ten ; aneh

968 188 2
                                    

Gue masuk ke kelas pagi itu dan menemukan bangku di sebelah gue kosong, entah kenapa hati gue disaat itu juga merasakan hal yang sama. Memang sih, Fasya telfon gue tadi pagi dan bilang kalau hari itu dia nggak akan masuk dulu karena ada masalah keluarga yang harus diselesaikan. Gue hanya menghela napas kasar sambil menaruh tas gue diatas meja.

Setelah itu gue hanya menyandarkan tubuh gue dan melihat kearah jendela. Langit pagi itu mendung, dan tiba-tiba aja gue seperti merasakan perasaan khawatir dan lelah yang sebenarnya sudah gue rasakan akhir-akhir ini. Cuacanya nggak begitu bagus, dan gue nggak suka itu.

Hari itu juga rasanya berjalan sangat lambat. Gue nggak begitu memperhatikan pelajaran-pelajaran saat itu, bahkan sampai di saat guru memanggil nama gue pun, gue sempat nggak sadar.

Di perpustakaan, gue melihat lumayan banyak anak-anak dari angkatan gue yang belajar disitu. At that point gue berpikir, mungkin gue harus melakukan hal yang sama, ujian nasional udah sebentar lagi, dan tentunya gue nggak mau ngecewain mami atau papa. Maka dari itu gue mengambil salah satu pulpen dan mulai mengisi buku soal-soal, tetapi nggak berapa lama kemudian mata gue malah tertarik kearah ponsel hitam disamping buku gue.

Kemana sih, Fasya? Udah seharian dan dia belum ngabarin gue apa-apa.

Begitu terus sampai akhirnya waktu pulang sekolah.

Langit yang mendung tadi pagi ternyata nggak main-main sama apa yang dijanjikannya, tepat saat gue keluar kelas, petir menggelegar dan hujan turun dengan sangat deras saat itu juga. Gue pun menghela napas kasar, sibuk merutukki diri sendiri yang suka lupa bawa payung kecil, tetapi disaat yang sama juga sedikit merasa sepi karena biasanya Fasya yang suka bawa payung biru laut punyanya, dan berakhir satu payung berdua.

Besoknya pun sama. Langit kelabu, mendung, dan hari yang lambat. Dan gue jadi semakin khawatir. Lagi-lagi gue duduk sendirian di kelas, karena Fasya belum juga muncul. Jungkook dan Yugyeom yang biasanya ngajak gue basket pas istirahat, bahkan hari itu sadar kalau mood gue lagi jelek.

Gue beberapa kali mencoba untuk chat via line dan telfon Fasya, tapi nihil. Membuat gue bertanya-tanya seserius apa urusan keluarganya kali ini. Mungkin pas pulang nanti gue bakal mampir sebentar ke rumahnya.

Maka dari itu gue langsung pergi ke rumah Fasya begitu bel pulang sekolah berbunyi. Gue bahkan nggak mengindahkan panggilan Yugyeom yang menagih janji untuk bermain basket sepulang sekolah. Gue berlari kearah parkiran untuk mengambil motor, dan langsung menjalankannya.

Di perjalanan gue tetap berusaha untuk menghubungi Fasya, dan gue hanya mendapati diri gue terus-terusan mendengarkan voicemail yang menandakan bahwa telfon gue tidak diangkat dan hanya masuk ke kotak suara. Gue mengesampingkan pikiran buruk yang sedari tadi terus berkumpul di otak gue. Ini cuma dua hari. Fasya pasti nggak akan kenapa-kenapa.

Gue pun akhirnya sampai di depan rumah Fasya, klaster perumahan kecil yang hanya berisikan 6 rumah. Gue membunyikan bel sekali, lalu dua kali, dan tidak ada jawaban apa-apa. Mobil ayahnya juga nggak kelihatan di garasi. Tapi bukan berarti mereka tidak akan kembali, kan? Gue menghela napas dan memutuskan untuk menunggu di bangku yang ada di depan rumah Fasya, sambil mengisi buku soal-soal UN untuk membunuh waktu.

Berjam-jam lewat dan masih tidak ada tanda-tanda Fasya.

Gue mencoba untuk menelfon Fasya lagi, tetap tidak diangkat.

Ada apa, sih?

( II )  DARKNESS.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang