Tanggal 20-an Bulan November 2019
"(Name), aku mau ketemu orang tua kamu."
Brruuppttt!!!
Mendengar pernyataan Sugawara yang tiba-tiba membuat (Name) menyemburkan minuman yang belum ada dua detik di dalam mulutnya. Melihat meja didepannya kotor akibat air mancur yang dibuatnya, (Name) gelagapan mencari tisu atau lap atau apalah yang bisa digunakan sebagai pembersih.
Sugawara sendiri sama terkejutnya, bukan karena ucapannya sendiri tapi karena (Name) yang tiba-tiba nyembur. Pelanggan lain yang datang ikut terkejut. Beberapa menatap kaget, beberapa menatap aneh, dan beberapa kembali ke urusan masing-masing
Sugawara dan (Name) sedang berada di toko roti tempat (Name) kerja sambilan. Sugawara memutuskan untuk berkunjung berhubung hari ini ia tidak ada jadwal mengajar. Hubungan mereka sudah berjalan hampir 6-7 bulan lamanya. Tentu saja tak ada satu pun warga kampus, baik pengajar maupun mahasiswa, yang tahu status hubungan mereka. Hanya teman-teman (Name) sesama pegawai di toko roti tersebut yang tahu hubungannya dengan Sugawara.
(Name) tak menduga bahan obrolan Sugawara kali ini berkaitan dengan orang tuanya. Terlebih lagi Sugawara yang ingin bertemu dengan mereka.
"Kamu serius?", tanya (Name) tak percaya dengan tangan masih bergerak lihai membersihkan meja didepannya.
"Serius. Aku mau ketemu orang tua kamu", jawab Sugawara mantap ikut membantu (Name) membersihkan meja.
"Apa ini gak kecepetan? Maksudku, aku kan masih kuliah, Koushi."
Kondisi meja telah bersih. Mereka memposisikan diri senyaman mungkin menghadapi pembicaraan kali ini. Tentu, banyak perdebatan dan argumen di antara mereka. Baik Sugawara maupun (Name) mengakalinya dengan saling terbuka satu sama lain dan saling bicara jika ada satu dua hal yang kurang berkenan.
Di tengah keterbukaan mereka, ada satu hal yang masih ditutupi oleh Sugawara. Pekerjaannya yang satu lagi. Ia belum memberitahu (Name) tentang pekerjaannya sebagai seorang agen rahasia.
"Ya terus? Emang salah kalo aku ketemu dan kenalan sama orang tuamu?"
"Nggak sih, cuma yang sering di rumah itu ibuku. Itupun baru balik dari rumah saudara dua minggu lalu."
"Ayahmu?"
(Name) terdiam mendengar pertanyaan tentang ayahnya. Ia sendiri bingung harus menjawab seperti apa jika dilontarkan pertanyaan seperti itu. Mau dijawab 'kerja', tapi gak tau kerjaannya apa, dimana. Mau dijawab 'baik', tapi kondisi rumah tangga lagi buruk-buruknya. (Name) sebagai anak tentu prihatin terhadap kondisi ayahnya. Walau bagaimanapun, dia tetap ayahnya. Sebejat apapun, harus tetap dihormati.
Yah, meskipun namanya juga manusia, semua ada batasnya bukan?
"(Name)?", panggil Sugawara sembari melambaikan tangannya di depan wajah (Name).
"Ya? O-oh, ayahku ada kok, mumpung lagi di rumah", jawab (Name) tersadar dari lamunannya.
"Nanti sore ya. Kamu selesai kelas jam setengah 6 kan?"
"Boleh. Habis kelas langsungan atau mampir dulu?"
"Langsung aja, keburu malem ntar kalo mampir-mampir."
(Name) melihat jam dinding yang ada di toko roti menunjukkan pukul setengah dua kurang. Ia mengemasi barang-barangnya dan bersiap pergi kuliah. Hari ini jadwalnya kuliah dari jam dua sampai jam setengah enam sore.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trilogi Sabuk Orion #2 - Alnilam
Hayran KurguAgent AU! Aku menunduk, menangkupkan kedua tanganku, dan memejamkan mata Setiap malam, Aku menengadah, mengarahkan wajahku ke cakrawala, menatap ribuan planet yang beredar Setiap malam, Aku berdoa, aku bersimpuh, aku pasrah... Aku memohon, Wahai Bin...