Netzah

396 51 0
                                    


Desember 2018

Dengan sedikit rasa takut yang menghinggapi jiwanya, [Name] berjalan menuju ruang dekan. Hasil ulangan akhir semester telah dibagikan. Seperti biasa, seorang mahasiswi yang termasuk salah satu golongan straight-A-student tidak pernah mengecewakan.

Kerja kerasnya belajar sampai lembur semalaman terbayar sudah dengan hasil yang sangat amat teramat memuaskan. Ditambah ia masih harus membagi waktu untuk bekerja paruh waktu di sebuah toko roti dan kue, benar-benar minggu yang melelahkan.

Tangannya sesekali bergerak menurunkan lengan bajunya atau mengelus tengkuknya memastikan bahwa sesuatu tertutupi dengan baik.

Memegang sebuah map transparan putih berisi lembar-lembar tugas di tangan kiri dan sebuah totebag berisi buku-buku tebal di tangan kanan. Tak lupa sebuah tas punggung berisi baju ganti seragam toko dan sebuah laptop kecil.

Berjalan dengan hati-hati melewati lorong yang sudah didominasi oleh para pegawai dan dosen. Sambil sesekali menyapa orang yang ia kenal yang ia temui sepanjang perjalanan. Menyunggingkan senyum manis yang menyimpan berjuta emosi dibaliknya. Tak ada yang sadar untungnya. Tapi sayangnya, hampir.

Sugawara, yang tengah bercakap-cakap ringan dengan rekan sesama dosen--yang notabene banyak yang lebih tua--menangkap sosok [Name] di manik coklatnya. Dirinya sempat terheran mengapa mahasiswinya, sekaligus perempuan yang menarik perhatiannya, berada di tempat yang jarang dikunjungi oleh mahasiswa lain.

Sugawara permisi sejenak dari obrolan bersama dosen-dosen tadi untuk mengikuti kemana [Name] pergi. Tak disangka olehnya, [Name] berjalan menuju ruang dekan. Rasa penasaran dosen berambut abu-abu tersebut makin menjadi.

Ketika hendak menepuk pundak [Name], secara tiba-tiba dekan fakultas keluar ruangan. Refleks, Sugawara bersembunyi di balik tembok persis beberapa meter di belakang [Name].

"Oh, nona [Last Name]. Tak kusangka akan bertemu di sini."

[Name] yang juga terkejut karena dekannya sudah muncul di luar ekspektasi sedikit tergagap-gagap menjawab sapaan pria tua didepannya ini.

"A-ah, iya pak. Saya kira saya akan bertemu bapak di ruangan. Ternyata di sini."

Pria tua tadi tertawa ringan sambil menepuk-nepuk perutnya yang agak buncit.

"Saya tadi habis makan banyak. Lalu kembung."

[Name] hanya tersenyum kikuk menanggapi ucapan dekannya barusan.

"Oh iya nona [Last Name], tak apa kan jika saya bicara di sini? Gak akan lama kok", tanya pria tua tadi sambil mengeluarkan senyum wibawa khas bapak-bapak.

"Gak papa kok, pak. Gak papa", balas [Name].

"Langsung saja. Kami sangat bangga dan puas akan hasil kerjamu di ulangan akhir semester ini. Walaupun usiamu yang paling tua di antara teman-temanmu yang lain."

Pria tua tadi kini tertawa renyah. [Name] pun ikut tertawa supaya bapak dekan dihadapannya ini gak canggung-canggung banget. Sugawara yang mendengar dari balik tembok ikut terkekeh kecil mendengar celotehan dekannya yang satu ini.

Setelah tawanya mereda, pria tua dengan setelan jas ala bapak-bapak tersebut melanjutkan, "Aku harap kau bisa menjaga prestasimu ini, nona [Last Name]. Kau tahu kan apa akibatnya kalau kau main-main?"

Suasanya berubah menjadi serius secara mendadak. Membuat [Name] tertunduk hormat dan mengangguk ringan sebagai jawaban. Sugawara pun demikian. Ia menajamkan pendengarannya untuk memperjelas kata-kata yang diucapkan dekannya kepada mahasiswinya.

Trilogi Sabuk Orion #2 - AlnilamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang