Oktober 2018Sang Raja Siang dengan perlahan berhilir ke pangharibawaan, meninggalkan corak jingga yang semerbak melintas di atas cakrawala. Burung-burung terbang beriringan, diberi tanda sudah saatnya kembali ke tempat peristirahatan.
Lampu-lampu kota mulai menyala, siap siaga menyambut datangnya Sang Dewi Malam. Angin semilir berhembus pelan, membisik dedaunan yang jati dirinya mulai menguning sudah saatnya.
[Name] berjalan pelan menikmati pemandangan yang terhampar di depan mata. Menjinjing tas punggung hitamnya, ia eratkan pegangannya pada tas yang ia bawa sambil menghirup aroma daun musim gugur.
Dirinya menggumam kecil, sembarang nada yang penting bikin hati riang. Tak lama, [Name] memasuki sebuah toko kue. Penciumannya langsung disambut aroma terigu dan mentega serta beberapa bahan lain seperti daging dan coklat.
Etalase dan rak-rak tempat display roti dan kue fresh dari oven dipenuhi hidangan-hidangan ringan yang menggugah selera. [Name] meneguk ludah melihat semua roti dan kue yang dijajakan di tempat ini. Dirinya berjalan menuju counter dan berbincang kepada seorang waitress yang sudah menunggu
"Eh, [Last Name]-chan sudah datang. Tunggu sebentar ya, aku ganti baju dulu."
Sebelum waitress tadi masuk ke dalam pintu bertuliskan 'Staff Only', [Name] mengangguk singkat sambil tersenyum.
Mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru toko kue ini. Bangunan berukuran sedang ini di dominasi lampu neon dan cat putih gading sederhana. Tidak ada corak maupun hiasan khusus karena hampir setiap sudutnya sudah diisi rak dan etalase. Beberapa meja makan pun sudah disediakan bagi para pengunjung yang ingin makan di tempat. Tidak banyak jumlahnya, hanya sekitar delapan meja dengan masing-masing meja dua kursi.
Pintu staff terbuka dan menampilkan sesosok waitress tadi yang sudah mengenakan pakaian santai kasual.
"Selamat bekerja ya, [Last Name]-chan! Aku pergi dulu.. Dah!", pamitnya riang seraya berjalan keluar dari toko kue tersebut.
"Hati-hati", tegur [Name].
"Oke", balasnya sambil mengacungkan jempol dan mengedipkan sebelah matanya lalu berlalu keluar.
Sekarang, giliran [Name] yang memasuki ruangan staff dan mengganti bajunya dengan seragam pelayan yang sama persis seperti yang dikenakan perempuan barusan. Setelah berganti pakaian dan meletakkan barang-barangnya di ruang staff, [Name] keluar dan mulai bersiap di depan mesin kasir.
Seperti biasa, datang-layani-terima pembayaran-ucap salam, terus begitu kepada setiap pengunjung yang datang. Apalagi ini sudah petang, jam-jam santai yang membuat toko kue ini selalu ramai saat [Name] memulai shiftnya.
Yang tak [Name] sangka, adalah kehadiran seseorang yang sangat tidak biasa. Sangat tidak biasa bagi [Name] seorang tentu saja. Seseorang itu tidak datang sendiri. Melainkan bersama beberapa orang lain yang [Name] tidak tahu. Tunggu! Ada beberapa wajah yang sangat familiar di antara beberapa orang tadi.
Yang satu seorang pria berambut coklat pendek dengan warna mata senada. Ia tak begitu ingat namanya karena [Name] hanya tahu bahwa orang itu dulu adalah seorang kapten.
Yang satu lagi seorang pria, lebih tinggi dari yang tadi, berambut hitam dan bermata donker. Wajahnya yang selalu dihiasi dengan ekspresi cemberut membuat [Name] yakin bahwa orang itu adalah teman satu angkatannya dulu, Kageyama Tobio.
[Name] melihat mereka mengambil nampan dan capitan lalu berjalan menyusuri rak dan etalase. Selesai memilih roti dan kue, mereka berjalan menuju counter di sebelah [Name] untuk memesan minuman. Selanjutnya, satu persatu menuju counter tempat [Name] berada untuk menghitung harga dan melakukan pembayaran.
Orang pertama memiliki rambut coklat, disisir menyamping kanan dan kiri, dan berwajah tampan. Berkata kalau mereka akan makan di sini. Yang hanya [Name] tanggapi dengan senyuman karena seharusnya ia mengatakan hal itu di counter sebelah.
Berikutnya adalah orang yang [Name] panggil kapten tadi. [Name] tidak berkata banyak karena takutnya salah orang atau bahkan salah pembicaraan.
Yang berikutnya memiliki ciri hampir sama seperti sebelumnya, namun rambutnya spiky dan memiliki otot lengan yang aduhai.
Yang berikutnya pria tinggi dengan rambut hitam yang, err...., bagaimana mengatakannya ya. Unik. Sebagian turun menutupi mata kanan sisanya naik ke belakang. Ya pokoknya gitulah gambaran kasarnya.
Yang berikutnya juga berambut hitam agak sedikit acak, matanya hijau, umm... seperti hijau gelap atau hijau hutan gitu, dan pembawaannya tenang.
Yang berikutnya benar-benar mengingatkan [Name] akan burung hantu. Lihat saja, matanya yang emas bulat dan besar serta rambutnya yang, uhh... ini lagi satu orang dengan rambut yang susah untuk dideskripsikan. Jabrik, dengan dua pucuk.
Yang berikutnya adalah Kageyama. Tapi sepertinya ia lupa dengan [Name] soalnya dari tadi diem aja. Yaudah sih, [Name]nya juga lagi males ngomong.
Yang terakhir tak lain tak bukan adalah dosennya sendiri, Sugawara Koushi.
"Lho, [Name]-chan bekerja di sini?", tanyanya dengan senyum ramah.
"Iya, sensei. Aku kerja sambilan di sini", jawab [Name] sambil menghitung total belanjaan Sugawara.
"Jangan panggil sensei. Kan lagi gak di kampus. Panggil Suga saja", pintanya masih menampilkan senyum andalannya.
"Totalnya jadi ¥100, sen-Su-Suga", ucap [Name] latah saat menyebut sapaan akrab bagi pria di depannya ini. Reflek, [Name] menutup mulutnya sambil berjuang melawan malu yang mulai menjalar.
Sugawara hanya tertawa kecil melihat tingkah [Name] yang lucu saat memanggilnya dengan nama, bukan sapaan formal seperti yang biasa [Name] gunakan. Setelah membayar dengan uang pas, Sugawara pamit untuk berkumpul dengan kawan-kawannya.
[Name] menghela nafas lega dan meletakkan tangannya di dada untuk menenangkan jantungnya yang berderu tak karuan.
'Fyuh, yang tadi itu sungguh memalukan', batinnya sebelum kembali berkutat pada mesin kasir didepannya. Tanpa [Name] sadari, sepasang mata coklat menatapnya tulus dan lembut ketika ia sibuk melayani pengunjung yang datang
'Kalau tahu begini, seharunya aku datang ke sini dari dulu supaya bisa bertemu dengan [Name] lebih lama.'
----------------------------
Alnilam
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Trilogi Sabuk Orion #2 - Alnilam
FanfictionAgent AU! Aku menunduk, menangkupkan kedua tanganku, dan memejamkan mata Setiap malam, Aku menengadah, mengarahkan wajahku ke cakrawala, menatap ribuan planet yang beredar Setiap malam, Aku berdoa, aku bersimpuh, aku pasrah... Aku memohon, Wahai Bin...