Pagi ini Fadhillah menyiapkan sarapan untuk Husain yang sedari tadi sudah menunggu di meja makan.
"Mulai hari ini kamu tidak usah pergi belajar ke pesantren." Ucap Husain masih sama dinginnya
"Kenapa?" Muka Fadhillah memelas sambil duduk di hadapan Husain
"Kamu belajar dengan saya saja di rumah, kamu cukup menjadi istri dan murid saya di rumah." Pandangannya datar, kali ini ia benar-benar rindu senyum seorang Husain. Nampak jelas bahwa wajahnya, diselimuti rasa sedih dan tidak suka yang mendalam
Fadhillah mengangguk dan mulai memberikan nasi pada piring Husain, namun ia masih penasaran dengan Husain yang mengigau menyebut nama Kaira. Wanita mana yang rela mengetahui bahwa suaminya masih menyimpan nama wanita lain di dalam hatinya?
"Mm.. kak?" Panggil Fadhillah membuat suapan pertama Husain terhenti dan menaruhnya kembali lalu Husain menatap Fadhillah
"Ada hubungan apa kakak dengan kak Kaira." Fadhillah akhirnya menunduk, ia menduga Husain akan marah
"aku sudah bilang tidak ada Fadhillah , tidak usah membahas itu lebih baik kau makan saja." Husain kembali menyuapkan makanannya. Nadanya dingin penuh tatapan kekesalan, Fadhillah kembali menyuapkan makanan pada mulutnya sambil menunduk tak kuasa melihat wajah Husain.
Selesai makan dan mencuci piring kotor di dapur Fadhillah mencium punggung tangan Husain untuk berpamitan
"aku pergi Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Husain pergi meninggalkan Fadhillah, dan jauh di lubuk hatinya ia masih menuntut jawaban suami tercintanya, tapi biarkanlah rasa penarannya ia kubur bersama kesedihan yang selalu nampak tiap harinya.
Ia mengelus dadanya pelan Aku istiqomah untuk hijrah, biarkan derita ini sebagai ujian bahwa Allah sedang mengukur seberapa sampai aku berjalan di atas ujian Senyumnya kembali merekah
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Jawab Fadhillah yang memaksakan bibir mungilnya untuk mengembang.
Hari ini Fadhillah akan memasak sayur asem kesukaan Kak Husain tapi sepertinya ia harus ke pasar untuk membeli sayurannya karena di kulkas hanya ada telur
Fadhillah mengambil tasnya lalu pergi keluar untuk meminta ijin terlebih dahulu kepada Husain, lima langkah lagi menuju kantor Husain yang dilihatnya adalah Kaira dengan Husain sedang mengobrol walau jarak yang begitu jauh tetap saja hati wanita itu sensitif dan rasanya begitu sakit .
Husain sedang tertawa bahagia bersama Kaira
"Fadhillah? kemari." dengan nada lembutnya Kaira memanggil sepertinya ia mengetahui Fadillah berdiri di sebrang sana sambil matanya yang berkaca-kaca dan segera Fadhillah menghapus air mata yang hampir jatuh itu ia menghampiri Husain dan Kaira, wajah Husain berubah dan senyumnya tak lagi terlihat ketika Fadhillah datang"Maaf ya Fadhillah kakak ngobrol sama suami kamu, gak macem-macem kok hehe lagian ada mas Fajri juga di sini. Gak apa-apa kan Dill?" Senyumnya menyejukan hati, membuat Fadhillah lagi-lagi mengangguk dan melemparkan senyum palsunya
"gak apa-apa kak , Dhillah hanya ingin meminta ijin pada kak Husain untuk pergi ke pasar." Fadhillah menatap Husain dengan tatapan ragu penuh kesal, kecewa, benci, juga rindu ucapan ramah Husain ketika pertama mereka bertemu
"Ohya Dhill, kakak ada berita gembira loh." suara yang tiba-tiba terdengar dari suara lembut Kaira membuat Fadhillah akhirnya mengarahkan wajah ke arah Kaira
"apa kak?" tanya Fadhillah penasaran
"kakak hamil." Wajah Kaira semakin berbinar, cantik sangat cantik, Fadhillah tersenyum lalu menatap Husain yang memilih memalingkan wajah ke arah lain, jujur saja ia ingin seperti kakak angkatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Imam dan Iman (Open PO)
EspiritualBlurb "Kamu harus menikahi Fadhillah!" Husain langsung terperanjat kaget. Matanya membulat seperti bulan purnama. Alisnya pun ikut menyerit, "Kenapa, Bi?" "Ibu Fadhillah baru saja meninggal dunia. Ia juga mengamanahkan Fadhillah untuk kamu jaga." ...