Setibanya di alamat rumah Tommy yang baru, hari sudah mulai gelap. Bahkan mamaku sudah berkali-kali telpon mengapa aku belum pulang juga, lalu aku bilang kalau ada tugas kelompok, semua kulakukan agar mamaku tidak cemas dan ternyata dia percaya begitu saja.
Tetapi setelah aku perhatikan, rumahnya yang sekarang sangat sederhana, dan hanya terdapat sebuah motor di depan rumahnya. Tapi aku tak peduli hingga aku masuk dan mengetuk pintu rumahnya. Tak berapa lama seorang bapak keluar dan dia sepertinya adalah ayah Tommy.
" Tommy sedang tidak ada di rumah. Adik yang telpon tadi ya?" tanyanya penasaran.
" Iya om, tapi saya ada urusan penting nih om. Boleh saya tunggu aja?" aku menawarkan diri.
" Tapi mungkin agak lama atau besok baru pulang, soalnya dia sedang ada di rumah Ibunya."
" Ibunya? Memang Ibunya tidak tinggal disini." aku jadi tambah bingung.
" Memang dia tidak cerita?" ada segurat rasa bingung dan malu diwajah ayahnya Tommy," saya dengan Ibunya Tommy sudah bercerai." aku terkejut, mengapa dia tidak pernah cerita. Selama ini dia hanya cerita kalau mereka jarang di rumah dan sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Apakah selama ini dia berbohong kepadaku, pikiranku mulai kacau.
Akhirnya ayah Tommy menceritakan semuanya secara detail. Sudah setahun ini keuangan keluarganya bangkrut. Perusahaan ayahnya Tommy mengalami pailit. Hingga akhirnya mereka harus menjual semua aset yang mereka punya, termasuk rumah dan kendaraan mereka.
Dan Tommy sudah selama setahun ini tidak sekolah karena setelah orangtuanya bercerai dia jadi sering main-main ke luar rumah dan tidak betah berada di rumah. Bahkan ayahnya berusaha menyalahkan dirinya, jika Tommy yang sekarang sudah berubah.
Padahal dulu dia anak yang rajin, periang dan aktif, tetapi setelah tidak memiliki apa-apa ia merasa malu dan bermalas-malasan. Sering keluar tidak jelas entah kemana. Ayahnya sendiri juga menjadi bingung namun tidak bisa berbuat apa-apa lagi, karena beliau sendiri sedang berusaha bangkit lagi dari keterpurukan.
Mendengar cerita ayahnya Tommy, aku merasa antara kasihan dan marah. Kasihan karena kehidupan mereka berubah drastis dan marah karena Tommy selama ini berbohong kepadaku kalau ayah dan ibunya sudah bercerai, bahkan dia bilang ayahnya seorang pengusaha dan ibunya wanita karir.
Dan ternyata dia juga sudah tidak sekolah selama setahun ini, homeschooling apa coba, hanya sok pamer, gerutuku. Seharusnya dia tidak perlu berbohong. Walau aku tahu pada akhirnya, dia berbohong agar aku terkesan dengannya.
Tetapi untuk apa semua kebohongan itu. Padahal dia sendiri yang memberi nasehat, kalau kita ingin mendapatkan apa yang kita mau, kita harus berusaha bukan hanya berharap pada bintang jatuh, dan sekarang dia berharap kebohongannya akan membantunya keluar dari masalah.
Aku jadi bertambah marah.
Lusi yang menemaniku hanya bisa merasa kasihan. Lalu tidak lama kemudian aku pamit sambil berucap terima kasih, pertama karena kebenaran yang sudah dikatakannya, kedua karena sudah mengganggunya malam-malam begini.
Dan ketika baru saja aku sampai di ujung gang rumah baru Tommy, aku melihat sosoknya tepat dibelokan gang, dan mata kita saling bertemu namun dengan rasa yang berbeda. Matanya menyiratkan kekagetan sedangkan aku kemarahan.
" Rosa... kamu... habis dari mana?" tanyanya tiba-tiba dengan terbata-bata. Tapi aku heran dengan entengnya dia masih bisa berbicara seperti itu sama aku.
" Dari rumah cowok yang tukang bohong." Aku langsung to the point.
" Maksudnya?" tapi tak berapa lama Tommy sadar bahwa aku baru saja pulang dari rumahnya.
" Maaf Ros, aku bisa jelasin semuanya." dia berbicara dengan nada memohon.
" Kayaknya nggak perlu lagi, gue sudah cukup selama ini diceramahin sama lu. Lebih baik lu minta nasehat saja sama alien luar angkasa yang udah bawa gue ke dunia lu yang penuh kebohongan." Aku benar-benar kesal dengannya.
" Aku bisa jelasin kok. Please." dia memohon dengan sangat, bahkan mencoba meraih tanganku tetapi kutepis begitu saja.
" Nggak perlulah, nanti gue malah dinasehatin lagi seolah-olah gue ini orang bodoh."
" Tapi apa yang aku omongin selama ini..."
" Lebih baik kita nggak usah ketemu lagi. Dan oh ya, besok pagi-pagi gue balikin deh semua hadiah yang udah lu kasih ke gue. Terutama kamera, pasti lu lebih butuh daripada gue, buat calon korban lu yang lain." disini aku jadi teringat semua kejutan yang sudah dia berikan ke aku, dan ternyata semua itu hanya cara dia agar aku suka dengannya.
" Kamera? Kamera apa." dia malah tampak lebih bingung lagi.
" Kamera dari lu, kalau perlu sama kartu pos dan bekal makan siang yang udah bawa sial buat gue. Dan terima kasih atas kebohongan yang membuat gue percaya kalau bintang jatuh itu ada." wajahnya jadi semakin bingung.
" Oh ya, dan semua itu akan gue antar langsung besok." aku menambahkan.
" Maksudnya apa? Emang gue pernah ngasih lu apaan?" dan sekarang aku yang nampak kebingungan sekali.
" Ya pemberian lu yang lu kasih di depan rumah gue dan di depan beranda kamar gue. Lu mau bohong lagi kalau lu nggak ngerasa kasih itu barang." Aku merasa pembicaraan ini jadi tidak nyambung.
" Tapi selama ini gue memang nggak pernah ngasih lu barang apapun. Bukannya gue pelit tapi lu sendiri kan tahu bokap gue udah bangkrut, kamera gue yang kemaren aja udah gue jual dan lagi selama ini juga gue cuma bisa ngajak lu ke tempat yang nggak ngeluarin uang banyak, karena emang gue udah nggak punya apa-apa lagi." aku jadi terheran-heran.
Apa maksud dari semua ini. Kalau dia tidak merasa memberikan hadiah-hadiah yang ditaruhnya di rumahku, terus hadiah itu dari siapa. Lusi yang mendengarkan dengan seksama juga merasa aneh dan ganjil sampai akhirnya dia ikut bertanya.
" Ros hadiah yang ditaruh di depan rumah lu itu, lu bilang dari Tommy kan? Tapi kok dia nggak ngaku. Gue liat mukanya kayaknya dia jujur. " dari pernyataan Lusi aku seperti tersadar kalau selama ini hadiah buat aku itu memang tidak jelas pengirimnya.
Dan kenapa aku bilang hadiah itu dari Tommy, karena hadiah itu ada setelah kita berdua jalan bareng, dan lagi selama ini cowok yang berhubungan denganku hanya Tommy. Lalu siapa pemberi hadiah-hadiah untukku selama ini.
Dengan segala pertanyaan-pertanyaan yang menggantung dibenakku. Aku langsung pulang, dan tak kuhiraukan panggilan Tommy yang ingin berbicara empat mata denganku.
Karena sekarang aku hanya fokus pada siapa pengirim hadiah-hadiah di depan rumahku. Khususnya kamera itu. Bukankah Tommy dulu suka fotografi, makanya ia memberikan sebuah kamera kepadaku. Tetapi kalau dipikir-pikir memang sekarang dia sudah tidak punya apa-apa lagi, jadi tidak mungkin dia mampu membelikanku kamera.
Pikiranku menjadi tambah kacau.
tp://mrm
![](https://img.wattpad.com/cover/116966545-288-k226523.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Jatuh
Teen FictionBintang jatuh membawa Rosa bertemu dengan Tommy, cowok yang selama ini didambakannya. Semenjak bertemu denagnnya, pikiran Rosa tidak pernah lepas dari Tommy, berikut kekagumannya. Tapi apakah Bintang Jatuh itu benar-benar nyata? Sebuah Novelet yang...