratory yang isinya adalah para pakar untuk urusan berbagai penelitian.
Bella mengenal San saat ditugaskan memotret para peneliti di lab yang akan dijadikan bahan majalah Secret sekitar dua tahun lalu. Namun hubungan mereka seperti itulah, hanya sebatas teman, tidak lebih.
***
Berbagai aplikasi Awan Cumolonimbus dapat dilihat dan diketahui dengan jelas olehku dan teman-temanku. Roi terlihat asyik menjelaskan satu persatu berbagai aplikasi itu, layaknya seperti tourguide sungguhan.
"Roi, kau sudah seperti penghuni sini saja, mengerti semuanya" sindirku di tengah-tengah penjelasannya. Ia tidak menggubris sindiranku dan kembali melanjutkan penjelasannya. "Jadi ini adalah sebuah alat bernama Take & Give, ditemukan oleh peri dari keluarga Aasey namun tak dikenal siapa penemunya."
Kuperhatikan alat itu berbentuk sangat unik, besi dengan lingkaran besar seperti cincin yang terdapat tombol-tombol di bawahnya itu nyaris menyita perhatianku beberapa saat. Cukup penasaran dengan teknik kerjanya.
Menurut penjelasan Roi, alat ini berfungsi sebagai portal yang dapat memberikan apa saja dan mengantarkan kemana saja hanya dengan meyebutkan apa yang kita mau, tetapi syaratnya kita harus memberikan sesuatu yang sebanding dengan apa yang kita inginkan. Itulah yang dinamakan Take&Give.
"Kenapa kaudiam Reey? Berniat menggunakan alat ini?" canda Fhu saat menyadari aku sedang memperhatikan alat itu dengan serius. Anehnya aku malah mengangguk.
"Hah, apa yang ingin kauambil dan kauberi memangnya?" tanya Zee penasaran.
"Ssst, jangan berisik, aku akan mencoba alat ini, jadi kalian diam saja" bisikku berlagak seperti pencuri, memastikan semua keadaan aman. Kulihat Roi sedang asyik berbicara dengan Rhoe menunjukkan suatu alat. Zee dan Fhu tampak ketakutan.
"Rhheeey, apha yang khaulakhuukhaaan?" bisik Zee yang sudah seperti suara peri sekarat. Aku tidak memperdulikan pertanyaan Zee, berusaha merogoh tas kecil yang kusandang dari tadi, lalu mengeluarkan sebuah majalah dari dalamnya. Mereka terengah mendapatiku mempunyai majalah aneh yang baru pertama kali mereka lihat. Kuberanikan diriku untuk menekan tombol hijau yang bertulis Start, lalu menyebutkan apa yang kumau.
"Aku ingin majalah baru dari daerah asal yang sama dengan majalah ini" kataku seraya memasukkan majalah yang tadi kupegang ke lingkaran berbentuk cincin itu cepat-cepat. Sesaat kemudian, tampak cahaya warna-warni berkilauan dari lingkarannya. Zee dan Fhu terlihat makin ketakutan, sedangkan aku memastikan lagi apakah Roi melihat aksi konyolku ini atau tidak.
PLUK!
Keluarlah sebuah majalah dari lingkaran cincin itu. Spontan perasaanku langsung senang dan lega, cepat-cepat kumasukkan majalah itu ke dalam tas. Lalu kumatikan alat itu tanpa berpikir lagi. Benar-benar perbuatan yang frontal, nyaris saja ketahuan oleh Roi tadi, untung saja Zee dan Fhu mau menyelamatkanku dengan mengalihkan perhatian Roi pada yang lain. Namun, akhirnya Roi menghampiriku karena mungkin rasa curiganya sudah melampaui batas.
"Ada apa dengan kalian? Ayo, masih banyak lagi yang harus kutunjukkan pada kalian!" seru Roi tampak bingung, aku membuang napas panjang, bersyukur ternyata Roi tidak mengetahui perbuatanku tadi.
***
San meletakkan preparat berisi bakteri itu ke dalam lemari pendingin di lab, lalu menuju ruang kerjanya. Membuka kulkas, mengambil sekotak susu dan menenggaknya dengan cepat. Setelah melakukan penelitian San selalu saja merasa kehausan, mungkin akibat terlalu fokus dan serius.
Setelah puas minum dan merasa tidak haus lagi, San berjalan menuju meja kerjanya, berniat sedikit beristirahat sekedar memejamkan matanya yang lelah. Duduk di kursi empuk miliknya dengan kepala yang bersandar pada leher kursi.
"Oh, aku lupa melihat wajah tampanku di majalah" kata San baru teringat dengan majalah Secret yang diberikan Bella tadi pagi. Dilihatnya tumpukan buku di atas meja, namun ia tidak menemukan majalah tersebut. Dirogohnya laci meja pertama, kedua dan ketiga namun majalah itu tak kunjung ditemukan. San menggaruk-garuk kepalanya kebingungan.
"Apa aku sudah menua? Perasaan tadi aku meletakkannya di atas meja, kemana perginya majalah itu?" tanya San pada dirinya sendiri.
Cukup lama San mengobrak-abrik meja kerjanya, mencari-cari di seluruh pelosok ruangan namun tak juga ditemukan. Aneh.
"Ah sudahlah, tidak penting juga" kata San pasrah akhirnya, tak ingin berlarut-larut dalam hal konyol yang dilakukannya itu.

Bumi+aTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang