7 - Murung.

117 13 0
                                    

Beberapa minggu setelah hari itu. Devin masih bersekolah seperti biasa. Namun ada yang berubah. Langit hari ini cerah. Bahkan sesekali angin bertiup dengan lembut. Namun tidak dengan Devin. Sosoknya menjadi lebih sering menyendiri, meski sifat jahilnya masih sama. Orang baru pun akan tahu jika melihat tatapan Devin sekarang. Hanya berjalan lurus ke depan, tanpa ekspresi.

Kecuali dua orang datang kehadapannya, siapa lagi kalau bukan Sheila, dan Dion teman sebangkunya itu. Ia sadar tak bisa menjauh dari keduanya meski sudah berusaha. Ia hanya mengikuti alurnya. Hingga nanti ia akan lupa sampai mana ia telah mencoba.

"Dev." Tepukan di bahunya membuat Devin berbalik, itu Dion.

"Dev, berhenti kayak gini, gue emang gak bisa ngerasain jadi lo, tapi apa lo gak mau buat kesan baik ke temen-temen lo sebelum..." Dion menggantungkan kata katanya.

"Gue tau." Devin menghela napasnya. Menatap nanar siswa siswi yang berlalu lalang di depannya. "Gue harus gimana?"

"Tetep ceria kayak dulu dan... tetep deketin Sheila." Dion mengucapkannya dengan menatap mata Devin kemudian menepuk-nepuk pundaknya. "Jangan kayak gini, dia pasti sedih."

"Emangnya dia peduli sama gue? Kalo emang gue sama dia ga jodoh, ya udah gapapa, gue mundur." ucap Devin yang lagi-lagi di akhiri dengan helaan napas.

"Ini bukan Devin yang gue kenal." Dion bicara dengan nada serius, bukan bercanda seperti biasa. Sebaliknya, Devin menatap Dion dengan pasrah.

"Lo yang gue kenal gak akan mudah putus asa apalagi soal Sheila. Lo yang bilang sendiri bakal ngejar dan merjuangin Sheila dalam keadaan apapun. Katanya lo cinta sama dia."

"Gue cinta sama dia."

"Terus kenapa lo berhenti?"

"Gue bakal nyakitin dia kalo terus kayak gini."

"Kalo lo berhenti, perjuangan lo bertahun-tahun bakal percuma, Dev!"

"Gue gak bisa, lebih baik gue mundur aja."

"Jadi lo udah mutusin nyerah sama penyakit lo?!"

Devin tersentak. Beberapa hari lalu dia sempat bilang pada Dion kalau dia akan berusaha melawan. Tapi kenapa sekarang dia yang menyerah begini.

"Gue..."

"Ternyata lo beneran pengecut, Dev. Yang cuma berjuang di awal dan gampang nyerah."

Devin sebenarnya sudah tersulut emosi, tapi bagaimanapun juga sahabatnya itu benar. Ia tahu Dion hanya ingin membuatnya bangkit.

"Oke. Gue bakal tetep ceria kayak dulu. Gue gak akan berhenti. Sampe nanti penyakit ini yang bikin gue berhenti."

Dion tersenyum senang. Ia berhasil. "Ini baru sahabat gue." ucapnya sambil merangkul Devin.

"Dev, ke kantin yo!!"

"Ayo!"

Mereka pun berjalan ke kantin dengan wajah sumringah. Meskipun masing-masing tau apa yang kini sedang dirasakan. Mereka hanya menutupinya. Hari esok akan berubah. Tak seperti seminggu lalu.

Gue harap keputusan gue ini gak salah.

× × ×

Happy Reading oke😘

Part ini jadi galau😢

Salam, Mel💘

My FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang