Terimakasih, Jakarta.

622 20 0
                                    


Murid-murid berhamburan keluar kelas, bel berbunyi 3 kali yang berarti tanda bel pulang sekolah. Padahal baru jam 1, tapi murid kelas 10 dan 11 di izinkan pulang duluan untuk mempersiapkan barang-barang  bawaan ke Bali sabtu nanti.

Setelah membereskan bukuku ke dalam tas aku segera pergi ke arah kelas IPS. Kenapa komplek kelas IPS ini terasa lebih berisik dibanding komplek IPA ya. Aku mengintip dibalik pintu kelas Devi. Aku melihat Devi, Athan dan satu perempuan yang tak ku kenal sedang berbincang. Aku ingin memanggilnya, tapi Athan lebih dulu menyadari keberadaanku. Ia berbicara pada Devi, Devi langsung  berdiri mengambil tasnya lalu berjalan ke arahku.

“Mau langsung?” Tanyaku.

“Emang mau kemana dulu?” Ia berbalik bertanya..

“Ya siapa tau mau makan dulu. Kita naik KRL loh.”

“Kamu laper?” Tanyanya.

“Ya engga laper-laper amat sih..”

“Yaudah ke DPR dulu aja kita makan..” Devi menarik tanganku, sedikit menyeret ku ke DPR.

Ia duduk lalu memintaku duduk juga di bangku DPR(Dibawah Pohon Rindang) itu. Aku duduk. Devi membongkar isi tasnya, lalu mengeluarkan sebuah kotak nasi. Ia membukanya, lalu membuka plastik berisi sayur capcay dan mie goreng satu persatu.

Kemudian Devi memberikan kotak makannya padaku.

---------------------------------------------
“So sweet banget..”

“Kapan ya..”

“Yaudahlah.. Mundur aja..”

“Sabang dor, jangan nangis..”

Obrolan beberapa murid yang dari tadi melihat Devi dan Zaidan dari jendela kelas 10.

--------------------------------------------
“Kenapa Dev? Aku makan nih?” Sebaiknya aku harus lebih peka.

Devi mengangguk.

“Terus kamu ga makan?”

“Ya berdua ajaa, aku juga ga bakal habis kalo makan sendiri..”

“Kamu duluan deh..” Kataku.

Devi mengiyakan lalu, mengambil suapan pertama tapi ia malah mengarahkannya ke mulutku.

Aku sempat diam, Dev ini tempat umum. Tapi kapan lagi ya. Hehehe. Aku menerima suapan Devi yang membuat aku sedikit malu. Apalagi beberapa orang yang lewat memperhatikan kami berdua.

Tapi aku sangat bahagia, Devi selalu bisa membuat momen yang pasti akan sulit aku lupakan. Semoga selalu begitu, sampai aku yakin kalau dia melakukan itu hanya untukku.

Kami mengendarai motor ke Stasiun Bojong, cuaca cukup panas dan aku berharap cuaca ini berlanjut sampai di Jakarta nanti. Aku memesan tiket KRL dengan tujuan stasiun Jakarta Kota. Devi sempat bertanya aku akan membawanya kemana tapi aku masih merahasiakannya, biar dia tahu saat suda di tempat tujuan saja.

Perjalanan satu setengah jam menuju stasiun Jakarta Kota, kereta lumayan ramai tapi tak seramai bila naik saat jam pulang kantor.

“Panas banget deh..” Kata Devi ketika keluar dari kereta.

Di kereta lumayan dingin, tapi semua berubah saat melangkahkan 1 kaki keluar kereta.

Aku mengambil topi didalam tasku dan memakaikan nya pada Devi.

“Abis dari sini kemana?” Tanyanya.

“Yaudah disini aja, kan udah di Jakarta.”

“Bodo amat ah..” Balas Devi kesal.. Sambil aku mengarahkannya keluar dari stasiun..

“Dari sini udah deket, tinggal jalan kaki...”

Devi terlihat seperti baru melihat daerah sini. Aku semakin yakin akan membuatnya senang.

Sekitar 10 menit jalan, aku dan Devi hampir sampai ke tempat tujuan. Aku mengarahkan Devi dengan memegang kedua bahunya dari belakang.
Terlihat pedagang kerupuk banjur, sate, ketoprak berjejer disini tapi bukan itu tujuanku. Sebuah bangunan yang cukup tua di sebelah kiri ini yang menjadi tujuanku, bertuliskan Ragusa Italian Ice Cream.

Devi melihat ke arahku dengan senyum manis andalannya, aku pun membalas senyumnya berharap ini tak mengecewakannya.

“Ini yang mau kamu kasih tau?” Tanya Devi

“Iya, aku tau dari Ilman kamu suka ice cream ya aku ajak kesini. Ice creamnya paling enak se Jakarta.” Jawabku panjang.

Lalu ia membalas dengan memeluk tangan kananku karna kegirangan. Ingin sekali aku membalas peluknya tapi, ini tempat umum hehehe.

Aku menariknya ke tempat memesan, aku memesan 1 spagetti Ice Cream. Aku sengaja memesan satu karna memang porsinya yang banyak, bukan modus.

Devi memilih tempat duduk, suasana disini sangat kuno. Kursi dan meja terlihat tua, tembok yang kusam karna dimakan umur dan bendera-bendera merah putih hijau yang menambah kesan Itali disini.

Pesanan kami pun datang, Devi yang tak sabar langsung mencoba ice cream vanila yg dibentuk seperti spageti dengan taburan kacang, tutti fruity dan susu kental coklat. Aku tak memakan banyak, karna melihat Devi yang tak hentinya tersenyum sejak aku ajak kesini sudah melepaskan dahagaku berjalan kaki di panasnya Ibu Kota.

“Zed, Selfie dulu. Aku mau kasih tau mamah..” Kata Devi sambil mengarahkan ponselnya ke posisi yang pas.

Mission Succeed. Devi berterimakasih karna telah mengajaknya ke tempat ini. Sepertinya sekarang alasanku melanjutkan hidup adalah hanya melihat senyumnya dan mendengar suaranya menyebut namaku.

Devi mengajak ku untuk ke Monas karna dekat dari sini, dia belum pernah kesana. Diam diam aku memandangi wajahnya, sepertinya aku mulai menyayangi perempuan ini.

Aku seperti membawa anak kecil yang sedang berlibur ke Ibu Kota, dia tak mau diam, minta di foto disini di foto disana semakin membuat aku gemas ingin membawanya ke hadapan ayah ibuku. Aduh.

Akhirnya dia kelelahan juga setelah kembali ke stasiun Jakarta Kota. Aku terus menjaganya hingga kami naik ke kereta tujuan pulang.
Dia diberikan tempat duduk oleh seorang lelaki muda yang berpakaian pegawai rapih tapi Devi menarikku agar tetap didekatnya.

Dia meraih tanganku, menggengamnya lalu menjadikan genggaman kami sebagai tempat kepalanya bersandar. Mungkin dia sudah lelah stadium akhir karna terlalu senang? Tangannya tak henti menggengam tanganku.

Aku merasa senang karna untuk pertama kalinya aku bisa menjadi tempatnya bersandar ketika lelah mengalahkannya. Sesekali aku melihat ke arahnya, kepalanya yang berisi jutaan ilmu kini begitu pasrah bersandar pada tanganku.

Aku melihat disekitar, semua nampak lesu, ekspresi mereka kaku, wajahnya ditekuk. Apa cuma aku yang bahagia disini? Orang yang bersandar padaku ini yang mampu mengusir rasa lelahku.

Devi tak melepas tanganku hingga kami sampai di stasiun Bojong. Sekarang tanganku sedikit basah karna keringat. Aku dan Devi keluar dari kereta. Aku menyuruh Devi duduk di salah satu kursi di stasiun, aku membeli minum.

Devi menerimanya dengan senyumnya yang sekarang sedikit lesu, sudah saatnya aku mengembalikannya pada orang tuanya.

Sepanjang jalan di motor, ia hanya menyandarkan kepalanya ke punggungku. Terasa lebih hangat, karna ia lebih dekat lagi denganku. Apakah kelak aku akan terus merasakan kehangatan ini ya?

“Hari ini aku seneng banget..” Satu kalimat yang hanya aku ingat saat mengantar ke rumahnya. Aku membawa motorku dengan sangat lambat, sepanjang jalan aku hanya mengingat apa saja yang terjadi hari ini. Semoga setiap hari aku bisa membuatnya selalu senang dan selalu bersamaku.

Sesampainya di rumah aku mengecek ponselku, ternyata banyak pesan masuk dari Athan. Aku membacanya satu persatu dan mengangguk paham. Sepertinya aku mulai lelah, aku pergi ke ruang tamu mengambil beberapa cemilan dan tak lama aku tertidur di sofa, melanjutkan cerita hari ini di mimpi.

Kata orang jangan mau ke Jakarta, tapi kali ini aku harus berterimakasih pada Jakarta karna ia telah memberikan satu kenangan manis yang entah apa bisa ku beli atau ku ulang kembali kelak.

Terimakasih, Jakarta.  

Mengagumimu Dari Jauh (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang