9

5.7K 215 11
                                    

Sebab yang lebih banyak bicara saat marah memiliki peluang besar "Menyesal" dikemudian hari ketimbang ia yang diam saat sedang marah ~Iqbal




Nisa

"Gue minta maaf" akhirnya itu yang diucapkannya, tapi benar apakah iqbal benar-benar tulus minta maaf, ia bahkan terlihat bukan sedang memohon melaikan sebaliknya memaksa.

Aku masih diam bingung harus respon seperti apa, tiga hari setelah kejadian di butik tidak ada obrolan tentang kelanjutan perjodohan ini, baik kedua orang ku pun sama, sama-sama bungkam, apalagi kabar dari umi rita nyaris hilang, aku jadi merasa khawatir akan keadaanya.

Flasback

"Maafkan umi nis" wanita itu memelukku dengan erat, setelah beberapa saat melihatku, aku sendiri pura-pura tidak mendengarkan percakapan ibu dan anak tadi.

Aku mengelus pungungnya umi rita yang beberapa minggu ini sudah kuanggap sebagai umiku sendiri, "gak apa-apa kok mi"

Tak ada lagi percakapan setelah itu, umi mengantarkanku pulang dan tentu agenda fitting ini sukses batal.

End

"Kok diam..." Tanya lagi, kini maniak matanya menatap dalam kearahku, aku baru sadar iqbal memili kornea mata yang berwarna coklat.

"Lalu nisa harus jawab apa mas" tanyaku balik, aku sebenarnya ragu dengan ucapanku barusan, bukan maksud tidak sopan tapi entalah aku masih kesal jika menginggat kejadian kemarin.

"Ss.." Ucapanya terhenti, "iya, saya minta maaf" lanjutnya sebari mengusap wajahnya.

Oke dari 'gue' berubah menjadi 'saya', sudah terdengar sedikit tulus. "Iya" jawabku singkat.

"Sudah memafkan saya?" Tanya nya lagi, kuanggukan kepala.

"Besok kamu ketemu umi, bujuk ia tidak batalkan perjodohan ini" aku mendongkak kaget mendengarkan permintaaan lelaki ini, apa dia sudah gila.

"Lah kenapa harus nisa, yang buat  salahkan mas" ucapkan kesal.

"Gue gak mau tahu besok lo ketemu umi di rumah" perintahnya lagi. Baru tadi sopan saya kamu, eh sekarang gue lo.

"Gak" jawabku singkat,

"Pokoknya iya" ulangnya lagi

"Gak bisa"

"Harus"

"Gak bisa, nisa gak mau mas, lagiaan bukan nisa yang salah kok, kenapa bukan mas aja yang bujukin, toh mas sendiri yang buat salah"

"Gue udah nyoba, tapi umi tetap keukeh ngebatalin"

"yah udah batalin aja, lagian bukan itu bagus Kan"

"Dari awal kita memang sama-sama gak setuju soal perjodohan ini" lanjutku.

"Pokoknya gue gak mau tahu, besok lo harus ketemu umi" perintahnya

"Gak"

"Kok ngesilin banget sih, udah cerewet belagu pula" balasnya yang membuatku semakin geram, 'ini anak kelakuan gak berubah-ubah' batinku

Dia MahasiswakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang