Kali ini aku bikinnya dari sudut pandang Marc. Pingin coba. Enjoy!
Aku tidak tahu bagaimana Felice bisa segila itu bahkan senekat itu. Sungguh, aku membencinya dari dalam hatiku. Bisa-bisa nya ia mencelakai Sam. Emosiku memuncak, geram akan dirinya aku langsung menghampirinya yang berdiri tak jauh dariku tengah tertawa bersama teman-temannya.
“I need talk to you. Right now,” kataku padanya langsung.
“Marc, what happens darling?,” tanyanya dengan nada genit yang jujur saja membuatku ingin muntah.
Aku tidak mengacuhkannya dan langsung berjalan meninggalkannya. Aku tahu, ia akan menghampiriku.
“So, ada apa?,” tanyanya langsung ketika menghampiriku.
“We are done.”
Tatapannya langsung tertuju padaku. Tatapan ingin membunuh seseorang. Tatapan yang tidak akan segan-segan mencelakai siapapun demi kebahagiaannya. Tetapi, dengan liciknya ia mengubahnya menjadi seperti perempuan malang yang mengemis cinta.
“Kenapa Marc? Kenapa?,” seketika tangisnya pecah. Aku yakin seratus persen itu akting yang ia lakoni selama ini. Berpura-pura menjadi gadis yang rapuh. Orang-orang tidak akan menyangka akan hati dan perilakunya yang busuk dan gila serta sadis.
“Aku sudah tidak bisa denganmu. Sudah ku bilang, aku tidak mencintaimu. Kita sudah berakhir lama,” sahutku tanpa sedikitpun menoleh padanya.
“Marc, jangan begitu. Kau tahu, aku sangat mencintaimu, Marc,” timpalnya sembari mencoba mengelus pipiku tapi dengan cepat ku tepis.
“Ah! Apa yang terjadi padamu, Marc?!”
“Aku tidak mencintaimu dan kita tidak bisa bersama lagi. Itu yang terjadi.” Sahutku dingin.
“KAU! Aku tahu! Ini pasti karena gadis kampung sialan itu! Dia yang merebut kau dariku!!,” dia terus berteriak tanpa kendali. Mengarahkan jari telunjuknya di depan wajahku persis.
“Jangan pernah kau sebut Sam dengan julukan itu! Dia tak pantas! Dia bahkan lebih baik daripada Kau!,” Aku marah. Tak tahan akan kelakuannya. Emosiku benar-benar memuncak seakan ingin keluar. Aku mengepalkan tanganku dan mendorongnya cukup keras membuat Felice terlempar di lantai.
“AW!,” pekiknya kencang. “Marc, kau benar-be—“
“Apa? Aku jahat? Siapa yang lebih jahat? Aku membencimu, Felice,” aku mencengkram pergelangan tangannya dan meninggalkan bekas merah di sana.
Ku lepaskan tangannya kasar dan meninggalkannya begitu saja yang masih berteriak tak karuan, mengumpat apapun kepadaku.
Aku memasuki mobilku dan langsung mengarahkan mobilku ke rumah. Rumahku yang sesungguhnya—bersama Mom, Dad dan Alex. Semua hal ini membuatku gila. Kepalaku terasa sakit, aku memijat pelipisku. Langsung ku jalankan mobilku dengan kecepatan tinggi dan berharap tinggal di rumah nanti bisa mengurangi bebanku.
**
Seberkas cahaya menembus jendela kamarku. Mencoba membangunkanku dengan sinarnya yang hangat. Kepalaku sangat pusing. Badanku sangat sakit untuk digerakan. Aku mengerang pelan menahan nyeri yang menjalar di seluruh tubuhku.
“Kak? Apakah kau baik-baik saja?,” Tanya Alex yang entah kapan kepalanya sudah menyembul di pintu kamarku.
“Hanya tidak enak badan. Tidak apa, aku baik-baik saja,” sahutku lemah.
“Baiklah. Aku akan memberi tahu Mom agar kau dibuatkan sup,” setelah itu ia menutup pintu dan meninggalkanku di kamar.
Aku meraih handphoneku yang tergeletak di nakas kamarku. Apakah sebaiknya aku menelepon Sam dan menanyakan kabarnya? Aku berpikir lama dan akhirnya aku memutuskan untuk meneleponnya sebelum ku urungkan niatku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ever Enough
FanfictionKebenciannya Sam akan MotoGP mempertemukan ia dan Marc. Mereka pun mulai jatuh cinta. Tapi, akankah berhasil? amazing cover by @najlaputri17