Sebelum subuh tiba, Husain sudah lebih dulu masuk ke kamar mandi. Selesai mandi ia baru tersadar bahwa bajunya lupa ia bawa ke kamar mandi, segera ia lilitkan handuk di tubuhnya, lalu membuka pintu kamar mandi.
Fadhillah yang sedang menyisir rambut panjangnya, seketika menoleh ke arah Husain lalu memutar cepat kembali wajahnya ke arah kaca.
Tubuh Husain begitu seperti apartemen, kotak-kotak. Meski ia seorang ustadz, kemampuan bela diri dan olahraganya tak pernah ia tinggalkan.
Husain hanya tersenyum lalu menggelengkan kepalanya ketika melihat tingkah istrinya itu, apa ada yang salah?
Mereka sudah menjadi pasangan suami istri, jadi tidak perlu ada yang ditutupi. Lagi pula dengan Fadhillah menatap tubuh Husain tadi tidak akan jadi zina.Segera Husain mengambil sehelai baju kokonya di dalam lemari "Belum mandi, udah sisiran aja" Canda Husain yang sedang memakaikan baju ke tubuhnya.
Fadhillah masih menatap kaca di hadapannya "Iya ini juga mau mandi." Fadhillah beranjak dari tempat duduknya, lalu masuk ke kamar mandi.
"Fadhillah baju sama handuknya gak dibawa?" Teriak Husain
Fadhillah membuka kembali pintu kamar mandinya dan berjalan menuju lemari yang di depannya masih ada Husain, ia segera mengambil sehelai gamisnya dan langsung masuk kembali ke dalam kamar mandi tanpa menghiraukan Husain yang telah dilaluinya ketika berjalan.
"Fadhillah senyumnya ketinggalan." Teriak Husain lagi-lagi membuat Fadhillah kembali menampakan wajahnya dari pintu kamar mandi dan menebar senyum terpaksanya.
Selesai mandi, keduanya melaksanakan sholat subuh berjamaah di rumah. Tak terasa matahari pun mulai menaik, Husain segera berpamitan sambil mencium kening Fadhillah sebelum ia pergi ke kampus untuk mengajar.
Fadhillah ditinggalnya sendirian di rumah, tiba-tiba perutnya terasa tak enak. Padahal ia terbiasa sarapan nasi goreng pada pagi hari, Fadhillah segera berlari ke kamar mandi.
Ia terus merasakan mual, dan membuatnya harus bolak-balik ke kamar mandi sejak Husain pergi.Ingin memeriksa kondisinya. Namun saat hendak meminta ijin telepon Husain tidak aktif. Ia segera pergi ke rumah ummi, namun Ustadz Khairi bilang bahwa Ummi, Kyai, dan Hasan baru saja pergi.
Fadhillah berdiam diri di depan pintu rumah ummi sambil menggigit bibirnya, sesekali menahan mualnya. Ia harus segera ke rumah sakit, langsung saja ia meng-sms Husain untuk meminta ijin, nanti juga ia lihat smsnya. Setidaknya Fadhillah sudah meminta ijin.
Fadhillah menghentikan kendaraan umum yang berlalu lalang di depan pasantren, langsung saja ia menaikinya. Dalam perjalanan ia terus menutup mulutnya agar muntahnya tidak keluar.
"Pak, kiri pak!" Ucap Fadhillah memberhentikan angkutan umum yang ia tumpangi tepat di depan rumah sakit Bandung.
Selesai membayar, Fadhillah berjalan menuju ruang pemeriksaan. Dokter meminta Fadhillah untuk segera di USG, hatinya bertanya-tanya Untuk apa?
Setelah beberapa menit menunggu hasil, akhirnya dokter tersebut mengucapkan selamat pada Fadhillah, dan hatinya pun semakin bingung. Membuat Fadhillah menggaruk kepalanya yang dibalut hijab dengan tak ada rasa gatal sedikitpun
"Selamat ya, kamu telah mengandung. Usianya baru dua bulan." Ucap dokter Nina, nama yang terlihat dari nametagnya.
Perasaan senang, haru, bingung, saat ini campur aduk menyelimuti pemikirannya yang penuh di otak Fadhillah "Makasih dok." Ucap Fadhillah sambil memegangi tangan sang dokter
"Jangan banyak pikiran, dan jangan terlalu lelah ya?" Dokter pun ikut merasakan kebahagiaan yang sedang Fadhillah rasakan saat ini.
"Kalau begitu saya permisi untuk pulang ya Dok, terima kasih sekali lagi. Assalamu'alaikum Warahmatullahi wabarakatuh." Ucap Fadhillah membuka pintu ruangan, senyumnya merekah indah seperti pelangi yang datang setelah hujan dan petir menyambar .
Kini Fadhillah akan menjadi ibu muda, Fadhillah tak pernah menyesal atas jalan yang ia tempuh saat ini. Fadhillah mensyukuri karunia yang telah Allah berikan kepadanya, terlebih ia dikelilingi orang-orang yang menyayanginya seperti Ummi, abi, Hasan, dan Husain . Semakin bertambahlah kebahagiaannya saat Allah mengaruniakannya calon buah hati yang sangat keluarganya rindukan.
Sambil membawa hasil USG, Fadhillah kembali pulang menaiki angkutan umum.
Ada rasa tak sabar ingin memberitahu kabar gembira ini pada sang suami tercinta, setelahnya ia turun dan memasuki gerbang pesantren. Ia harus bersabar menunggu Husain pulang sehabis ashar. Sekarang saja waktu masih menunjukan pukul 11:45 WIB . Sebelum adzan dhuhur berkumandang, Fadhillah langsung mengambil air wudhu, dibasuh wajah cantiknya dengan air wudhu tanpa menghilangkan senyum yang terus merekah setiap detiknya.
Segera Fadhillah melantunkan ayat suci Al-Qur'an seraya bersyukur atas kenikmatan yang selalu Allah berikan padanya. Hingga adzan berkumandang dan semakin pula ia bersemangat untuk sholat.
Kali ini waktu menunjukan pukul 16:30 WIB Belum didapatinya Husain kembali. Fadhillah masih terus menunggu di ruang tamu tanpa makan dan minum, ia masih menunjukan senyumnya meski sedikit memudar karena lelah.
Fadhillah beranjak melihat ke arah jendela lalu kembali lagi ke duduknya semula, terus ia tunggu kedatangan pangerannya untuk menyampaikan berita gembira. Hingga waktu telah menunjukan pukul sebelas malam. Fadhillah akhirnya tertidur di sofa ruang tamu, meski tertidur hatinya masih berharap Husain segera datang .
****
Pukul 04:10 WIBTok..Tok..Tok suara ketukan pintu menandakan ada seorang yang datang, Fadhillah beranjak dari soffa, membenahi hijabnya yang agak sedikit miring. Lalu segera berjalan dengan cepatnya keluar, ia tak sabar menyampaikan berita gembira yang semalam belum tersampaikan, hatinya terus berdo'a Semoga, kak Husain yang datang .
Fadhillah membuka pintu, dan untuk kesekian kalinya ia kecewa, yang didapatnya bukan Alinya tapi Ustadz Khairi kerabat dekat Husain .
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." jawaban Fadhillah sangat tak bertenaga.
"Afwan, Fadhillah. Kedatangan saya kemari untuk memberi tahumu bahwa kemarin siang Ustadz Husain, Hasan, Ummi, dan Kyai Anwar pergi ke Kalimantan untuk membawa jenazah Fajri. Fajri kecelakaan hingga Allah mengambilnya. Ustadz dan keluarga mencoba menenagkan hati Kaira yang ditinggalkan Fajri ketika hamil besar. Afwan sekali lagi ukhti Fadhillah pesan dari ustadz Husain baru sampai dihandphone saya. Mungkin karena di sana sinyalnya tidak begitu bagus." Perjelas Ustadz Khairi, yang dilakukannya kini menutup mulutnya dengan air mata yang sudah membendung di kelopak matanya.
Entah perasaan apa yang menyelimuti hati Fadhillah, seketika hatinya tak berharap lagi Husain kembali. Pupus sudah kebahagiaannya yang tergantikan oleh tetesan air mata kepedihan.
Fadhillah melaksanakan sholat subuh sendiri di rumahnya, menahan tangisnya agar tak tumpah saat sholat, isakannya terus terdengar lirih seraya berdoa "Ya Allah zat yang telah menciptakan segalanya, sesungguhnya hati ini benar-benar hancur mendapati berita yang sebenarnya tidak ingin aku dengar. Baru saja aku mendapati berita kebahagian lalu semuanya pupus dan terasa begitu menyakitkan, Ya Allah yang Maha Penyayang lagi Maha Bijaksana aku tak tahu jelas mengapa diriku terasa begitu tak berdaya. Ku dapati berita tersebut, sedih karena saudaraku yang telah pergi dan ditinggalkan atau sedih karena orang yang kunantikan meninggalkanku sendiri dengan segudang harapan? Ya Allah sesungguhnya aku memohon perlindunganMu dari sifat iri dan dengki . Aamiin Ya Rabbal'alamiin" Kali ini air matanya sudah tak dapat terbendung lagi, ia curahkan segala perasaannya lewat barisan doa .
Next ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Imam dan Iman (Open PO)
EspiritualBlurb "Kamu harus menikahi Fadhillah!" Husain langsung terperanjat kaget. Matanya membulat seperti bulan purnama. Alisnya pun ikut menyerit, "Kenapa, Bi?" "Ibu Fadhillah baru saja meninggal dunia. Ia juga mengamanahkan Fadhillah untuk kamu jaga." ...