Bintang Jatuh. Itulah yang sepertinya menghubungkan aku dengan Tommy sekarang. Mungkin selagi menatap langit ada bintang jatuh melewati langit yang kulihat, sehingga Tuhan mengirimkan Tommy untukku. Tapi kalau boleh jujur selain karena bintang jatuh yang banyak dipercaya oleh kaum hawa, aku sangat mengagumi keindahan langit malam yang menenangkan dan meneduhkan.
Kadang aku tertawa sendiri karena mungkin saja Tommy memang dikirim dari ruang angkasa untuk menjadi cowokku, atau mungkin dia memang termasuk bangsa alien, tiba-tiba khayalanku muncul lagi.
" Apa? Kamu percaya bintang jatuh?" tanyanya ketika aku hanya tertarik pada mitos-mitos daripada fakta mengenai benda-benda langit.
" Ya kan banyak yang percaya kalau kita melihat bintang jatuh maka keinginan kita akan terkabul. Semua cewek percaya kok hal seperti itu." dia tertawa seketika.
" Dari mana logikanya coba. Kalau emang iya keinginan kita terkabul pasti semua cewek di dunia ini cantik, pintar dan nggak ada cewek minder lagi. Tapi toh nyatanya enggak kan." sekali lagi dia menjelaskan secara ilmiah.
" Mungkin aja bintang jatuhnya keburu hilang sebelum keinginannya terucap." sanggahku. "Jadi nggak semua keinginan kita bisa terkabul, tergantung waktu berdoanya yang pas ketika bintang jatuhnya lewat. Ya kan?" aku berusaha menyakinkan, tetapi sepertinya tidak berhasil.
" Rosa, Rosa. Daripada mikirin keinginan kita yang cuma bisa terucap, lebih baik kita berusaha supaya apa yang kita inginkan bisa tercapai. Seperti kamu contohnya. Kamu pengen jadi novelis, ya berati kamu harus rajin menulis. Kan nggak mungkin kamu pengen jadi novelis tapi nggak mencoba menulis, dan nggak mungkin juga setelah kamu melihat bintang jatuh dan berdoa besoknya tiba-tiba kamu ngeluarin lima buku novel." perkataannya memang ada benarnya juga dan aku hanya bisa tersipu malu didepannya.
Setelah cukup menjelajahi antariksa di planetarium, dia mengajakku pergi ke kota tua. Katanya tempat itu adalah salah satu tempat favoritnya untuk berfoto ria dengan kamera kesayangannya.
Dan disana tidak hanya bisa dijadikan tempat berfoto dengan latar belakang budaya jakarta tempo doeloe tetapi terdapat beberapa museum yang unik dan menarik. Seperti museum Fatahillah yang berisi sejarah ibukota Jakarta, lalu ada museum Wayang dengan segala keunikan budayanya, lalu museum Seni Rupa dan Keramik yang berisi lukisan dan patung-patung yang langka.
Bicara museum, jujur aku tidak begitu suka. Menurutku tidak ada yang menarik dengan mengamati benda-benda langka atau bersejarah yang usianya sudah puluhan tahun. Apalagi jika pergi bersama dengan teman-temanku, mana mau mereka pergi ke tempat seperti ini begitu pun aku.
Tetapi karena Tommy yang mengajak, aku mau tidak mau berusaha terkesan untuk menghargainya.
" Kamu memang sering ya datang ke tempat ini?" aku memulai percakapan.
" Nggak juga sih. Sesekali aja. Malah aku lebih sering ke tempat yang ada taman-tamannya. Seperti Monas, Ragunan, Kebun Raya Bogor, semacam itulah."
" Kamu suka nonton nggak?" aku bertanya kembali.
" Nonton film." aku menganguk. " Jarang sih, abis tempatnya di dalam mall sih jadi males deh." sepertinya dia tidak begitu terkesan dengan mall.
" Loh bukannya enak di mall. Tempatnya bagus, bisa cuci mata. Tempat-tempat nongkrongnya juga enak." sanggahku.
" Apa sih asyiknya pergi ke mall. Aku kalau ke mall paling ke toko bukunya aja. Itu juga jarang semenjak ada toko buku online. Memang itu tempat favorit kamu? Pasti sama teman-teman kamu ya?" Tommy memastikan.
" Iya gitu deh, kalau nggak nonton ya makan sambil cuci mata atau beli baju, pernak pernik dan semacam itulah. Udah gitu tempatnya enak, terang, sejuk, pokoknya adem." ketika aku menjelaskan tentang mall ia hanya bisa geleng-geleng kepala begitu saja. Aku tidak tahu apa yang salah.
![](https://img.wattpad.com/cover/116966545-288-k226523.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bintang Jatuh
Teen FictionBintang jatuh membawa Rosa bertemu dengan Tommy, cowok yang selama ini didambakannya. Semenjak bertemu denagnnya, pikiran Rosa tidak pernah lepas dari Tommy, berikut kekagumannya. Tapi apakah Bintang Jatuh itu benar-benar nyata? Sebuah Novelet yang...