Aku pernah berpikir, apakah aku bisa melewati 1 hari bersama Devi. Pertama kali melihat Devi saat pertama mendaftar sekolah. Saat itu dia masih memakai seragam SMP. Dia disebut murid paling pintar di angkatanku, ditambah dia sangat charming. Tapi tak pernah terpikir untuk dekat dengannya. Siapalah saya ini. Tapi hari ini dia tepat didepanku, mengantri tiket bioskop. Cukup template ya untuk date pertama.
Begitu dekat. Aroma manisnya begitu nyaman di indra penciumanku, rambutnya yang pendek dan rambut halus disekitar lehernya. Tanpa sadar tanganku menyentuh bahunya lembut. Ia berbalik, lamunanku terpecah ia menatapku. Aku membalasnya sambil bertanya dalam hati.
“Aku tidak berpikir aku akan mendapatkan lebih darimu dengan mudah, tetapi apakah aku egois bila terlalu mengharapkanmu?”“Kenapa Zed?” Suaranya menyadarkanku dari dunia khayalku.
“Engga engga tadi ada rambut rontok” sebuah alasan terbodoh.
Ia tertawa renyah.
Setelah memilih kursi, aku dengannya pergi ke salah satu restoran cepat saji. Hanya untuk mengemil sambil menunggu jam tayang katanya, ku pesan dua eskrim dan kentang goreng.Dia duduk dihadapanku, aku ingin selalu menempatkan diriku di tatapannya yang lembut dan dalam. Tapi setiap kali matanya terarah kearahku aku merasa kehabisan nafas. Aku hanya bisa menunduk menyembunyikan rasa kagumku.
“Zaidan, kamu hari ini diem terus.. Lagi sakit?” Tanyanya.
“Enggaaaa, gapapa kok bingung aja mau ngomong apa...”
“Yaudah aku yang ngomong, tapi dengerin yaa jawab juga”
Aku mengangguk.
Ia mulai bercerita ngalur ngidul, mulai dari sekolah, Athan dan hingga masa laluku.
“Kamu gak deket lagi sama Yuri?”
“Hah? Kok tausih?”
Ia malah tersenyum malu.
“Sebenernya aku kadang merhatiin kamu sih..”
“untuk apa?”
“Gak untuk apa-apa sih..”
“Seriusss?” Tanyaku
“Gatau ah bodo amat” Jawabnya tengil yang lalu melihat ke arah lain.“Aku keduluan Daffa.” Kataku pelan.
Dia tertawa, yah kegagalanku memang layak ditertawakan. Aku menunduk lesu. Mengkorek luka bukan hal menyenangkan bagiku..
“Yahh jangan bete dongg..” Kata Devi mendorong jidatku dengan dua jarinya hingga tepat dihadapan wajahnya..
“Ya sekarang jangan sampe keduluan lagi dong..” Katanya, dengan sedikit tertawa..Sebentar, apa ini sebuah pertanda. Tapi aku tak boleh terlalu berharap, karna aku belajar terlalu berharap besar terlalu besar juga kekecewaan yang aku dapatkan.
“Udah dong, masa aku cuma bahas Yuri malah beteee kan disini adanya aku bukan Yuri” Devi mencoba menghiburku.
Aku tersenyum dengan terpaksa, kenapa tingkahnya membuatku semakin jatuh ke dalam padang rumput yang dipenuhi oleh bunga harapan. Aku merasa terkunci di sana. Apa saat mereka mekar aku petik, dan ku jaga dengan baik. Tapi aku harus mengucapkan selamat tinggal saat semuanya layu.
Aku sama sekali tak menonton film, aku hanya duduk dan menemani Devi. Perasaanku campur aduk, antara senang dan bingung.
Film selesai aku belum bicara lagi dengan Devi, aku menunggunya di depan toilet.Aku mengantar Devi pulang, sebenarnya aku masih ingin lama bersamanya tapi aku tak bisa lebih lama lagi membiarkan dia mengacak ngacak perasaanku. Biar kusimpan lagi untuk besok mungkin besoknya lagi besoknya lagi.
Ia pun tak banyak bicara, mungkin ia menyadari kalo aku sedang tidak mood bicara. Aku berhenti di depan rumahnya, ia memberikan helm padaku.
“Zaidan” Panggilnya.
Suaranya terasa lebih lembut saat menyebut namaku.
“Makasih ya, jangan kapok ajak aku jalan.”Aku mengangguk.
“Lain kali aku yang ajak gapapa kan?”
“Setiap hari juga gapapa.” Kalimat bodoh itu keluar dengan sendirinya dari bibirku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengagumimu Dari Jauh (Completed)
Teen FictionAku tak bisa mengungkapkan perasaanku, hembusan angin terasa sangat menyenangkan seperti lagu yang sedang ku dengarkan bersamanya. Dibawah langit yang cerah berawan aku mendapatkan tubuhmu yang hangat bersandar lemah padaku. Apa dia mendengarnya? J...