Mirror

808 105 39
                                    

박지연
Park Jiyeon

Aku mencurahkan perasaanku pada Myungsoo. Mungkin saking pusingnya, sekarang ini aku tidak memperlakukannya sebagai pengganggu. Saat ini bukan dia masalah utamaku, melainkan berita palsu yang efeknya tidak habis-habis.

Dia menoleh padaku. "Kita harus berterimakasih pada masalah, kan? Terkadang mereka membuat kita berubah menjadi lebih baik," ucap Myungsoo. Aku menangkap keseriusan dalam nada bicaranya.

Kalau dua tahun yang lalu Myungsoo tidak menolakku dengan cara memalukan begitu, kalau dua tahun yang lalu seisi kelas tidak menghinaku, pasti saat ini aku belum berubah. Masih seorang Park Jiyeon cupu, polos, dan jelek. Aku berubah karena hal itu. Karena suatu masalah yang kupikir aku tidak bisa menanganinya sama sekali.

Perkataan namja itu benar meski terdengar sedikit egois, tidak, sangat egois di awal. Apakah dia merasa berjasa padaku karena telah membuatku sakit hingga ingin berubah? Hah!

Kali ini saja, aku pura-pura tidak sadar keegoisannya itu.

"Jadi, aku harus mengambil hal positif dari masalahku ini?" tanyaku ragu karena tak merasa ada hal baik dari masalah ini.

Myungsoo menggeleng, "Kurasa kau belum menemukan hal positif tersebut."

"Memang."

///

Author

"Bagaimana malam itu, saat aku pergi ke mall bersama Jiyeon, kau jadi bermain billiard dengan Myungsoo?" tanya Hwayoung. Dia dan Sungjong masih berada di kantin sepeninggal Jiyeon serta dua junior mereka tadi. Di atas meja kayu panjang itu terdapat tiga gelas coklat panas. Salah satu di antaranya sudah tak berisi.

Sungjong terlihat gelagapan sebentar. "Malam itu..? Ah, iya. Seperti biasa.. ada Hoya dan Woohyun juga..," jawabnya.

Hwayoung ber-oh panjang. Dia hafal sekali kebiasaan Sungjong, termasuk bermain billiard bersama Myungsoo dan teman-temannya dari luar sekolah. Dia bahkan sudah mengenal Hoya dan Woohyun, dua orang itu adalah mahasiswa semester pertama dari Universitas Daegu.

Sungjong segera menggeser topik mereka. "Mengenai Jiyeon.." Dia sendiri tidak menyelesaikan kalimatnya hingga Hwayoung meyahut.

"Kau mengingatkanku tentang itu lagi. Aku marah pada orang itu."

Tanpa dikatakan pun Sungjong sudah bisa melihat wajah Hwayoung yang berang. Tidak mungkin gadis itu terima teman baiknya diperlakukan tidak adil oleh oknum tak bertanggung jawab. Sebagai pekerja dalam dunia hiburan juga, Hwayoung pasti lebih mengerti tentang masalah seperti itu dan bagaimana dampaknya.

"Kita tidak bisa melakukan apa-apa untuk membuktikan berita itu palsu." Sungjong memandang meja. Di saat seperti ini dia merasa tidak berguna. Salah satu temannya digunjing seisi sekolah, tapi dia tidak bisa membantu apa-apa.

Hwayoung lebih merasa bersalah dari Sungjong, dia menopang dagu memainkan gelas coklat panas dengan tangan kanannya. "Misalnya pun ada, sulit untuk membuat orang-orang percaya."

Sungjong mengangguk-angguk setuju. Mereka berdua diam untuk beberapa detik sampai Hwayoung berbicara lagi. "Kasihan Jiyeon.. Apa kau tahu? Kemarin sore aku dan Jiyeon baru keluar dari salon, kami ingin berjalan ke mobil kami masing-masing, tapi tiba-tiba ada dua remaja yang melempar telur ke kepala Jiyeon. Padahal kami berdua baru saja di creambaTH!"

Pacarnya menunjukkan sedikit ekspresi terkejut, "Apakah itu ulah haters?" tanyanya.

"Pasti," ucap Hwayoung yakin. "Entah berapa lama dia sudah menunggu kami keluar."

I'll Show You 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang