Bukan aku lelah menunggumu. Tapi takdirlah yang tidak mengizinkan aku menunggumu.
-Nadzifa-
"Dzifa bunda mohon, menikahlah dengan pria itu, Sayang"
"Tapi bunda, Dzifa tidak mencintainya"
"Cinta akan tumbuh seiring berjalannya waktu, Sayang. Kau akan mencintainya nanti"
"Ta-"
"Demi ayahmu, Sayang"
Nadzifa hanya terdiam. Ia bingung apa yang harus ia lakukan. Menikah dengan orang yang sama sekali tidak ia cintai tentu bukan perkara yang mudah. Tapi, keadaan ayahnya yang semakin memburuk juga tidak bisa memberinya waktu untuk terus menunggu. Situasi saat ini membuatnya berada dalam pilihan yang sulit.
Lantas bagaimana dengan Fatih, Yaa Rabb. Apa aku harus mengkhianati Fatih demi Ayah? batinnya.
^NadzifaPov
Aku pun pergi untuk mengambil air wudhu di mushola rumah sakit tempat ayah di rawat. Aku butuh ketenangan untuk mengambil keputusan. Tak ada kalimat yang terlisan dari bibirku, aku tak dapat mengekspresikan kegelisahan hatiku lewat kata-kata. Hanya ada air mata yang terus menetes diantara tangan yang menengadah.
Saat aku sedang membereskan mukenaku..
"Assalamu'alaikum, Ukhty"
"Wa'alaikumsalam"
"Apa kau baik-baik saja, saudariku" tanya seorang wanita cantik yang memakai khimar biru yang kini sedang duduk dihadapanku. Wanita itu tampak beberapa tahun lebih tua dariku.
Aku masih menundukan kepala dan tak mengeluarkan sepatah kata pun. Tanganku gemetaran. Wanita itu menatapku sendu kemudian tersenyum dan menggenggam tanganku dengan lembut.
"Berceritalah, jika kau ingin bercerita. Jika aku bisa membantumun, aku akan membantumu"
Aku pun menceritakan kegundahan hatiku. Ia tersenyum dengan tatapan yang hangat.
"Saudariku, tak ada satupun yang terjadi di dunia ini melainkan kehendak sang Maha Pencipta. Begitu pula hidup kita. Apapun yang terjadi kepada kita itu merupakan kehendak Allah Swt. Selalu ada alasan dibalik musibah yang terjadi."
"Mungkin saja Allah cemburu melihatmu yang berharap selain kepada-Nya. Di hatimu, di fikiranmu, setiap nafasmu, kau selalu merindukan pria itu bukan? Waktu dan fikiranmu telah kau habiskan untuk memikirkannya. Mungkin saja kau juga lebih mencintai dia daripada Dia. Wajar saja bila Allah cemburu, Sayang" tambahnya.
Aku tertegun sejenak mendengar penjelasan wanita yang aku panggil Kak Naura. Dia benar, di hati dan fikiranku hanya ada Fatih. Di setiap nafasku hanya ada namanya. Di setiap detikku selalu merindukannya. Tak se detikpun aku lewati tanpa memikirkannya.
"Astaghfirullahal'adzim, ampuni dosaku ya Rabb" lirihku dalam tangis yang tak kunjung reda. Kak Naura pun memelukku dengan tulus.
"Terima kasih, ukhty" ucapku masih dipelukan kak Naura.
"Sama-sama sayang"
^FlashbackOn
"Assalamu'alaikum, Ukhty shalihah." pesan dari Fatih membuatku tersenyum. Padahal hanya sebuah teks, tapi entah kenapa membuat jantungku abnormal seketika. Dengan segera aku balas pesannya.
"Wa'alaikumsalam"
"Sedang sibukkah?"
"Tidak, ada apa?"
"Aku ingin mengajakmu pergi ke perpustakaan daerah"
"Boleh, aku akan siap dalam 15 menit"
"Aku sudah berada di ruang tamu mu"
"Benarkah?"
"Cepatlah turun dan lihatlah sendiri"
Selalu saja pria ini. Dasar pria penuh kejutan. Aku pun turun, dan benar saja dia sedang berbincang dengan ayahku.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumsalam" jawab ayah dan Fatih berbarengan.
"Dzifa pamit dulu ya, Yah." pamitku mencium tangan ayah.
"Iya, jangan pulang terlalu sore ya, Nak"
"Fatih, ayah titip Nadzifa ya" tambahnya. Aku pun mencubit lengan ayah pelan.
"Iya Ayah" ucap Fatih tersenyum kemudian mencium tangan Ayah yang membuat kupu-kupu di perutku ini beterbangan.
Di sepanjang perjalanan Fatih tidak berbicara sepatah katapun. Begitu juga dengan aku. Aku lebih memilih melihat keluar jendela mobil milik Fatih. Sampai Fatih membuyarkan lamunanku.
"Dzifa, bagaimana rencanamu setelah wisuda?"
"Aku ingin bekerja Fatih"
"Aku fikir kau ingin menikah" celetuknya yang membuatku terkekeh pelan. Dan Fatih hanya tersenyum.
"Bagaimana jika aku mengkhitbahmu setelah kau wisuda?"
"Berhenti bercanda Fatih, kau akan membuat perutku sakit jika terus tertawa."
"Aku serius Dzifa"
Aku hanya menundukan pandanganku. Fatih menghela nafas kasar. Seperti sebuah kekecewaan yang mungkin karena aku menganggap ucapannya hanya sebuah lelucon.
"Maafkan aku Fatih, aku tidak bermaksud. Tapi, jika kau serius ingin mengkhitbahku. Datanglah ke rumahku bersama orang tuamu. Kau akan mengetahui jawabannya." Fatih hanya mengangguk dan tersenyum.
^FlashbackOff
Pertemuanku dengan kak Naura menjadikan aku lebih baik lagi. Kini aku menyibukkan diri kepada sang Maha Cinta. Meski rasa rindu kerap menyelimuti hatiku. Tapi, aku tak lagi terfokus mengharap kepada selain-Nya.
Ya Rabb, maafkan aku yang dulu. Yang selalu membuatmu cemburu. Lirihku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara Aku, Kau dan Qabiltu
SpiritüelCinta adalah perasaan fitrah yang pasti dimiliki oleh setiap manusia. Tak ada cinta yang tak fitrah di dunia ini. Tetapi aplikasi cintalah yang mengubah 'fitrah' cinta menjadi 'fitnah'. Salah satunya adalah pacaran. Aplikasi cinta yang banyak digand...