15.

3.2K 145 5
                                    

VOTE SEBELUM BACAAAAA. DON'T BE A SILENT READERS PLEASE :')

***

"Non, ada telfon masuk." Bi Dwi, salah satu pembantu di rumahku datang menghampiri. Memberikan telfon rumah bewarna hitam yang sedari tadi ia pegang.

"Siapa Bi?"

"Dia nggak nyebutin nama non. Cuma dia bilang, dia pacar non."

Dahiku mengernyit, Pacar?!

Kemudian aku menerima uluran tangan Bi Dwi yang memberikan telfon itu. Dengan ragu aku menempelkannya pada telinga.

"Ha--halo."

"Hai sayang. Miss me?"

Aku makin mengernyit, kemudian menatap Bi Dwi yang masih diam disana seakan ikut merasa tegang dan tak mengerti.

Sungguh, dari suaranya saja aku tidak mengenal siapa ini. Aku tahu suara ini suara laki-laki, tapi suaranya beda dan asing. Aku merasa tidak pernah mendengar suara seperti ini.

"Who is this?"

"You don't know me? I'm your boyfriend sweetheart," jawab laki-laki itu. Aku bisa mendengar nada geli dan juga menggoda.

Aku mendegus. Pacar? Pacar dari hongkong. Pacarku hanya Bara -untuk saat ini-. Aku sama sekali tidak merasa punya pacar selama hampir 3 bulan kebelakang karena aku terlalu fokus dengan namanya jatuh cinta pada pandangan pertama, tentu saja pada Bara. Dan aku sudah memutuskan jalinan cintaku yang miris dengan Albion, mantan terakhirku. Ini bukan suara Albion, ya, memang aku sudah lama tidak mendengar suaranya ataupun berkomunikasi, tapi aku tetap tahu.

"Gue nggak ngerasa punya pacar tuh." kataku setelah menerka-nerka beberapa menit siapa laki-laki ini.

Mantan pacarku yang ke berapa dia? Ayolah, bahkan kalau memang laki-laki ini salah satu dari mantan pacarku, rasanya bukan, karena aku tidak pernah tidak mengatakan putus sebelum mengakhiri hubungan. Kami selalu ada permintaan pemutusan hubungan sebelum memutuskan menjalani hidup masing-masing lagi, seperti semula.

"Tebak, siapa aku."

Nah nah nah. Dia menggunakan kata aku bukan gue. Aduh, kenapa aku malah semakin bingung. Siapa sebenernya dia?!

"Lo siapa sih?"

"Tebak."

Aku menghela nafas, "Gue nggak mau buang-buang waktu gue buat hal yang nggak penting kaya gini."

"Masih galak dan jutek seperti biasa," timpalnya yang membuatku membelakakan mata, kaget. Well, siapapun laki-laki ini dia pasti tahu luar dan dalam aku, sama seperti keenam sahabatku itu. Karena memang mereka berenam yang tahu aslinya aku bagaimana.

"Gue nggak galak kok," selaku.

Laki-laki itu tertawa, "Masih suka mengelak."

Emosiku sepertinya sudah memuncak. Tahan Lovana, tahan. Dia strangers. Dia sok tahu. Tidak mungkin aku memarahinya seenak jidatku padahal aku sama sekali tidak tahu dia siapa.

"So' tau banget sih lo!" sungutku kesal.

Sayangnya, laki-laki itu malah tertawa menyebalkan (lagi), "I know Claire, I know everything about you."

Cih. Siapa sih dia?!

But what?! He call me Claire?!

What... What... What...

"JOJO?!" teriakku tanpa sadar setelah mengingat-ngingat. Dua pembantuku yang lewat sampai berhenti berjalan dan melirikku takut-takut. Aku menggeleng menandakan tak apa-apa.

[1] Fortune CookiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang