Cemburu

15.9K 1K 51
                                    

Tiba-tiba seorang wanita berjalan dengan cepat, hingga sebuah kertas dari tasnya jatuh ke lantai.
Dia Senna, Husain menyeritkan dahinya. Ingin memanggil namun terlambat, ia sudah jauh.

Husain meraih lembar kertas foto itu, dan ia termengu.

Degg.. Hatinya kembali berdegup kencang, hatinya gemetar. Ini perasaan yang berbeda.

Tiga kalimat tertulis jelas di belakang fotonya, Fuhaira Hasenna Fahda♥

Husain berlari mengejar wanita itu, ia mengejar Senna dengan napas yang memburu. Kebetulan lorong nampak sepi karena jadwal jam pelajaran. Ada jadwal siang, tapi jam 14:00 WIB. Husain bisa dengan gampang mengejar wanita itu, terlihat Senna berjalan ke arah pintu ke luar kampus.

"Tunggu." Teriak Husain, ia menyentuh pundak wanita itu. Ia tidak merasa berzina karena yakin bahwa perempuan itu adalah mahramnya yang hilang dua puluh tahun yang lalu.

Wanita itu berbalik, kali ini keduanya saling tatap. Husain jelas melihat bola mata itu, bola mata yang besar, pupil dengan warna kecoklatan, hidungnya jelas seperti Husain, mancung.

Wanita itu seperti merasakan apa yang pria dihadapannya itu rasakan. Matanya berkaca, begitupun dengan Husain. Seperti ada perasaan rindu yang berkecamuk di dada mereka saat ini.

Husain memeluk Senna erat, sontak Senna terkejut, yang semakin membuatnya terkejut adalah ia mendengar Husain menyebut namanya dengan sebutan Fahira. Itu panggilan nama yang telah lama tidak Senna dengar.

"Ini benar kamu kan Fahira? Ini abang Fahira, bang Husain." Ucapnya lirih

"Bang Husain, Senna rindu abang." Ucap Senna semaikin terisak.

***
Fadhillah baru saja membersihkan rumahnya, dan kebetulan ummi sedang ada di rumahnya saat ini. Ummi sedang bersama dengan Ainun dam Harist di ruang tamu.

Di dekat meja komputer, Fadhillah melihat buku bersampul cokelat tergeletak di sana. Bertulis Buku agenda nilai. Fadhillah mengerutkan keningnya, Husain lupa membawa buku itu. Padahal buku itu sangat penting baginya.

Ia segera mengganti bajunya, dan setelahnya langsung berjalan ke ruang tamu. Di temuinya ummi, dan anak-anaknya di sana.

"Mmi, buku kak Husain tertinggal. Fadhillah boleh titip Harist sama Ainun?" Fadhillah bicara santai, seakan-akan sedang tidak terjadi masalah apapun.

"Boleh sayang, hati-hati di jalan ya?" Fadhillah menyalami mertuanya,

"Assalamu'alaikum warahmatullah,"

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."

Fadhillah segera mengendarai motornya, sebenarnya di hatinya masih tak enak. Tapi apalah boleh buat, kalau saja buku Husain tak tertinggal. Menatap wajah Husain saja sedikit tak sanggup, apalagi berbicara dengan Husain, suara dingin, dan datarnya mampu menembus hatinya.

Setelah sampai di kampus, Fadhillah melepas helmnya, dan berjalan ke dalam.

DEG..

Dalam hitungan lima detik air matanya jatuh, Fadhillah membalikan badannya. Dadanya sesak melihat pemandangan itu, hatinya tersayat perih melihat suaminya berpelukan dengan wanita lain.

Fadhillah berjalan ke arah pak satpam. Matanya sudah banjir digenangi air mata, Fadhillah mencoba menghapusnya agar tak siapapun curiga, lalu ia menitipkan buku itu kepada pak satpam.

***

Husain melepas pelukannya, ia tersenyum ke arah Senna, "Kemana saja kamu selama ini dek?" Tanya Husain pada Senna, adiknya.

Karena Imam dan Iman (Open PO) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang