35 - Detik tak terduga

4.3K 153 3
                                    

" Ariel.. "

Aku melepas pelukanku dari Ashilla. Menatap Ray yang melihatku dengan tatapan sendunya.

"Kenapa Ray?" Tanyaku membuat semua orang yang berada di ruangan itu ikut menatapnya.

Ku lihat Ray menundukkan pandangannya seakan ujung sepatunya lebih menarik dari apapun.

"Ray.."

"Aku yang terlibat kasus pembunuhan orang tuamu" katanya secara spontan.

Aku terdiam, jantungku berpacu sangat cepat. Air mataku mendesak ingin keluar.
Aku masih tak percaya. Tidak mungkin Ray tega melakukan itu. Mengingat sebesar itu rasa sayangnya untukku.

Ku tutup telinga dengan kedua tangan. Apa yang salah dari telingaku. Kenapa bisa salah mendengar seperti ini.

"Coba ulangi apa yang kau katakan tadi. Mungkin sekarang telingaku sudah membaik" kataku.

Dia mengalihkan pandangannya dariku. Kulihat air matanya menggenang bersama raut penyesalan yang dia tunjukan.

Hey, pertunjukan apa ini? Apa ini sebuah acara pengakuan dosa? Hah?

Sejujurnya aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Sebegitu banyak skenario Allah yang tak bisa ku tebak.
Seperti sebuah sinetron yang tak berujung.

"Ray.. katakan lagi" lirihku dengan suara nyaris habis.

"Aku yang terlibat kasus pembunuhan orang tuamu" ulang Ray.

Dan aku? Menangis? Tidak. Aku tidak menangis. Semua apa yang terjadi membuatku lebih kuat menerima kenyataan.

Kini aku menjadi lebih tangguh dalam menjalani hidup.

Seperti hujan yang pasti ada berhentinya. Dan seperti pelangi yang pasti menghilang.

Begitulah hidup.

Suka duka kehidupan silih berganti. Banyak sekali pelajaran hidup yang aku dapat dari Sang Pencipta.

Aku menarik nafas pelan dengan tenggorokan yang sedikit tercekat aku melihat sebentar ke arah Fatih, suamiku. Seakan peka dengan tatapanku, suamiku mengangguk.

"Lupakan saja. Aku sudah ikhlas dengan kepergian mereka"

Ray mengangkat kepalanya menatapku. Aku hanya tersenyum pertanda aku baik-baik saja. Meski sulit dimengerti. Tapi aku tak ingin mendengar penjelasan apapun. Itu hanya akan menaburi lukaku dengan garam. Yang akan semakin perih dan membuatku tersiksa nantinya.

Entah kapan semua luka ini akan sembuh total. Tapi aku sudah tidak mengkhawatirkannya. Bisa di bilang aku telah bersahabat dengannya.

***

"Sayang" panggil Fatih mengusap kepalaku yang terbalut jilbab instan abu muda.

"Iya?"

"Anna Uhibbuki Fillah. Aku mencintaimu. Abdi bogoh ka anjeun. Kulo tresno pan jenengan. I Love you. Semoga selalu dalam lindungan Allah. Di hari berkurangnya umurmu. Aku berharap semakin besar rasa cintamu kepada Sang Maha cinta. Dan dijadikan bidadariku hingga ke Syurga" ucapnya panjang lebar sembari memasangkan kiara cantik di kepalaku.

"Mau kado apa sayang?" Tanyanya.

Aku menggelengkan kepala tersenyum menatapnya. Kemudian aku teringat pertanyaan yang ingin sekali aku tanyakan padanya.

"Kamu kemana setahun menghilang tanpa kabar? Kenapa kamu hobi banget pergi dari aku?"

Memang kenyataannya seperti itu. Entah sudah berapa kali Fatih pergi dariku. Dia selalu membuat penantian di hubungan kami.

"Aku tidak pernah pergi. Mana mungkin aku bisa pergi darimu"

"Selama setahun kemarin. Aku menyiapkan strategi untuk menyelamatkan Ashilla. Asha itu sangat licik sayang"

"Jadi kamu tahu soal itu sejak lama?"

"Iya, aku tahu semuanya. Aku tahu permainannya. Karena itu aku mengikuti permainannya untuk menyelamatkan Ashilla dan hubungan kita. Tapi, maafkan aku tak bisa menyelamatkan Ayah dan Bunda. Aku terlambat"

"Itu sudah bagian dari skenario Allah sayang" ucapku.

"Tapi soal per-" Fatih menutup mulutku dengan cepat seolah tahu apa yang akan aku katakan.

"Jangan pernah ucapkan itu. Aku membencinya. Lagipula aku masih menafkahimu. Dan aku selalu menemuimu. Jadi kita akan tetap bersama"

"Menemuiku?"

Aku mengernyitkan dahi. Kapan dia menemuiku.

"Aku selalu datang menemuimu secara diam-diam. Meski tidak setiap waktu. Tapi percayalah. Bahwa aku selalu bersamamu setiap waktu di dalam do'a"

"Ish gombal" aku tersipu. Pipiku memerah.

"Aku rindu rona pipimu. I miss you" ucap Fatih menarikku kedalam pelukannya.

"Ekhem" Fatih berdehem membuatku melepas pelukannya. Kudongakkan kepalaku menatapnya.

"Kau tidak mau bilang I miss you too gitu" ucap Fatih yang tetiba manja.

Aku terkekeh pelan. Kemudian memeluknya erat.

"I miss you. I miss you so much. I love you My beloved husband" ucapku membuatnya tertawa.

Suamiku, aku tidak akan pernah bisa berjanji bahwa aku akan selalu berada disisimu
Aku juga tidak bisa berikrar bahwa aku akan tetap mencintaimu
Tapi aku selalu berdo'a kepada Sang Maha Cinta
Agar selalu menjaga hati ini untukmu
Aku merindukanmu, Suamiku

Haiiii,
Assalamu'alaikum kaliaaan
AAKDQ update!
Maafkan diriku yang update ga tentu hihi

♡Selamat Membaca♡

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 03, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Antara Aku, Kau dan QabiltuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang