Sesampainya di apartemen Sugawara, [Name] mendudukan dirinya di salah satu sofa besar yang berada di ruang tengah. Menunduk sambil menenangkan diri menunggu Sugawara yang berlalu mengambil kotak P3K.
Tiba-tiba, [Name] teringat akan ibunya yang masih terbaring lemas di rumah. Mendongakkan kepala dan bersiap untuk berdiri, ternyata Sugawara sudah ada didepannya dengan membawa sebuah nampan berisi kotak P3K, gelas berisi air putih, baskom berisi air dingin, dan sebuah kain lap.
"Su-Sugawara-kun, ibuku masih di rumah. Aku--"
Meletakkan nampan di atas meja di depan sofa, Sugawara memegang lembut kedua pundak [Name] dan mendorongnya perlahan kembali ke posisi duduk.
"Tenang, [Name]-chan. Kita obati dulu dirimu baru kita obati ibumu."
"Tapi aku--"
"Kalau kamu belum baikan, gimana kamu mau merawat ibumu?", tanya Sugawara yang membuat [Name] diam dan mengalah.
Setelah melihat [Name] mulai tenang, Sugawara mulai mengobati satu persatu luka yang ada di tubuh [Name]. Entah itu luka lebam maupun luka goresan, yang terlihat maupun yang berusaha disembunyikan [Name], semuanya Sugawara obati tanpa terkecuali.
Beberapa kali [Name] meringis kesakitan sampai memejamkan mata menahan tangis, membuat Sugawara ikut merasa iba akan nasib mahasiswinya ini. Tangan, kaki, paha, leher, kepala sampai bagian perut tubuh [Name] penuh dengan luka. [Name] merasa malu karena luka-lukanya terekspos secara vulgar dihadapan dosennya sendiri.
Sempat [Name] mencoba untuk menutupi lukanya kembali dengan menurunkan bagian lengan dan perut dari sweater yang ia gunakan, namun Sugawara menahannya. Setelah semua luka terobati, Sugawara bangkit berdiri dari posisinya berlutut dihadapan [Name] lalu membungkuk untuk mencium singkat kening [Name].
"Tunggu aku ganti baju ya, terus kita berangkat kerumahmu."
Sugawara mengelus pelan pucuk kepala [Name] sebelum berlalu menuju kamar dengan senyum masih mengembang diwajahnya. Meninggalkan [Name] yang masih terpaku memerah sambil memegang keningnya tempat bibir Sugawara mendarat.
-----Skip time-----
"Tadaima~!", salam [Name] ketika memasuki pintu rumahnya yang hanya disambut dengan keheningan.
Mempersilakan Sugawara masuk, menutup pintu, lalu bersama Sugawara menuju sebuah kamar. Begitu pintu kamar terbuka, terlihatlah seorang wanita paruh baya tengah terbaring tidur dengan selimut yang menutupi sampai dadanya.
Perawakannya sama seperti [Name], rambut panjang [hair color] yang sudah beruban beberapa helai dan warna kulitnya yang senada dengan [Name]. Hanya itu yang tampak. Menepuk-nepuk pundak ibunya sambil mengelus pelan rambutnya, [Name] berbisik,
"Ibu, aku pulang, aku bawa obat. Ibu bangun dulu ya?"
Tak lama kemudian, sepasang manik [eye color] teduh terbuka dan melirik ke arah suara yang membangunkannya.
"[Name] sayang, kamu udah pulang nak?", bertanya dengan suara parau lalu menengok ke belakang [Name] dan mendapati sesosok pria berambut abu dan tahi lalat di bawah mata kirinya.
"Itu siapa?"
[Name] yang masih mengelus rambut ibunya menoleh ke belakang, lalu kembali menatap ibunya sambil tersenyum.
"Ini Sugawara Koushi, bu. Dosenku", jawab [Name] lembut seraya mempersiapkan obat-obat bagi ibunya.
"Oh, dosennya [Name]."
Mengangguk pelan terus memandangi Sugawara.
"Nama saya Sugawara Koushi, dosennya [Name]. Senang bertemu denganmu, Nyonya [Last Name]", ujar Sugawara pelan sedikit membungkukkan badan memperkenalkan diri.
Siap dengan obat, [Name] mulai membantu ibunya mendudukkan diri. Setelahnya, ia sodorkan beberapa obat minum penghilang rasa sakit dan segelas air putih. Menunggu ibunya selesai meminum obat, [Name] mengambil salep dan obat luar lainnya untuk mengobati luka yang ada di tubuh ibunya.
Sugawara yang sedari tadi hanya menyaksikan tertegun ketika melihat tubuh ibu [Name].
Lukanya jauh lebih parah dibanding [Name]. Apalagi saat [Name] menyibakkan selimut yang menutupi bagian kaki ibunya. Luka lebam ungu terlihat jelas dan membuat siapapun yang melihat bisa menduga kalau sepasang kaki tersebut tidak bisa digunakan untuk beberapa waktu.
Dengan perlahan, [Name] oleskan salep ke kaki ibunya. Ibunya meringis kesakitan kala memar ungu di akinya menerima tekanan dari olesan tangan [Name].
"Ibu, tahan sebentar ya."
Dengan suara bergetar, [Name] berusaha menenangkan ibunya. Siapa sih yang tidak tega kalau melihat ibunya sendiri merintih kesakitan?
Mengoles dengan pelan, [Name] berusaha menahan air matanya dan tangannya yang bergetar.
Sugawara, yang ikut trenyuh dengan pemandangan didepannya, berjalan mendekati punggung [Name] yang sedang terduduk di kursi di samping ranjang tempat ibu [Name] terbaring dan menggenggam lembut tangan mungil [Name] dari belakang.
Sontak, dua pasang mata [eye color] mengarah ke Sugawara. Sama-sama menunjukkan raut terkejut, namun dengan alasan yang berbeda.
[Name] terkejut karena tangannya digenggam lembut oleh Sugawara sedangkan ibu [Name] terkejut karena pria muda yang baru dilihatnya ini tiba-tiba mendekati [Name] dan membantunya mengoles salep ketubuhnya.
Menyadari dua perempuan tersebut menatapnya, Sugawara balik menatap mereka bergantian sambil menyunggingkan senyum khasnya.
"Nyonya [Last Name], bolehkah saya membantu putri anda mengobati luka anda?"
Sejenak, ibu [Name] terkesiap mendengar intonasi keibuan yang dimiliki Sugawara. Melupakan rasa sakit dikakinya, ibu [Name] memandang lekat Sugawara.
'Perawakan proporsional dan sikap perilakunya seperti pria pada umumnya. Tapi barusan nada bicaranya sangat keibuan.'
"Bu?", tanya [Name] khawatir melihat ibunya menatap kosong Sugawara. Lamunan ibunya buyar seketika dan tersenyum kikuk.
"O-oh iya, silakan."
Ibu [Name] menatap lekat interaksi putrinya dengan pria berambut abu-abu dibelakangnya. Bersama-sama, keduanya kompak merawat ibu [Name] yang secara harfiah sudah tidak bisa lagi berjalan.
Dari sudut pandang manapun, tampak terlihat seperti Sugawara memeluk [Name] dari belakang. Hal ini membuat senyum tipis terukir di wajah ayu ibu [Name]. Melihat putri semata wayangnya bisa bersama seorang pria yang benar-benar tulus menyayanginya.
'Akhirnya, putri ibu sudah besar. Maafkan ibu sayang, kalau ibu gak bisa nemenin [Name] lebih lama. Setidaknya, Tuhan sudah mengirim malaikat lain untuk menjagamu.'------------------------
Alnilam
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Trilogi Sabuk Orion #2 - Alnilam
FanfictionAgent AU! Aku menunduk, menangkupkan kedua tanganku, dan memejamkan mata Setiap malam, Aku menengadah, mengarahkan wajahku ke cakrawala, menatap ribuan planet yang beredar Setiap malam, Aku berdoa, aku bersimpuh, aku pasrah... Aku memohon, Wahai Bin...