Tubuhku terikat oleh tali. Mulutku dibekap dengan lakban hitam. Kucoba berontak namun tak menghasilkan apapun. Aku terus teriak tapi malah terdengar seperti erangan bodoh. Air mataku terus mengalir deras. Takut, tercetak jelas saat ini pada diriku.
Mataku yang merah menerawang seluruh ruangan mencari sesuatu yang bisa membantuku terbebas dari sini.
Sebuah senyuman mengerikan muncul dari kegelapan. Parasnya yang cantik namun menyimpan banyak kejahatan di dalamnya. Penampilan yang menipu. Aku menatapnya sinis sambil terus teriak.
“Haha, gadis kampung bodoh. Tidak ada yang akan menyelamatkanmu. Bahkan, pangeran Marc kau takkan bisa menemukan kita” suara tawanya terlihat mengerikan dengan seringaiannya yang tak kalah mengerikan.
Aku berteriak, mengumpat apapun padanya.
Dia hanya tertawa.
Kakinya berjalan mendekatiku. Tubuhku menegang, bibirku bergetar. Merinding sekejap menyergap diriku. Sebuah pisau keluar dari salah satu sakunya. Kilatan mata pisau akibat cahaya memantul ke arah diriku.
“Sam, gadis kampung bodoh. Malangnya dirimu” tangannya menggerakkan pisau yang ia pegang berjalan di pipiku. Aku menahan napas.
“Kau takkan selamat, kau telah merebut Marc dari diriku. Kau tidak pantas untuknya! Akulah yang pantas!” bentaknya di depan wajahku. Pisau kini telah berada di leherku tepat di bagian nadiku. Mata cokelatnya yang dipakai untuk menipu kebusukan yang ada berkilat-kilat.
Tangannya menjauhkan pisau dari leherku. Aku menghembuskan napas lega. Ia berbalik berjalan menjauhiku dan masuk ke dalam kegelapan.
Tangisku pecah kembali. Aku memikirkan Mom, Ashley serta Louis. Apakah mereka semua mengkhawatirkanku dan mencariku?
Felice psikopat.
Tiba-tiba mataku menangkap sebuah benda. Layarnya mengeluarkan cahaya sekali-kali. Sebuah ponsel. Entah siapa yang meninggalkan ponsel sembarangan di tempat seperti ini. Aku berusaha meraihnya, menjangkaunya menggunakan kakiku yang sedikit bebas.
“Argh, ayo dikit lagi”
Terus aku coba sampai aku mendapatkannya. Aku mencoba melonggarkan ikatan agar tanganku bisa keluar. Berhasil! Aku mengetikkan sebuah pesan ke Lou. Kuambil ponsel tersebut dan kumasukkan ke dalam saku. Aku membuka lakban yang membekap mulutku dan mencoba melepaskan tali yang mengikat tubuhku. Usahaku hampir selesai, seketika sebuah pintu terbuka kencang dan teriakan Felice melengking yang memekakan telinga.
Dua orang bertubuh besar menahanku. Aku berteriak, meronta untuk dilepaskan. Tapi aku gagal. Tentu saja tenaga dua orang ini jauh lebih besar.
Sebuah sapu tangan dibekapkan lagi ke mulutku dan untuk kedua kalinya aku tak sadarkan diri.
Louis POV
Aku segera memberi tahu kepada mereka akan pesan yang aku dapat. Bergegas kami semua terus mencari keberadaannya. Aku melacak dari ponsel yang ia gunakan untuk mengirimiku pesan. Berkali-kali aku mengiriminya pesan balik dan telepon namun tak kunjung ada jawaban. Laju mobil terus kupacu. Ashley masih terus bercucuran air mata sembari memanjatkan sebuah doa.
Untuk pertama kalinya, Sam mengangkat teleponku. Suara teriakan orang meronta kini terdengar di ponselku. Ashley berteriak memanggil Sam tapi yang ada malah suara teriakan yang terus-terus terdengar sampai akhirnya sambungan itu terputus.
Aku terus melacak keberadaannya melalui ponsel. Berharap sebuah petunjuk tentang keberadaannya.
Titik merah di layar ponselku berkedip menandakan sesuatu.
“Ashley! Liat ini!” aku menunjukkannya ke Ashley.
Ashley terkejut. Tanganku membelokkan setir menuju tempat keberadaan Sam.
**
“Ke sana!” aku menunjukkan arah di mana keberadaan Sam. Tepatnya kami mencari di sebuah hutan gelap. Berbekal penerangan layar ponsel, kami terus mencari. Aku memantau lewat ponselku berharap cepat menemukan Sam.
Terlihat sebuah gubuk kumuh terletak di tengah-tengah hutan. Kami berjalan mengendap-endap dan berusaha tidak membuat suara sedikitpun.
Marc langsung mendobrak pintu gubuk tersebut dan mendapati Sam kembali hilang. Felice membawanya kabur. Aku mengobrak-abrik seluruh gubuk ini, sebuah ponsel jelek kutemukan. Pasti ponsel yang dipakai Sam. Kami segera keluar gubuk dan berlari ke semua arah. Terdengar sebuah tembakkan menggetarkan seluruh tubuhku. Aku berlari ke arah sumber suara. Dua buah orang laki-laki bertubuh besar serta seorang perempuan tengah berlari. Laki-laki bertubuh besar itu menggendong bridal Sam dan membawanya berlari cepat menghindari kami semua.
Kami terlibat kejar-kejaran yang melelahkan. Marc terus berlari, bahkan ia berlari lebih cepat dariku dan hampir mencapai para penjahat tersebut. Tangan Marc menarik bahu Felice hingga ia terjatuh. Aku segera berlari menahan dua laki-laki bertubuh besar tersebut. Ashley berusaha membantuku.
Kulayangkan tinjuku ke perutnya, tubuh Sam jatuh ke tanah. Ashley berusaha mengambilnya namun dijegal salah satu dari mereka. Ashley meronta berteriak melemparkannya batu hingga kayu untuk mengambil Sam. Marc datang membantuku, sambil menarik Felice. Pistol yang tadi digunakannya kini di tangan Marc.
Marc menodongkan senjatanya ke pelipis laki-laki yang terus menghantamku. Mereka mengangkat tangan dan Ashley cepat-cepat menarik tubuh Sam menjauhi semuanya. Sam tak sadarkan diri.
Tiba-tiba penyakitku kembali kambuh. Sakit kepala hebat menyerang kepalaku. Rasanya semua sarafku lumpuh semua. Aku terjatuh di tanah, mengerang menahan rasa sakit yang kerap muncul. Sial, kenapa muncul di saat seperti ini?
Dan aku sudah tidak tahu bagaimana kelanjutan kejadian malam ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ever Enough
FanfictionKebenciannya Sam akan MotoGP mempertemukan ia dan Marc. Mereka pun mulai jatuh cinta. Tapi, akankah berhasil? amazing cover by @najlaputri17