selesai ijab kabul. jaehwan dan sewoon, yang baru menikah, bersalaman dengan semua tamu.
usai acara, jaehwan menarik tangan sewoon keluar dari keramaian. dia ingin mengatakan sesuatu. sewoon tau ketika lelaki belahan jiwanya ini menariknya dari keramaian, itu artinya jaehwan ingin berkata sesuatu yang serius.
jaehwan menatap sewoon; pria yang baru saja dia terima nikahnya.
jaehwan mendekap sewoon yang berdiri dihadapannya. dia berbisik. "jangan pernah lupa detik ini, ya,"
jaehwan menahan air mata. kemudian menatap lekat sepasang mata di hadapannya.
"hari ini, saya janji sama kamu. melindungi kamu. sekarang dan nanti. saat hidup dan mati,"
jaehwan masih menatap sewoon lembut. sewoon hanya mengangguk dengan air mata yang berusaha dia tahan.
▪▪▪
"mas, ada cerita lagi gak? aku gak bisa tidur,"
sudah satu minggu ini, jaehwan dan sewoon tidur di satu ruangan dengan ranjang yang sama. meski masih terselip rasa canggung, jaehwan selalu bisa mencari cara untuk membuang segala kecanggungan itu. seperti sekarang, sewoon menjadi ketagihan akan cerita yang pria itu dapati dari almarhum ayahnya.
jaehwan yang baru saja memasuki kamarnya pun menghampiri sewoon yang sedari tadi sudah terkapar di ranjang miliknya—milik mereka berdua.
"ada. kamu mau tau gak alasan saya buat rumah ini dulu sebelum saya menemukan kamu?"
"mauuuu. apa tuh? cerita mas, cerita!"
jaehwan tersenyum kecil melihat tingkah antusias sewoon yang menurutnya sangat lucu ini. kemudian, dia mengubah sikap duduknya untuk menyender pada dashboard ranjangnya.
"dulu, bapak saya pernah bilang, planning is everything," ujarnya. "cerita ini bapak ambil waktu dia pacaran sama mamah. bapak ngelamar mamah setelah dia dapat pekerjaan. dan tanpa berpikir panjang, dia langsung nentuin tanggal nikah gitu aja,"
"..."
"semua baru kepikiran ketika hari pernikahan udah dekat. ternyata selama ini, bapak gak ngatur keuangan dengan baik. dia akan menikahi mamah yang artinya dia akan meminta mamah untuk percaya sama dia. untuk memindahkan bakti dia, yang tadinya ke orang tua, menjadi pada suami,"
sewoon mengangguk-angguk kecil.
"dia menyesal karena tanpa dia pikir lebih dulu, nantinya dia gak bisa memberikan apa yang wajib seorang suami berikan,"
"maksudnya?"
"maksudnya... suami itu punya kewajiban. kewajiban suami disini adalah siap lahir dan batin. ketika suami mengajak menikah tanpa persiapan lahir yang matang, itu artinya batin suami juga belum matang. belum siap mentalnya. dan, dia harus mengerti apa arti dari siap melindungi.
jika batin suami siap melindungi, maka wujud kesiapannya adalah, punya atap yang dapat melindungi pendampingnya dari panas, hujan, dan bahaya. kamu ngerti gak?"
lagi-lagi sewoon menjawabnya dengan anggukan kepala.
"gak perlu megah. gak perlu kaya. ngontrak pun jadi. yang jelas, ada atap untuk melindunginya dan semua itu bisa dibayar dari kantong sendiri. nah itu, wujud dari melindungi,"
"..."
"jika batin suami siap menafkahi maka wujudunya adalah punya penghasilan yang mencukupkan pendampingnya dengan wajar. gak perlu mewah. gak perlu memanjakan, tapi cukup dan wajar. itu wujud dari siap batin,"
"..."
"bukan berarti seorang harus kaya dulu sebelum menikah. tapi, harus punya rencana. punya persiapan. karena menikah itu banyak tanggung jawabnya. dan, bapak meminta saya sama kakang untuk merencanakan semuanya dari awal. semua ini berlaku untuk anak-anaknya. bahkan untuk anak kita nantinya,"
seketika jaehwan melirik kesebelahnya. dia melihat, ternyata sewoon sudah terlelap disana dengan nyenyak. jaehwan menggeleng kecil dan sesekali mengulas senyum.
akhirnya, jaehwan pun menarik selimut sampai menutupi leher sewoon seraya berbisik, "sleep tight, kim sewoon..."
▪▪▪
daehwi reaction: