6 - Kerja kelompok.

137 15 0
                                    

Mereka berdua telah sampai di gerbang rumah Devin. Rumahnya yang luas dengan nuansa warna crem itu terlihat sepi. Hanya terdengar suara dari dapur yang sepertinya suara pembantunya yang sedang memasak.

"Ayo, masuk." ajak Devin pada Sheila yang sedari tadi memperhatikan rumahnya.

"Tunggu dulu disini, gue ambil laptop dulu." ucapnya seraya berjalan menuju kamar.

"Oke." Sheila pun mengambil beberapa buku untuk dijadikan referensi tugasnya.

"Lo yang browsing, gue yang nulisnya." kata Devin setelah memberikan laptopnya pada Sheila.

Setelah melihat tatapan bingung Sheila, Devin pun menjelaskan. "Lo kan pinter, lo yang browsing sama cari jawabannya di buku-buku yang ada, gue tinggal nyalin jawabannya, lagian tulisan gue kan bagus, selesai."

Sheila hanya memutar bola matanya malas, kemudian mereka mulai mengerjakan tugasnya.

Masa baru 2 lembar udah pegel sih, tangan gue kenapa lagi, batin Devin. Ia melirik Sheila yang masih berkutat pada laptop di kanan dan buku di kiri. Sejenak ia kagum pada Sheila, pintar dan cantik, juga manis. Devin tanpa sadar mulai tersenyum.

Sheila udah cape-cape mikir, masa gue yang nyalin aja cape. Devin terus menulis dan mengabaikan tangannya yang sudah sangat pegal. Sesekali ia meregangkan tangan kanannya untuk mengurangi pegalnya, tapi tetap saja, malah sepertinya semakin sakit digerakkan.

Sheila menengok ke arah Devin. Ia tau pasti Devin kelelahan, tapi jika ia menyuruh Devin yang mencari jawaban, bisa-bisa ngawur.

5 lembar. Cukup. Devin sudah tidak kuat. Ia menelan salivanya, ia harus tetap menulis sampai selesai. Tapi tangannya sudah tidak bisa di ajak kompromi. Saat ia hendak menulis lagi, tiba-tiba pulpen yang ia pegang terjatuh. Menggelinding ke arah Sheila.

Devin melihat Sheila mengambil pulpen itu dan juga kertas-kertas di depannya. "Loh kok diambil, gue belum selesai nulis."

"Gue aja yang lanjutin, nih lo dikte in aja." Ia menyerahkan kertas kotretan berisi rangkuman, dan beberapa penanda halaman.

Melihat Devin terdiam, Sheila menjentikkan jarinya tepat di depan wajah Devin, membuat cowok itu sedikit tersentak.

"Buruan, malah bengong, ga pernah liat gue baik ya." ucap Sheila terkekeh pelan.

Devin pun tersadar dari lamunannya dan mulai mendiktekan apa yang sudah Sheila tulis, terkadang Devin membuka halaman buku karena jawabannya tertera disana. Sesuai petunjuk Sheila.

Mereka melanjutkan kegiatan itu hampir 1 jam, tanpa menyadari sedari tadi Devin memegang kertas dengan tangan kiri. Devin sendiri hanya diam tak berniat bicara apa-apa soal itu.

Akhirnya tugas mereka selesai.

"Gue duluan ya." ujar Sheila setelah selesai memakai sepatunya.

"Lo beneran udah dijemput?" ucap Devin yang sedang berdiri di pintunya dengan tangan kiri memegang gagang pintu.

"Iya tuh udah ada di depan, daahh." Sheila tersenyum sambil melambaikan tangannya pada Devin.

"Dahh, hati-hati awas ketabrak odong-odong." ucap Devin diakhiri dengan tawanya.

"Yeehh lo mah nge do'a in." ujar Sheila cemberut.

"Udah sana, byee!"

"Byee!"

Devin menatap punggung Sheila hingga gadis itu benar-benar hilang dari pandangannya. Dan saat itu pula seluruh pandangan Devin mulai kabur. Sedari tadi ia menahan tubuhnya agar tak terlihat lemas.

Bi Inah yang melihat anak majikannya terduduk di balik pintu seraya memegangi kepalanya pun mulai panik.

"Saya telfon nyonya ya, Den." tanpa menunggu jawaban Bi Inah pun menelfon majikannya yang sedang di luar kota itu. Memang sebagai pembantu, Bi Inah juga dipercaya menjaga Devin, dan saat darurat seperti ini ia harus segera melapor.

Devin mendengar samar-samar Bi Inah panik di telfon dan mulai memanggil-manggil namanya. Ia merasakan kepalanya sangat sakit hingga rasanya mau pecah. Dan lama-kelamaan semuanya menggelap.

Semoga lo selamat sampai rumah ya, Sheila.

× × ×

Happy Reading😗

Oke aku gak bisa bikin part menegangkan😂

Salam, Mel💘

My FaultTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang