Hari ini aku akan ikut Dad yang berjanji akan membantuku dalam menangani kasus ini. Aku mematut diriku di cermin sekali lagi. Setelah aku merasa sudah rapi, aku menghela napas berat dan berjalan ke luar.
"Kau sudah siap, Marc?" tanya Dad yang sedang mengikat tali sepatunya.
"Tentu saja. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan, Dad" balasku.
Aku menghampiri Mom yang tengah sibuk di dapur. Celemek pink yang ia kenakan. Rambut cokelatnya yang di ikat sanggul ke atas membuatnya tampak cantik. Ia berdiri sambil memotong wortel dengan serius.
"Mom?" panggilku pelan. Ia menengok dan langsung menghentikan aktivitasnya.
"Aku berangkat dulu, okey? Doakan aku," ujarku seraya menyunggingkan senyuman tersirat aku-akan-baik-baik-saja-kok-jangan-khawatir.
Mom menelungkupkan kedua telapak tangannya di wajahku. Beliau menatap tepat di mataku.
"Mom akan selalu mendoakan. Semoga kalian berhasil. Dan semoga kau segera menemukan cintamu kembali," ucapnya lembut membuatku tersentuh. Tapi aku tidak menangis, sumpah.
Aku mengecup pelan pipi Mom dan langsung menyusul Dad yang sudah siap.
***
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis ramah saat aku sampai di kantor teman Dad.
"Bisa bertemu dengan Mr. Fred?" tanya Dad.
"Sudah buat janji?" tanyanya balik.
"Sudah. Bilang saja, Julian dan Marc."
Resepsionis itu memberi isyarat menggunakan tangannya untuk menunggu sebentar. Selagi ia memanggil yang dimaksud Mr. Fred.
Tak lama resepsionis itu kembali dan menyuruhku dan Dad mengikutinya. Ia mengantariku ke ruangan Mr. Fred.
"Julian! Sudah lama kita tidak bertemu," sambutnya sambil berjabat tangan serta berpelukan dengan Dad.
"Hai Fred," sahut Dad sambil membalas pelukan dan jabat tangan Mr. Fred.
Aku hanya tersenyum dan membalas uluran tangannya saat ia beralih padaku.
"Jadi bagaimana?"
Aku menghela napas berat dan mulai menceritakan dari awal bisa terjadinya ini.
Mr. Fred hanya mendengarkan dengan seksama tanpa mencela ceritaku sama sekali.
"Jadi gitu," ucapnya selesai ku bercerita sembari mengusap-usap dagunya.
"Aku bisa membantumu" ujarnya lagi.
Dia mulai mengutarakan rencana kepadaku juga Dad. Selama ia menjelaskan rencananya aku hanya manggut-manggut tanda setuju. Dad tidak salah pilih.
Setelah selesai, aku dan Dad pamit pulang. Melangkah keluar melewati resepsionis yang tadi, akupun tersenyum kepadanya. Ia pun membalasnya.
"Gimana menurutmu?" tanya Dad ketika di dalam mobil.
"Cukup bagus. Aku sudah menantikannya, bahkan aku tak sabar" sahutku. Dad hanya tersenyum melihatku.
Membayangkan Felice pergi dari hidupku menyenangkan. Mungkin aku terdengar kejam tapi percayalah, aku membencinya setengah mati. Aku merindukan Sam. Entah apa yang membuatku jatuh cinta begitu dalam padanya sehingga aku tak sanggup berpaling. Bola matanya yang cokelat menampakkan betapa kuatnya ia. Tatapannya mampu melumpuhkan semua organ tubuhku. Lekuk tubuhnya yang sempurna bahkan rambut cokelatnya yang harum akan cocoa mampu membuatku bertekuk lutut tanpa ia melakukan apa-apa. Tak ayal, banyak laki-laki yang mendekatinya. Sosoknya yang pintar serta cekatan menambah daya tarik selain kecantikannya. Aku merindukannya, merindukan setiap inchi bagian dirinya. Tak sadar sedari tadi aku tersenyum memikirkannya.
"Marc, sudah sampai." Dad mengejutkanku.
Aku mengerjap beberapa kali, "Lho? Kita di mana?"
"Kita makan dulu, aku lapar. Ini waktunya makan siang"
Aku bahkan tak sadar ternyata mengerjakan urusan seperti ini bisa sampai sesiang ini. Aku turun dan memasuki restoran hamburger. Cukup untuk mengisi perutku yang ternyata sedari tadi sudah bersorak.
Aku memesan hamburger berukuran medium dan segelas milkshake. Dad memesan hamburger berukuran large dengan segelas besar cola. Ia terkadang sinting.
Entah ini memang naluri pembalap atau apa tapi terbukti makanku sangatlah cepat. Mungkin ini dinamakan naluri pembalap di luar lintasan.
Sesudah makan kami kembali menaiki mobil dan menuju ke rumah.
***
Mom telah menyiapkanku air hangat untuk mandi sesampainya aku di rumah. Perjalanannya memang cukup jauh, sampai di rumah matahari telah kembali ke peraduannya.
Aku mengambil handukku dan langsung menuju ke kamar mandi. Ku tanggalkan pakaianku lalu tanpa basa basi aku segera mencelupkan diriku ke dalam bath up yang berisi air hangat.
Jangan membayangkan tubuhku yang atletis ini, ya.
Seseorang bilang ketika kamu sedang dalam keadaan gelisah maka berendamlah atau bershower. Hal tersebut mampu mengurangi kegelisahan. Oke--ini mungkin terlihat seperti jones akut.
Aku memikirkan semuanya. Tentang Sam, tentang bahwa aku sedikit lagi akan terbebas dari jeratan nenek lampir--Felice dan akan kembali ke pelukan Sam. Ah, aku berkhayal terlalu tinggi. Tiba-tiba teringat seorang laki-laki yang waktu itu menemani Sam saat ke taman bermain. Siapa dia? Pacarnya kah? Hilangnya aku selama ini, apakah ia mempunyai pacar yang lain? Aku menggeleng lemah untuk meyakinkan diriku sendiri bahwa itu bukan pacarnya Sam. Kisah cintaku mungkin terlalu cepat. Bahkan kalau kalian cerita ke khalayak ramai, mereka tak akan mempercayai kisah cinta yang berawal dari tabrakan. FTV abis. Tapi sudahlah, ini kisah cintaku. Bukan mereka.
Tiba-tiba pintu kamar mandiku di ketuk seseorang.
"Marc? Apakah kau sudah selesai? Aku cukup khawatir padamu. Kau sudah berendam hampir 3 jam. Aku takut kau kedinginan dan sakit nantinya," kata Mom dari luar.
Jadi, aku sudah berendam hampir 3 jam? Aku gila. Hanya dengan memikirkan seseorang saja mampu menghentikan duniaku. Sampai-sampai aku tak sadar aku tengah berendam.
"Iya, Mom. Aku sudah selesai, aku akan keluar sebentar lagi" balasku dari dalam.
Aku cepat-cepat turun dari bath up dan mengambil handukku. Ku lingkarkan handukku di pinggang lalu segera keluar.
Setelah selesai, aku turun menghampiri Alex, Mom dan Dad yang tengah tertawa. Ku tarik kursi di sebelah Alex dan menatap mereka dengan tatapan ada-apa-sih-kok-kalian-tertawa-tawa.
"Tidak, hanya lelucon ringan saja saat makan malam," ujar Alex seolah mengerti tatapan itu.
Aku hanya ber'O'-ria menanggapinya. Ku sendokam soup cream yang masih panas ke mulutku. Selama liburan ini, mungkin aku akan berubah jadi orang gendut dengan kumis hitam yang panjang dan suka membentak-bentak. Oh tidak, aku tidak akan menjadi seperti itu. Mengerikan.
Sehabis makan dan membantu Mom membersihkan piring di dapur, aku berjalan menghampiri Alex yang sedang serius menonton acara kesayangannya. Sebenarnya, aku tak mengerti mengapa Alex sangat menyukai acara ini. Acara ini sama sekali tidak bagus, maksudku siapa yang mau menonton acara laki-laki aneh yang berpakaian seperti superman dan suka bernyanyi-nyanyi tak jelas.
Hanphoneku bergetar. Sebuah pesan masuk. Dari Sam? Wow, ini kemajuan.
Aku langsung membukanya dan rasanya aku terkena serangan jantung saat itu juga. Tanganku mengepal. Ku katupkan rahangku keras. Apa yang ia inginkan dariku? Cukup sudah akan kesabaranku kali ini. Aku langsung teriak pada Mom dan Dad juga Alex. Mereka tak kalah panik dengan isi pesan itu. Aku langsung mengambil kunci motorku dan mengendarainya cepat ke tempat yang harus aku tuju. Aku menggertakan gigi dan menarik gas dengan kecepatan penuh tanpa memedulikan bahaya yang akan menimpaku.
Sam :
Kalau kau ingin Sam selamat, maka jangan laporkan polisi akan perbuatan ini. Datanglah dan jangan membawa siapapun. Atau aku akan melakukan penyiksaan tersakit yang pernah aku lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ever Enough
FanfictionKebenciannya Sam akan MotoGP mempertemukan ia dan Marc. Mereka pun mulai jatuh cinta. Tapi, akankah berhasil? amazing cover by @najlaputri17