Sehun memarkirkan mobilnya di dekat sebatang pohon, di satu sudut pinggir jalan yang cukup tersembunyi dari keramaian orang. Setelah mengantarkan Siera kembali ke kampus, ia memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rumah karena merasa benar-benar frustasi. Ia kira, setelah memenuhi permintaan terakhir Jo untuk kembali ke Seoul dan juga bisa mengunjungi makamnya, semua perasaan yang selama ini menderanya akan menghilang. Ia kira, ia bisa hidup dengan normal tanpa kembali teringat dengan apa pun yang pernah menimpanya.
Sehun menarik napas panjang, lalu mengembuskannya dengan perlahan. Pandangannya teralihkan oleh sebuah kunci yang sengaja dibiarkan tergeletak di atas dashboard setelah ia mendapatkannya. Kunci yang diberikan bibinya tadi pagi sebagai permohonan agar ia bersedia menempati apartemen yang dulu pernah ditempati oleh Jo. Bayangkan saja. Pada saat itu ia ingin sekali menolak karena bagaimana pun perasaan bersalahnya saja belum bisa ia redakan, apalagi harus tinggal dengan semua kenangan yang menyimpan memori Jo di dalamnya. Namun bagaimana bisa ia menolak, jika ibu dari sepupunya itu sendiri yang memohon?
Pandangannya menerawang jauh ke depan, sementara pikirannya tidak terpusat di sana. Bayangan pemakaman tadi pagi entah mengapa masih terngiang-ngiang dan rasanya tidak mau menghilang dari kepalanya. Kini apa yang harus ia lakukan? Ia menangkupkan wajahnya pada stir mobil dan terdiam sejenak. Belum bisa ia menemukan jawaban atas semua itu, mengapa harus ada lagi permintan lain yang menambah pikirannya?
Sehun kembali menghela napasnya. Tiba-tiba ia mendengar ada seseorang yang mengetuk kaca mobilnya. Agak terkejut, ia langsung menegakkan tubuhnya. Tak lama ia mendapati wajah Hayoung yang terlihat panik dan masih terus mengetuk-ngetukkan kaca jendela mobilnya.
Sehun menekan tombol otomatis di samping pintu untuk menurunkan kaca jendela. "Ada apa?"
Hayoung membungkukkan badannya begitu kaca mobil itu terbuka lebar. "Kau tidak apa-apa, Sehun-ssi?" tanyanya dengan nada panik. "Apa ada yang sedang kau rasakan? Apa kau merasa sakit?"
Sesaat Sehun menatap gadis di depannya dengan bingung. "Ada apa?" tanyanya lagi. "Mengapa wajahmu panik seperti itu?"
Hayoung menghela napas lega. "Syukurlah," ucapnya sambil mengelus dada. "Kukira kau sedang merasakan sakit seperti tadi pagi."
"Apa?"
Hayoung tersentak melihat ekspresi wajah yang diberikan Sehun. "Ah, maafkan aku." Ia membungkuk salah tingkah. "Aku tidak sengaja mengenali mobilmu dan kulihat kepalamu sedang tertelungkup di atas stir mobil," jelasnya terburu-buru. "Aku ingat tadi pagi kau sempat sakit—dan aku hanya takut kau kembali merasa seperti itu. Sekali lagi maafkan aku."
Tatapan Sehun sama sekali belum teralihkan ke arah lain dan masih terus menatap Hayoung tanpa berkedip.
"Ah, ya. Ngomong-ngomong mengapa kau sendirian di sini?" tanya Hayoung berusaha mengalihkan pembicaraan.
Untuk beberapa saat Sehun hanya terdiam, lalu ia mengalihkan pandangannya ke depan. "Apakah jawaban yang akan kuberikan penting untukmu?"
Hayoung mendengus mendengar nada dingin dari suara Sehun. "Ternyata masih saja menyebalkan."
"Apa?" Sehun pura-pura tidak mendengar.
Hayoung tersentak. Ketika melihat Sehun sedang menatap ke arahnya, ia segera mengalihkan pandangannya ke arah lain. "Aku tidak mengatakan apa-apa."
Gantian Sehun yang mendengus. "Dasar gadis aneh."
Hayoung melotot.
Namun Sehun pura-pura tidak melihat dan malah menyalakan mesin mobilnya. "Sore-sore begini, mengapa kau masih berkeliaran di jalan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Someday For You (Oh Couple_Sehun_Hayoung)
FanfictionAwalnya Oh Hayoung lebih memilih jauh-jauh dari laki-laki dingin, sombong, cuek, dan angkuh bernama Oh Sehun yang telah membuat harinya sial. Suatu ketika untuk kali pertama, ia melihat laki-laki itu tersenyum-bagaimana bisa laki-laki itu tersenyum...