Anak Orang Berada

15 1 0
                                        

Lupakan dulu masalah sekolah. Karena belakangan hari ini kadang aku tidak konsentrasi belajar. Seperti kata temanku Angel. " Lu baik-baik aja kan Ros?" tanyanya suatu ketika yang kujawab hanya dengan anggukan.

" Tapi Ros lu kayak lagi senang yah. Jangan-jangan perkembangan hubungan lu sama kak Ricky sudah lancar nih?" ketika Lusi mengucapkan kata Ricky, aku baru sadar bahwa beberapa bulan lalu aku memang sempat menaruh kagum dengan kakak kelasku yang bernama Ricky.

Karena siapa yang tidak suka dengan dia, kakak kelas yang selalu rangking satu, jago basket plus juara karate berkali-kali. Dan bukan hanya aku saja yang kagum, dari teman sebaya sampai anak kelas satu pun banyak yang suka dengannya.

Dahulu aku sempat minder jika mendekatinya, apalagi aku bukan cewek yang populer di sekolah, namun karena teman-temanku selalu menyemangatiku terutama Lusi maka sampai sekarang aku masih berusaha mendekatinya dengan selalu pasang senyum manis ketika lewat di depannya.

Tetapi itu dahulu sebelum aku bertemu dengan Tommy. Karena setelah pertemuan yang tak disengaja itu hanya Tommy-lah satu-satunya cowok dipikiranku.

Ketika hari sabtu tiba, aku tidak sabar menantikan pagi berlalu berganti siang, siang berganti malam, dan malam berganti mimpi yang indah. Ketika menjelang sore aku segera menuju tempat pertemuanku dengan Tommy. Di ujung jalan aku sudah melihat jelas sosoknya. Hari ini dia cukup santai dengan memakai kaos putih plus jaket berwarna cerah diluarnya dan juga sepatu kets.

" Hai " sapaku malu-malu.

" Langsung dari rumah ?" tanyanya memulai percakapan.

" Yup, oh ya mau kemana nih kita?" tanyaku basa basi.

" Katanya kamu pengen tahu rumahku!" tanpa pikir panjang akhirnya kita berjalan santai menuju rumahnya.

" Kita jalan kaki ?" seperti ada yang salah dengan ucapanku.

" Iya, jalan kaki aja, rumahku nggak begitu jauh kok, sekalian jalan sore, kan bagus, lagian kan ada yang bilang jalan sore itu lebih bagus daripada jalan pagi." jelasnya tanpa ragu.

Aku hanya bisa tersenyum karena entahlah, seperti grogi karena baru pertama kali mengobrol dengannya sambil jalan-jalan, padahal ketika aku malu-malu mendekati kak Ricky, kakak kelas idamanku, aku tidak se-nervous ini. Mungkin karena Tommy masih menjadi cowok yang misterius. Aku juga tidak menyangka langsung mengiyakan begitu saja ajakannya, seolah-olah seperti tersihir aku dibuatnya.

Setelah berjalan sekitar 20 menit, kita sudah sampai di depan rumahnya. Dan aku cukup terpana, karena rumahnya besar sekali dan sangat bagus. Ternyata aku tahu rumah ini, dan aku pernah sesekali lewat di depan rumah ini ketika pulang sekolah, tetapi jarang ketika berangkat sekolah, karena kadang aku berangkat naik motor dengan Ayah lewat jalan lain yang lebih cepat sampai ke sekolah.

Dan kadang ketika pulang lewat sini aku sering bertanya-tanya rumah siapa ini, selain karena cukup berbeda dengan rumah sebelahnya yang besarnya hanya setengah dari rumah ini, rumah ini juga jarang aku lihat penghuninya, karena biasanya sesekali aku pasti pernah melihat atau minimal tahu siapa saja yang menghuni rumah-rumah di sekitar komplek rumahku. Dan ternyata rumah besar ini adalah rumah Tommy. Jangan-jangan dia anak orang kaya, pikirku.

" Kamu tinggal disini?" aku bertanya sambil terperangah.

" Iya, yuk masuk." aku hanya bisa mengikutinya dari belakang.

" Kamu memang jarang keluar rumah ya?" sepertinya ia tidak mendengar pertanyaanku.

" Masuk yuk, bentar yah aku buatin minum. Kamu mau minum apa?" dia menawarkan dengan sopan.

" Apa aja." jawabku begitu saja.

Ternyata di dalam rumahnya cukup megah dengan furniture yang cukup mewah pula. Aku menebak pasti dia anak orang kaya, kalau bukan pengusaha pasti minimal ayahnya mempunyai jabatan yang tinggi di kantornya.

Tetapi aku cukup penasaran, karena rumah sebesar ini terlihat sepi bahkan tadi aku melihat Tommy membuka pintu rumah ini, seakan-akan tidak ada orang lain selain Tommy di rumah sebesar ini ataupun pembantu. Tak mungkin rumah sebesar ini tidak mempunyai pembantu. Namun aku tahan dulu pertanyaan itu. Karena tak lama kemudian Tommy datang dengan membawa segelas air berwarna kuning di tangan kanan dan setoples camilan di tangan kiri.

" Nih makan, oh ya kamu makan malam disini yah?" dia menawarkan tak lama setelah menaruh gelas di meja ruang tamu.

" Di rumah kamu maksudnya?" jawabku penasaran.

" Iyalah, tadi sebelum janjian aku udah masak tumis jamur sama ikan gurame goreng, kamu suka nggak?" aku hampir saja menumpahkan minumanku.

" Apa?" jawabku sambil salah tingkah.

" Iya tumis jamur sama ikan gurame, kamu nggak suka?"

Aku menjawab dengan sedikit tersendat." Bukan... maksudku... kamu masak sendiri?" aku menjelaskan keresahanku.

" Oh, iya, kenapa memangnya, udah biasa kok, ayahku juga bisa masak." jawabnya dengan sangat menyakinkan.

" Hmm, aneh aja, jarang-jarang cowok bisa masak, apalagi makanan berat gitu." tak lama kemudian aku pasang wajah sumringah padanya.

" Kata siapa, zaman sekarang malah banyak chef cowok yang masakannya lebih enak daripada chef cewek." penjelasannya memang ada benarnya juga. Apalagi di hotel-hotel bintang lima, bahkan kerja cowok sebenarnya lebih gesit dibandingkan cewek.

" Memang kamu nggak punya pembantu, atau memangnya mama kamu lagi pergi keluar?" lagi-lagi aku penasaran.

" Oh... mereka lagi nggak ada, ya udah cobain nih cemilannya. Kalau kamu udah lapar banget bilang yah, nanti kita langsung makan." walaupun nada bicaranya agak aneh tetapi dia seperti mencoba jujur.

" Mama kamu juga kerja ya?" aku masih saja penasaran.

" Ya... begitulah, wanita karir." jawabnya pelan.

Dan terlihat dari wajah Tommy, sepertinya dia menyembunyikan sesuatu. Apakah itu aku tidak tahu.

i+ya+s�l�:J�n

Bintang JatuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang