🌹 MANAQIB SAYYIDATUNA FATHIMAH AZ-ZAHRA AL-BATUUL (21) 🌹
Tahun pun terus berlalu. Terasa kehidupan ini telah mendekati ajalnya. Rasulullah ﷺ tertimpa sakit setelah berlangsungnya Haji Wada'. Sakit tersebut terjadi setelah menunaikan ibadah haji bersama Sayyidatina Fathimah, Sayyidina Ali, juga disertai semua para isteri-isteri Nabi dan para sahabat.
Ketika mereka kembali semua ke Madinah, nampak sebuah kesedihan di wajah Sayyidatina Fathimah dan mulai merasakan sesuatu. Sayyidina Ali berkata, "Apa yang ada dibenakmu, wahai puteri Rasulillah, sehingga kau nampak bersedih?"
Sayyidatina Fathimah berkata, "Wahai putera Abi Tholib, sungguh demi Allah aku telah merasa dekatnya sebuah perpisahan dengan ayahku. Aku merasa ajal ayahku telah dekat."
Rasa sedih pun mulai memerangi dan menindas hati sang bunga. Cuba bayangkan bagaimana pedih hati sang bunga menahan. Sungguh demi Allah, hati yang mulia ini terasa amat sangat pedih. Setelah kepedihan terlewati, kini rasa pedih yang sangat luar biasa yang tidak dapat di bayangkan, jika telah di tinggal oleh orang-orang yang dicintainya. Akan tetapi yang ini adalah yang paling di cinta dan disayangi. Ini adalah kekasih yang agung di sisi Zahra kerana ia adalah Rasulullah atau Utusan Allah beliau juga tidak lain adalah ayahnya. Dan, baginda ﷺ adalah segala-galanya dalam hidupnya.
Ketika mulai jatuh sakit, Rasulullah ﷺ tinggal di rumah Sayyidatina Aisyah, yang mana sering kali rasa sakit tersebut membuat sang Nabi pengsan.
Ketika Sayyidatina Fathimah melihat ayahnya pengsan, bangun dan pengsan, berteriak dan berkata, "Alangkah menderitanya ayahku!"
Rasulullah ﷺ menjawab, "Setelah hari ini, ayahmu tidak akan merasakan penderitaan lagi, wahai Fathimah."
Ketika Rasulullah ﷺ meninggal, Fathimah mensifatkan sang ayah dengan kata-kata, "Wahai ayah, yang telah memenuhi panggilan Tuhannya.. Wahai ayah, Syurga Firdaus tempat kembalimu.. Wahai ayah, kepada Jibril kami menitipkanmu.. Wahai ayah.."
Sayyidatina Fathimah tidak berkata kecuali hal yang baik walaupun dalam keadaan sedih. Kita lihat, bagaimana keteguhannya. Subhanallah!! Maha Suci Allah yang telah meneguhkannya, yang mana Fathimah yang paling dicintai Rasulullah ﷺ dan Fathimah adalah orang yang paling mencintai Rasulullah ﷺ.
Berkata Sayyidatuna 'Aisyah, "Kita semua berada di sisi Rasulullah ﷺ, kemudian Rasulullah ﷺ berkata, "Panggilkanlah Fathimah. Panggilkanlah Fathimah."
Sungguh Fathimah adalah bukan hanya penenang akan tetapi Sayyidatina Fathimah penenang di atas penenang bagi Rasulullah ﷺ. Fathimah pun datang, demi Allah, jalannya tidak sedikit pun berbeza dengan jalannya Rasulullah ﷺ. Sungguh Fathimah adalah paling benarnya manusia dalam melafazkan huruf dan paling miripnya orang kepada Rasulullah ﷺ dalam segalanya, baik dari hal gerak-geriknya, perkataannya, akhlaqnya, tata bicaranya, juga semua keadaannya menyerupai Rasulullah ﷺ juga wajahnya sangat mirip dengan sang ayah.
Maka kemudian Fathimah pun masuk, semua para isteri Nabi sedikit menjauh, sang puteri pun mendekat, Nabi membisikkan sesuatu perkataan yang membuat Fathimah menangis. Kemudian Nabi ﷺ meminta Fathimah kembali mendekat dan membisikkan sesuatu yang membuat Fathimah tersenyum dan tertawa.
Sayyidatina Aisyah berkata, "Ajib!! Sungguh menghairankan, aku tidak pernah melihat tawa yang sangat dekat dengan tangisan seperti hari ini."
Bagaimana boleh seorang menangis dan tertawa dalam satu waktu begini, Sayyidatina Aisyah pun hairan.
Maka Sayyidatina Aisyah memanggil Sayyidatina Fathimah dan berkata, "Apa yang telah ayahmu katakan kepadamu?" Fathimah menjawab, "Demi Allah, tidak mungkin aku membuka rahsia Rasulullah ﷺ."
Selang beberapa waktu setelah meninggal Rasulullah ﷺ, Aisyah kembali bertanya, "Demi hakku atasmu, wahai Fathimah, tidakkah kau mahu mengabarkan padaku apa yang ayahmu katakan padamu?"
Fathimah mengatakan, "Ketika ayahku membisikku pada pertama kali berkata, "Wahai Fathimah, setiap tahun Jibril mendatangiku untuk mengulangi semua wahyu Al-Qur'an yang telah di sampaikan padaku. Tapi tahun ini, ia datang memeriksa Al-Qur'an sebanyak dua kali sehingga aku menduga bahwa ajalku telah dekat dan aku akan meninggal sebab sakitku ini." Maka aku pun menangis." Kata Fathimah.
Kemudian ayahku membisikku untuk kedua kalinya, "Wahai Fathimah, tidakkah kau gembira bahwa kau menjadi pemimpin wanita seluruh alam dan engkau adalah anggota keluargaku yang paling pertama akan menyusulku."
Mendengar hal ini, gembiralah Sayyidatina Fathimah, kerana ia tak mampu lagi menahan hidup setelah kepergian sang ayah.
Sang Zahra' telah ditinggal sang bunda juga semua saudari-saudarinya. Dan, hari ini ia kehilangan kekasih tercinta, Al-Habib ﷺ. Bagaimana ia boleh hidup setelah ia di tinggal pergi sang ayah tercinta? Hatinya kini tercarik-carik dan terbakar oleh api kerinduan.
Ketika meninggal Rasulullah ﷺ, Fathimah menangis dan mensifatkannya dengan berkata kepada Sayyidina Anas رضي الله عنه ketika kembali dari penguburan رضي الله عنه dalam keadaan di penuhi debu. Melihat hal tersebut, Fathimah berkata, "Wahai Anas, apa yang telah kau lakukan?" Anas menjawab, "Kami baru saja menguburkan Rasulullah ﷺ."
Fathimah berkata lagi, "Apakah kalian senang, wahai Anas, telah menaburkan debu atas Rasulullah ﷺ." Anas pun berkata, "Demi Allah, wahai puteri Rasulillah, kami tidak sedar atas apa yang telah kami lakukan. Tidaklah kami meletakkan serta menguburkannya, kecuali kami baru tersedar dan menyesali atas apa yang telah kami lakukan."
Sayyidatina Fathimah berusaha menghimpun seluruh perasaannya yang tercarik-carik. Ia berusaha berjuang dengan melangkah yang teramat berat untuk mendekati kuburan ayahandanya tercinta, Rasulullah ﷺ.
Setelah berada disisinya, ia menggenggam sekepal tanah dari kuburan itu untuk didekatkannya ke matanya yang sembab kerana banyaknya menangis. Lalu menciuminya dan berkata dengan lirih:
"Kemuliaan apakah yang dapat menandingi orang yang mencium tanah Ahmad?
Sepanjang kehidupannya, tak akan pernah ia dapatkan lagi kemuliaan yang semisalnya.
Aku telah tertimpa musibah, yang mana jika tertimpa pada terangnya hari akan merubahnya menjadi gelapnya malam."Kemudian Fathimah melantunkan,
"Langit pun dipenuhi debu.
Sang matahari pun tergelincir. Seluruh alam semesta di penuhi kegelapan.
Dan bumi menjadi berduka setelah perginya Sang Nabi.
Sebagai bukti penyesalan atas banyaknya goncangan musibah.
Maka menangislah, wahai penduduk timur dan barat.
Dan menangislah engkau, wahai kaum Muhdlor dan Yamani.
Wahai penutup para Rasul yang cahayamu penuh keberkahan.
Semoga selawat serta salam Sang Penurun Al-Quran selalu menyertaimu."Tidak dapat dinafikan lagi kepergian sang ayah membuat Fathimah tertimpa kesusahan yang tidak pernah dirasakan oleh orang lain. Wajah cantiknya tidak lagi nampak tersenyum manis sama sekali setelah kepergian sang ayah. Yang mana Fathimah sangat murah senyum sebagaimana ayahnya ﷺ. Akan tetapi sepeninggal ayahnya, senyum itu tak pernah nampak lagi.
Sakit yang di derita Sayyidatina Fathimah bertambah berat, jantungnya terasa tercincang-cincang, hatinya terbakar oleh rindu kepada Rasulullah ﷺ. Yang mana Fathimah masih sangat muda di umurnya yang ke-29. Akan tetapi di umur yang sangat muda ini, berapa banyak beliau menggalas beban? Berapa banyak beliau telah bersabar?
Menggalas beban rasa pahit mulai umur 5 tahun. Di umur itu ia mulai bermujahadah, ia mulai menggalas beban yang berat, mendapat kesusahan. Berapa banyak pahitnya kehidupan yang ia rasakan dengan penuh kesabaran?
YOU ARE READING
Manaqib Sayyidatina Fatimah Az Zahra
Historical FictionMari kita mengenali Sayyidatina Fatimah Puteri Bongsu Rasulullah SAW.Jadilah pencinta Sayyidatina Fatimah Az Zahra. #pencintasayyidatinafatimah #kalamulama #Islamikstory