Part 20 - Luka

6.1K 305 0
                                    

Karena pria juga punya hati yang bisa terluka dan air mata yang bisa menangis. Menangislah jika itu bisa mengurangi sakit lukamu

- Nadzifa -


Kini aku sedang berjalan di sekeliling rumah untuk mencari keberadaan suamiku, Fatih. Kata bunda tadi suamiku mendapat panggilan dari seseorang. Dan pergi tanpa meminta izin. Ia seperti terburu-buru.

Lalu, kemana dia pergi dan apa sepenting itu panggilannya hingga ia pergi tanpa pamit?

Terdengar handphone ku berdering tanda panggilan masuk. 'Lovely Hubby' itu adalah nama kontak dari Fatih. Dia sendiri yang menamainya. Dengan segera ku geser panel hijau yang tertera disana.

"Assalamu'alaikum sayang. Kamu dimana? Kenapa tidak pamit sebelum pergi?"

"Maaf, aku ada di apartement. Aku tidak bisa pulang saat ini. Aku baik-baik saja"

"Tapi-"

Tuutt... tuutt..

Panggilan di putus sebelah pihak. Apanya yang baik-baik saja? Kenapa dia bersikap seperti itu?

Aku pun segera mengambil tas kecilku di kamar. Pamit pada ayah dan bunda. Sebenarnya ayah dan bunda sempat melarangku pergi karena ini sudah larut malam.

Tapi aku tidak peduli. Yang ada di fikiranku saat ini hanya Fatih. Segera ku tancap gas menuju apartement milik Fatih. Ku buka kode apartement miliknya yang berisi tanggal lahirku dan bulan lahirnya.

Dan yang aku lihat...

"Fatih" lirihku.

Fatihku sedang menangis. Fatih yang selalu ceria. Yang selalu membuatku tertawa. Kini sedang mengacak rambutnya frustasi. Terlihat kristal bening itu membasahi pipi Fatihku.

Aku pun segera berlari memeluknya yang sedang duduk di karpet di samping ranjangnya. Tak ada kalimat yang aku ucapkan. Meski beribu-ribu pertanyaan berputar di kepalaku.

Aku hanya memeluknya erat. Sangat erat. Karena hanya itu yang dia butuhkan saat ini. Mungkin ada beban masalah yang tidak sanggup untuk ia pikul seorang diri. Hingga ia terus menangis sampai terlelap di bahuku.

***

Aku terbangun mendengar lantunan ayat suci mengalun merdu. Kulihat Fatih sedang membaca surat Ar-Rahman, surat cinta dari Allah.

Fabiayyi aalaaa i rabbikumaa tukadzdzibaan

Tepat di ayat itu Fatih terus mengulang-ngulangnya. Ia pun sempat beberapa kali menitikan air mata.

Ku lirik jam bekker di atas nakas menunjukan pukul 2 malam. Waktu saat ini memang waktu yang baik untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta. Karena di saat seperti ini orang-orang lebih memilih untuk tidur.

Ku sibakkan selimut yang sedari tadi menutupi sebagian tubuhku. Melangkahkan kaki ke kamar mandi untuk mengambil wudhu. Ku tunaikan shalat Hajat tepat di samping belakang kanan Fatih. Betapa khusunya Fatih membaca surat cinta dari Allah. Sehingga tak menyadari kehadiranku di sampingnya.

Selesai shalat dan berdo'a, kulihat Fatih diam dengan mata terpejam. Sebegitu beratnya kah beban hatimu suamiku?
Ku peluk tubuh Fatih dari belakang lalu ku cium punggung tangannya.

"Maka nikmat Tuhanmu mana lagi yang kau dustakan? begitukah arti surat Ar-Rahman ayat 13?"

Ia mengangguk tersenyum tipis. Sangat tipis bahkan aku pun harus memiliki ketajaman mata lebih untuk melihatnya.

"Setiap apa yang terjadi pasti ada maksud dan tujuannya. Bahkan tidak ada sehelai daun pun yang jatuh tanpa sepengetahuan-Nya. Jadi percayalah bahwa apa yang terjadi kepada kita itu adalah yang terbaik menurut-Nya. Bahkan Allah berfirman dalam Al-Qur'an surat At-taubah ayat 40 'Laa Tahzan Inallaha Ma'ana'
Jangan bersedih sesungguhnya Allah bersama Kita"

Mendengarnya ia pun berbalik memelukku. Tak ada kalimat yang ia ucapkan. Hanya kebisuan yang terjadi di antara kami.

Menangislah imamku. Menangislah hingga kau lelah untuk menangis lagi. Bahuku akan selalu kokoh untuk menopang kesedihanmu. Percayalah padaku aku akan selalu menggenggam tanganmu dengan Restu-Nya. Lirihku dalam hati.

Antara Aku, Kau dan QabiltuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang