Suatu pagi di hari Selasa, Fasya pernah cerita sama gue mengenai lagu-lagu dan lirik-lirik yang dia suka. Bagaimana alunan musik dan lirik yang bersatu itu berbicara kepada dia seperti skenario lakon; seakan-akan musik itu punya wujud.
Pertama kali denger itu, gue ketawa. Ya, untuk pertama kalinya setelah gue yang cuma bisa berdiam dan mengalah hanya demi mendengar celotehannya setiap hari, gue menyela kalimat dia dengan tertawa.
Fasya langsung melemparkan tatapan yang menurutnya paling menyeramkan. Seandainya dia tau, apa sih yang menyeramkan dari pelototan gadis yang gerak-geriknya mirip Agnes di film Despicable Me ini?
Tetapi kemudian, gue jadi penasaran dengan lagu-lagu yang menjadi soundtrack dari kehidupan sehari-hari seorang Tafasya Ali. Apa yang dia lihat dari lagu-lagu itu, apa yang dia bayangkan dari lagu-lagu itu, dan apa yang dia ingat ketika mendengar lagu-lagu tersebut.
Pertama kali gue melihat dia, gue nggak pernah berpikir bahwa gadis urakan ini bakal membaca lagu sampai sedetail itu. Memang, sih. Fasya bisa dibilang adalah gadis yang pengetahuannya cukup luas dalam hal non akademik. But still, I didn't expect this. Gue nggak pernah menyangka dia bisa sedalam itu akan suatu hal.
Kedua mata gadis ini tidak pernah tidak kehilangan sorotnya yang polos dan jahil. Dan gue semakin tertarik kedalam jika sorot itu ditujukkan untuk gue. Seperti alunan musik di lantai dansa; ditarik oleh benang-benang nggak terlihat.
Sekarang gue berpikir apakah gue termasuk dalam hal-hal yang Fasya lihat dalam lagu-lagu yang didengarkannya. Apakah gue disana--diantara ketukan-ketukan nada.
Dan gue harap gue ada disana.
Kapanpun musiknya berputar, gue ada disana. Di dalam pikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
( II ) DARKNESS.
Fanfictionas he look for her, he fell into the darkness. ( sequel to 'BESTFRIEND.' ) © 2017 charliesletter