Hari ini hari minggu. Tentunya hari libur bagi seluruh siswa siswi SMA Harapan. Dan di hari minggu ini, Vien tiba-tiba berkunjung ke rumah Sheila. Yang di sambut senang oleh sang empunya.
"Udah siang nih, lo gak ada niatan makan gitu?" ucap Vien seraya memegangi perutnya.
Sheila yang sedang duduk bersila dengan bantal di atasnya pun tampak berpikir. "Beli? Atau bikin?"
"Terserah lo sih, tapi bikin nasi goreng pake sosis pake ayam pake sambel yang pedes terus minumnya bikin jus jeruk pake es batu yang banyak terus gelasnya hias yang cantik terus kasih payung atasnya terus-"
"Terus terus terus, katanya terserah, ko permintaannya bejibun." ujar Sheila memutar bola matanya malas.
Vien hanya terkekeh sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya. "Ya kan itu usul hehe."
Baru saja Sheila berjalan dua langkah ke arah dapur, telfonnya bergetar. Ia berbalik badan melihat Vien tengah memegang ponselnya.
"Siapa tuh?" ujar Sheila yang kembali duduk.
"Gak tau, cuma nomer doang." Vien pun menyodorkan ponsel itu pada Sheila.
"Halo?"
"Ini siapa ya?"
"Devin."
Sheila mengatakan pada Vien kalau itu adalah Devin dengan isyarat mulutnya.
"Oh Devin.. lo dapet nomer gue darimana?"
"Ada deh."
"Oh iya, gue mau bilang makasih soal buku fisika lo, belom sempet gue balikin, maaf juga lo jadi dihukum."
"Santai aja.. By the way lo nelfon gue mau bilang gitu doang?"
"Hah?"
"Hah kenapa?"
"Kan lo yang nelfon gue gimana sih."
"Lo kali yang nelfon gue, ngapain gue nelfon lo."
"Devin!"
"Apa? Udah ya gue sibuk, bye"
"Dev..tunggu! Dev!!" Sheila menatap ponselnya dengan kesal dan bingung. "Dimatiin lagi."
"Kenapa? Devin bilang apa?" tanya Vien yang sedari tadi hanya menyimak.
"Masa dia nanya kenapa gue nelfon dia, padahal kan dia yang nelfon." ujar Sheila masih memegang ponselnya.
"Bukannya kata lo dia emang aneh."
"I-iya sih" Sheila memajukan posisi duduknya mendekatin Vien "Tapi akhir-akhir ini dia aneh banget, gue jadi bingung."
"Bingung apa khawatir nih? Ehm hahaha." Vien malah menggoda Sheila membuat Sheila semakin kesal. Ia langsung melempar bantal di sebelahnya pada Vien. "Gue serius Vieennn."
"Biasa aja kali.. Tapi emang iya sih." Vien sedikit mengingat-ngingat kejadian beberapa hari lalu. "Waktu itu gue baru masuk ke kelas, terus liat dia kebingungan, gua tanya kenapa, dia jawab dia lupa bangku dia dimana, akhirnya gue tunjukkin deh."
"Dia jadi pelupa, tapi nggak wajar." ucap Vien yang dihadiahi anggukan semangat Sheila.
"Bener banget, dia tuh lupa hal-hal yang biasa dilakuin sehari-hari, kadang dia lupa apa yang baru aja dilakuin." Sheila menggigit bibir bawahnya mengingat tingkah Devin yang semakin aneh.
"Lo suka sama Devin?" tanya Vien tiba-tiba membuat Sheila membelalakkan matanya lebar.
"Ko jadi bahas itu!!" balas Sheila tak terima.
"Gue cuma mau bilang. Kalo lo suka mending lo ungkapin, sebelum lama-lama dia lupa sama lo."
Deg. Kenapa rasanya sangat menohok. Mengingat kemungkinan yang akan terjadi pada Devin. Tapi ia menepis segala pemikirannya itu.
"Emangnya dia kenapa? Dia sakit? Parah? Masa bisa lupa sama gue? Amnesia?" Sheila terus bertanya-tanya karena hatinya mulai merasa sakit. Benar, ia khawatir pada Devin. Ia takut.
"Ya gue sih gak tau, tapi kayaknya si Dion tau."
"Dion temen sebangku Devin?"
"Ya iyalah.. Coba lo tanya dia. Terus coba lo pikirin lagi.." Vien sedetik menjeda ucapannya. "Soal perasaan lo."
Sheila menatap Vien kemudian menunduk sedih, sahabatnya ini sukses membuatnya merasa takut, khawatir, dan bingung di saat yang bersamaan.
Gue udah sadar akan perasaan gue. Apa lo juga ngerasa yang sama? Tunggu gue, Dev.
× × ×
Happy Reading yaa😜
Iya Sheila lama bgt sadarnya😅
Salam, Mel💘
KAMU SEDANG MEMBACA
My Fault
Historia CortaKenapa penyesalan selalu datang di akhir? Pertanyaan yang sama. Setiap hari. Setiap bayangmu selalu mengisi pikiranku. Hanya bayangmu. Tanpa hadirmu. Tak seperti dulu. Bukan ini yang ku inginkan, aku harus bagaimana?