VOTE SEBELUM BACA YAAA.
MAAF KALO BANYAK TYPO. DENGERIN LAGU GALAU2 KALO BISA BACANYA BIAR MENGHAYATI.
HAPPY READING !
*****
Aku terisak kecil. Dan ketika aku siap menutup mulut karena isakanku semakin membesar, sayangnya keresek berisikan makananku jatuh. Yang tentu saja membuat berisik-berisik yang terdengar jelas.
Aku baru saja akan berlari, ketika seseorang menginterupsi langkahku. Dengan suara pintu yang terbuka dengan keras.
"Lo-Lova?"
Bara disana, memandangku dengan tatapan tak dapat di tebak. Namun aku bisa melihat bahwa ia sama kagetnya denganku.
"Hi Kak Bara," sapaku, terdengar sangat jelas dengan suara serak. Dan tentu saja airmata yang masih tersisa di pipi tanpa sempat ku hapus.
"Kamu--"
"Aku bawain minum buat kakak. Makanannya tadi jatuh, maaf ya kak." potongku cepat, tak ingin mendengar apapun yang Bara ucapkan barusan atau mungkin nanti.
Aku memberikan keresek putih yang berisikan minuman-minuman itu. Kemudian gadis yang sudah habis-habisan memberi penilaian buruk padaku memunculkan batang hidungnya. Dan dengan terpaksa juga aku tersenyum kecil.
"Aku duluan ya kak. Mau hujan juga nih." Aku pura-pura mengadahkan kepala, memandang langit-langit yang memang mulai menggelap, "Duluan Kak," pamitku, pada keduanya.
Dan tepat saat aku berbalik, airmata yang ku tahan akhirnya benar-benar luruh. Aku sama sekali tidak berharap Bara memanggil namaku, atau berinisiatif untuk mengantarkanku pulang atau bahkan sedikit menjelaskan masalah tadi. Tak apa, semuanya sudah jelas.
Aku setengah berlari. Sesekali masih mengusap airmataku yang tak selesai-selesai turun. Aku tidak perduli dengan hujan sekarang. Aku juga tidak perduli dengan petir yang membuatku ikut berteriak kecil karena kaget tiba-tiba muncul.
Tanganku gemetar ketika hendak mengambil ponsel. Berniat menelfon supirku agar menjemput karena taksi sama sekali tidak terlihat melewat di hujan seperti ini.
Baru saja aku hendak menggeser icon call, ponselku keburu berbunyi. Menampilkan nomor salah satu sahabatku, bukan dari orang yang bahkan ku harapkan sedari tadi.
"Lova, lo jadi ikut?"
"Swift... Hiks... Gue... Hiks... Swifta..." Aku tidak bisa melanjutkan pembicaraanku, mengobrol saja sekarang susah karena tersendat oleh airmata. Dan bukannya menjawab, aku malah terisak meski tidak memanggili nama Swifta lagi.
"Subhanallah. Lo kenapa?!"
"Swift... Gue... Hiks... Gue nggak kuat."
Aku menangis lagi, malah lebih parah. Hujan juga mulai turun, dengan beberapa selingan petir yang cukup membuatku terlonjak kaget.
"Lo dimana Lova?"
"Gue di--" Aku menatap sekitar, tak terasa bahwa sekarang aku sedang berteduh di halte depan sekolah.
Baru saja aku akan membuka mulut, sebuah mobil bewarna silver tiba-tiba berhenti. Aku menoleh ke sekitar dan mendapati bahwa sekarang aku sendiri.
"Lov? Lova lo masih disana kan?" panggil Swifta dari sebrang telfon sana.
Aku tidak menjawab pertanyaan Swifta. Mataku masih terpaku pada seseorang yang lima menit lebih belum keluar dari mobilnya. Aku tidak bisa melihat pantulan seseorang dari dalam mobil itu karena kacanya gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Fortune Cookies
RomanceIni cerita Lovana tentang usahanya meleburkan hati laki-laki dingin, Laki-laki yang sifatnya berbanding jauh dengannya..