Seventeenth : Dream

258 69 35
                                    

Malam berganti pagi dan mata hari mulai beranjak naik. Embun pagi pun mulai menempel di rumput-rumput taman kota. Jam menunjukkan pukul 5 tepat saat fajar. Aktivitas kota mulai berjalan seperti biasanya.

Suga terdiam di sebuah gudang kosong sambil menatap Hari yang masih terlelap di pangkuannya, dengan keadaan ruangan yang sangat minim pencahayaan itu.

Ia tersenyum sejenak kemudian menepuk-nepuk pelan bahu sang adik. Hari yang merasa terganggu dengan tepukan itu pun langsung menjauhkan tangan Suga dari bahunya dan kembali melanjutkan perjalanannya di alam mimpi.

Suga terkekeh melihat tingkah Adiknya, lalu kembali melakukan apa yang ia lakukan tadi. Hari berdecak kesal kemudian membuka matanya perlahan. Ia memarahi Suga karena sudah berani mengganggu mimpi indahnya. Suga tersenyum.

"Apa yang kamu mimpikan Hari-ya?"

"Mama dan Papa."

Deg!

"Mama dan Papa? Apa yang terjadi?"

"Aku belmimpi Mama dan Papa belbuat jahat pada Oppa."

"Haha... Hari-ya, itu tidak mungkin terjadi. Mama dan Papa kan sayang pada Oppa, seperti mereka sayang pada Hari."

"Tapi kenapa tadi---"

"Hari-ya... Dengarkan Oppa. Itu hanya sebuah mimpi. Bunga tidur, kamu tahu? Mimpi adalah kebalikan dari kenyataan. Papa sering bilang begitu kan?"

"Tapi Oppa... Kenapa di wajah Oppa banyak belcak bilu?"

"Oppa terjatuh saat menggendong kamu kesini semalam. Kamu kan sudah tidur, jadi kamu tidak menyadarinya."

"Tapi di mimpi Hali, Oppa di hajal Papa habis habisan. Oppa baik-baik saja?"

"Hari-ya... Sudah Oppa bilang ini hanya mimpi, oke?"

"Iya Oppa... Mianhae..."

Suga tersenyum menatap Hari yang tiba-tiba tertunduk diam. Suga memanggil Hari untuk mendekat ke arahnya, kemudian ia langsung memeluk Hari sambil mengelus sayang pucuk kepala Hari. Hari membalas pelukan Suga sambil menenggelamkan wajahnya ke dada bidang Suga.

"Oppa?"

"Hm?"

"Kenapa kita tidul di luang sempit dan gelap begini?"

Suga terdiam sejenak dengan tangan yang masih setia mengelus-elus pucuk kepala Hari dan tatapan tajam yang mengarah lurus ke depan.

"Kita sedang berpetualang, Hari-ya."

"Waahh... Nanti malam kita main api unggun ya?"

Hari mendongakkan kepalanya menatap Suga dari bawah. Suga menundukkan kepalanya menatap manik mata Adik kecilnya itu. Suga tersenyum sambil mengangguk kecil sebagai tanggapan dari pertanyaan Hari.

"Yeeyy kita kemah!"

Lagi-lagi Suga tersenyum. Kali ini senyuman berbeda yang terukir di bibirnya. Raut wajahnya kali ini seperti sedang menahan sebuah kesakitan yang amat dalam. Suga sedang mencoba memendam sesuatu.

Who's That?✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang