1.

19.7K 382 5
                                    

"Dia menyebalkan! bagaimana bisa dia jalan dengan Aulia sedangkan aku masih menjadi pacarnya?!"

Aku menangis sesegukan di hadapan ke enam sahabatku yang sedang menatapku khawatir. Beberapa pengunjung disini ada juga yang sibuk memperhatikanku, tapi tak banyak dari mereka sibuk dengan partner mereka masing-masing. Persetan, aku tidak akan perduli. Yang aku perdulikan sekarang adalah tubuhku, wajahku, mataku, dan terutama hatiku.

"Tarik nafas Lovana, rilekskan pikiranmu,"

Suara Belle yang tenang membuatku bisa sedikit tenang, hanya sedikit. Mungkin tidak sampai 10%. Aku melirik kearahnya dengan airmata yang berlinang tentu saja. Sedikit kuberikan senyum tanda terimakasihku, dia mengangguk tersenyum lembut.

Rabelle Rain Amorette, dari keenam sahabatku dialah yang paling tenang, paling bisa menenangkan, dan paling bisa memberikan kata-kata bijak yang memang selalu mengena dalam hati. Dan entah keberapa ratus kalinya aku menangis karena pria. Dia, sahabatku yang berbeda kelahiran satu bulan denganku akan selalu menenangkan dengan kata-katanya yang lembut namun tegas.

Rabelle cantik, wajahnya benar-benar lucu dan lembut, rambutnya hitam lurus dengan poni kesamping, meski sering meledak-ledak namun ia masih bisa mengontrol dirinya, cerdas dan juga aktif di sekolah, selalu bisa menenangkan karena ia tipikal perempuan yang tidak pernah ribet. dan Belle juga adalah salah satu dari dua sahabatku yang satu sekolah denganku, namun kami berbeda kelas.

"Maaf Lov, gue kira lo udah nggak sama dia,"

Ini Selena Kuardian Palvin, gadis yang terkenal dengan kesinisan, kejutekan, dan kecuekannya. Diantara kami bertujuh, dialah yang paling terkesan galak dan tak ramah. Tidak seperti Belle yang menenangkan hati seseorang dengan kata-katanya yang lembut, Selena tipikal orang yang blak-blakan, tidak perduli bahwa omongannya akan menyayat hati seseorang, apa yang ia ingin bicarakan ia bicarakan, tidak menutup-tutupi.Entah kami harus bersyukur atau malah menyesal karena ternyata kami bersahabat dengan gadis sepertinya. Selena cantik, tubuhnya kurus dan tinggi tegap, rambutnya panjang dengan poni membelah, meski banyak yang ingin berpacaran dengan Selena beberapa pria malah menyerah. Pertama karena sifat Selena yang seperti tak acuh pada lelaki, Kedua karena dia sangat dingin sehingga para pria susah mendekatinya, keempat karena tipe laki-laki idamannya susah dicari. Dan keempat karena ia sudah lama menjomblo sehingga ia lupa caranya berpacaran. Haha, yang terakhir aku bercanda. Sayangnya, Selena berbeda sekolah denganku.

Selena lah yang memberitahu semua berita yang membuatku menangis sesegukan entah sudah berapa lamanya, yang membuatku beberapa kali mengumpat menggunakan bahasa-bahasa kasar, yang membuatku menghabiskan tissue di restoran ini. Mengingat itu membuatku menangis lagi.

"Lovana udah, ngapain sih cowok di gitu di tangisin? Masih mending dia nangisin balik,"

Swifta Oriana Xavien. Gadis yang baru saja menenangkanku dengan kata-katanya barusan. Gadis yang diantara kami bertujuh selalu berfikir logis, tidak neko-neko, dan tidak pernah ribet. Dia cantik, tubuhnya tinggi langsing meski padahal diantara kami bertujuh dialah yang paling cepat menghabiskan makanan dan yang cepat lapar. Swifta pintar berbahasa Inggris, bahkan dia sering mengikuti lomba-lomba ketika kami masih SMP. Meski cantik dan umurnya sudah 16 tahun dia belum pernah berpacaran, belum mempunyai mantan satupun, tapi entah kenapa dia selalu memberi saran seakan dia pernah mengalaminya, seakan dia sudah mempunyai pengalaman banyak. Bukan karena dia tidak laku, namun dia tertutup, dia selalu menomor terakhirkan pacaran. Kami berenam sempat menyangkanya lesbian alias penyuka wanita, karena dia sama sekali tidak pernah menceritakan tentang seorang pria, tentang jatuh cinta atau apapun itu yang berhubungan dengan cinta. Namun kami beruntung, dia mengaku normal. Swifta juga berbeda sekolah denganku, sekolah yang bahkan jaraknya lumayan dekat dengan rumahku dan jarak yang lumaya jauh dari rumahnya, aku tidak memilih sekolah di sekolah Swifta karena beberapa hal yang memang kurang aku yakini.

[1] Fortune CookiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang