Hari-hariku semakin menggembirakan, apalagi kalau sedang jalan berdua dengan Tommy. Dia makin mengagumkan dari setiap kita bertemu. Walau dia anak orang kaya dan pintar tetapi dia cukup bersahaja dan mandiri. Dia bisa masak, hobi fotografi, berwawasan luas, low profile, tipe cowok idaman semua cewek.
Dan lagi biarpun tipe jalan-jalannya tidak seperti anak-anak zaman sekarang, tetapi dia masih enjoy, apalagi dengan segala skill dan pengetahuannya. Walau begitu aku masih sedikit bingung sebenarnya, mengenai status aku dan Tommy. Dianggap teman tetapi seperti orang pacaran, contohnya jalan bareng dan beberapa kejutan dari dia.
Tapi dianggap pacaran belum ada pernyataan dari dia kalau dia suka dengan aku. Tapi biar bagaimanapun mungkin dia akan menyatakan dengan segera atau menunggu waktu yang tepat, begitu istilahnya. Sebenarnya aku ingin menanyakan langsung, namun aku sadar bahwa cewek nggak mungkin nembak duluan, tetapi kalau aku bilang suka saja bagaimana nanti reaksinya, aku berspekulasi sendiri.
Dan seketika saja pada hari sabtu ini dia kerumahku, seakan-akan doaku terjawab. Dan dia mengajakku lari pagi besok Minggu. Dan langsung saja aku mengiyakan.
Esok minggu ketika aku baru satu langkah keluar dari pagar rumah, ternyata tepat sekali dia baru sampai di rumahku, kadang aku berpikir kalau kita ini berjodoh. Mungkin waktu aku melihat bintang jatuh doaku terkabul bertemu pangeran tampan yang baik hati.
" Baru aja aku mau ke rumah kamu?" aku berusaha memulai pembicaraan.
" Kan aku udah bilang aku yang samperin kamu, masa cewek nyamperin cowok, yuk lari sebelum cuacanya mulai terik dan udaranya masih segar." dia menambahkan.
" Kan kamu yang bilang nggak usah peduliin masalah gender. Ayo sekarang kamu kemakan omongan sendiri." akhirnya aku bisa menyudutkannya.
" Bukan masalah nggak enak, tapi takut ngerepotin kamu. Udah ah yuk lari aja." senyumnya terlihat malu-malu seperti senyum cewek.
Diiringi canda tawa kita berbincang sambil berlari-lari kecil, kadang aku ketinggalan jauh dari dia, tetapi aku berusaha menyusulnya, bahkan dia mencoba melambatkan larinya agar aku bisa menyamainya.
" Masih kuat nggak Ros?" sambil terengah-engah aku berusaha menstabilkan suaraku. Ternyata dia sadar kalau aku sudah tidak kuat lari lagi.
" Kayaknya cukup dulu deh, istirahat dulu yuk. Pegel-pegel nih badan sama kakiku." sedikit memaksa aku mengajaknya duduk di bangku yang tak jauh dari situ.
" Emang nggak biasa olahraga ya?" tanyanya ketika ia sadar bahwa nafasku sudah hampir habis. "Memang kalau kita nggak biasa olahraga, pasti badan kita pegel-pegel pas pertama melakukannya, tapi nanti juga biasa kalau kita sering melakukannya." lanjutnya seperti sok mengajari. Tapi biarpun begitu aku masih terkagum-kagum dengannya.
" Nggak juga sih, aku biasa olahraga kok. Nyapu, cuci piring sama ngepel kalau dirumah. Hehehe." lagi-lagi aku nge-les.
" Itu bukan olahraga namanya, itu namanya bantuin ibu di rumah." dia menyangkal dengan tertawa.
" Kan keluar keringat juga, berarti itu sudah bergerak dan membakar kalori." sanggahku.
" Ya bedalah. Kalau pekerjaan rumah kan paling tangan doang yang kerja, kalau lari atau gym semua anggota badan bekerja, itulah bedanya." jelas Tommy menjelaskan.
" Memangnya kamu suka nge-gym ?" aku bertanya balik.
" Kadang sih, kalau bosen lari-lari di sekitar rumah."
" Wah keren dong, tapi kalau suka lari-lari disekitar rumah kok aku jarang liat kamu." seperti ada yang aneh perasaanku.
" Kan aku bilang nggak sering, lagian kamu kan sehari-hari sekolah, pasti kita nggak berpapasanlah. Kalau aku kan bebas waktunya. Aku kan homeschooling." ada nada sombong dalam bicaranya.
" Oh, ya ke minimarket yuk, beli minuman, haus nih?" keringatku sudah bercucuran di sekujur tubuh dan mulutku hampir kering, sepertinya aku butuh air yang segar dan dingin sebagai pelepas dahaga.
" Beli minuman apa?" tanyanya.
" Apaan kek, teh dingin, kopi atau yang minuman yang rasa-rasa gitu." itulah minuman kesukaanku kalau aku lelah untuk melepas dahaga.
" Nih minum air putih punyaku aja, ngapain beli. Lagian nggak boleh tahu habis berkeringat terus minum yang dingin-dingin, kasian tubuh kita, apalagi kalau minum teh dan minuman selain air putih, nggak bagus buat badan. Percuma kita buang kalori tapi habis itu nambah kalori lagi." alasan yang cukup masuk akal memang.
Aku sepertinya jalan dengan dia selalu diceramahi dengan segala aturan-aturan hidup yang menurutku terlalu irrasional dan berlebihan. Bahkan sepertinya aku terlihat bodoh dimatanya karena selalu diajarinya.
Tapi ya sudahlah, yang penting dia tidak berusaha mempermalukanku di depan umum hanya untuk menasehatiku, dan menurutku dia masih terlihat tampan juga baik dalam pandanganku.
Sehabis lari pagi tadinya aku mau mengajak dia sarapan di tukang bubur dekat rumah, namun dia menolak karena ingin sarapan di rumah. Tadinya aku mengira akan diajaknya kerumahnya tetapi ternyata tidak dan ketika sampai di depan rumahku dia cuma bilang terima kasih untuk hari ini. Rasanya tidak seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya.
Dan ketika aku hampir masuk ke dalam rumah aku menahannya tiba-tiba.
" Oh ya Tom, aku boleh ngomong sesuatu nggak?" aku sendiri tidak percaya dengan apa yang akan aku katakan.
" Ngomong apa?" dia penasaran." Hubungan kita seperti apa yah, masalahnya kita bukan teman sekolah tapi sering jalan bareng. Jadi aku cuma... mau... penjelasan aja." seperti salah tingkah aku dibuatnya. " Yang pasti aku sayang sama kamu." dan seketika itu juga aku langsung masuk ke dalam rumah. Aku ingin menunggu jawabannya tetapi aku malu melihat wajahnya dan entah mengapa langsung lari kedalam rumah dengan wajah memerah seperti udang rebus.
Tetapi karena penasaran, aku masih mengintip dari jendela ruang tamu. Dan aku hanya bisa melihat sosoknya yang menghilang jauh di depan sana. Hatiku masih deg-degan tidak karuan, dan tiba-tiba saja suara mama mengagetkanku.
" Ngapain kamu Ros ngintip-ngintip ke luar rumah, ada orang diluar?" tidak hanya suara mama yang membuatku kaget tetapi wajahnya menyiratkan kebingungan.
" Enggak Ma... hehehe. Tadi abis lari pagi terus kayaknya ada anjing yang ngikutin gitu, Rosa kan takut, makanya langsung lari ke dalam rumah." aku menjelaskan sambil senyum malu-malu tidak jelas.
" Udah selesai lari paginya. Tapi kamu lari pagi sama siapa sih?" mama seperti curiga.
" Sama Lusi mah, Lusi. Tapi tadi pas diajakin mampir dia nggak mau katanya langsung pulang aja." lagi-lagi aku berbohong.
" Oh, sama Lusi. Mama kira siapa. Lain kali ajak dia masuk, sarapan disini kek. Ya udah kalau gitu mama mau masak dulu."
" Masak yang enak ya mah." Bujukku dan aku langsung menghilang ke kamarku.
Sekembalinya aku ke kamar, hatiku mulai kacau lagi. Aduh bodohnya aku, kenapa tadi aku langsung lari ke dalam rumah, harusnya aku menunggu jawaban dari Tommy dulu. Sekarang aku malah jadi menyesal, antara menyesal karena langsung masuk ke dalam atau menyesal karena bilang suka sama dia.
Pokoknya hari ini aku bingung sekali, ingin malah rasanya menghilang dari muka bumi, tapi nggak mungkin. Untungnya salah tingkahku ini bisa aku sembunyikan dengan cepat ketika keluar kamar, kalau enggak bisa-bisa ketebak sama orang rumah kalau aku sedang jatuh cinta.
~ln

KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Jatuh
Teen FictionBintang jatuh membawa Rosa bertemu dengan Tommy, cowok yang selama ini didambakannya. Semenjak bertemu denagnnya, pikiran Rosa tidak pernah lepas dari Tommy, berikut kekagumannya. Tapi apakah Bintang Jatuh itu benar-benar nyata? Sebuah Novelet yang...