Ch 11: Balas dendam (masa lalu Sindy Olivia)

160 48 93
                                    

Part ini akan bercerita ttg kehidupan Sindy yang membuatnya membunuh sahabatnya. Entah kalian stuju tw tidk dgn pilihan Sindy, so Happy Reading...

_Sindy POV_

Sekitar pukul tujuh malam, aku berjalan menuju ke ruang kelasku untuk mengambil beberapa buku. Aku melangkah dengan terlatih, dan aku belum sempat membuka pintu kelas dan tiba-tiba aku mendengar suara dari gudang. Kebetulan gudang itu berdekatan dengan kelasku. Aku melangkah begitu pelan hingga akhirnya aku bisa melihat isi gudang itu.

Aku melihat dua orang laki-laki paruh baya dalam gudang itu. "Ayah..." aku mencoba melangkah, tapi belum sempat. Aku melihat orang itu menikam Ayahku. Pisau yang tadinya ada di tangan orang itu kini telah tertancap di perut Ayahku hingga membuat baju yang awalnya berwarna putih kini menjadi merah.

Melihat semua itu, tanganku bergetar hebat hingga getarannya menyusuri seluruh tubuhku. Aku mencoba untuk melangkah meski aku tidak merasakan bahwa kaki-ku telah berpindah jarak dan orang itu belum menyadari keberadaanku. Aku melangkah untuk yang kedua kalinya, tapi tiba-tiba tanganku ditarik seseorang sebelum langkahku menempuh jarak yang berbeda.

Aku berbalik dan sempat ingin berteriak, tapi orang itu menutup mulutku dengan tangan besarnya. "Paman..." ujarku lirih. Pamanku tidak meresponku dan sesekali dia menoleh dari balik pintu untuk memastikan orang itu tidak mengetahui keberadaan kami.

"Ayo pergi dari sini" ucapnya berbisik

"Tapi, bagaimana dengan Ayahku..."

"Ssstttt..." ia hanya meresponku dengan isyarat dan langsung menarikku menjauh dari gudang itu.

Paman menyeretku ke dalam mobil yang kini terparkir di depan sekolah. Ia langsung menghidupkan mesin mobilnya dan berlalu dengan kecepatan yang terbilang tinggi.

"Ijinkan aku untuk melihat ayah, paman!" bentakku hingga membuatnya merem mendadak. Jarak dari gudang itu cukup jauh dan suasana jalan yang kami tempati saat ini begitu sepi.

Aku memelas hingga membuatnya merasa iba. "Jangan menangis nak...!" ucapnya menenangkanku dan menghapus air mataku dengan tangan besarnya.

"Tapi..."  air mataku terus menetes dan tangannya terus menyeka air mataku. Ia terus menenangkan diriku hingga beberapa menit kemudian pamanku mengatakan sesuatu yang membuatku melongo dan ketakutan.

***

Kejadian kemarin malam masih membuatku sangat ketakutan rasanya diriku bagaikan seorang fobia.

Sekitar pukul 05:00 AM, aku bangun dari tidurku dan tidak bisa lagi untuk tertidur. Aku memutuskan untuk menyalakan TV untuk menghibur diriku.

Penemuan mayat di sebuah gudang sekolah SMA mengguncang para penghuni sekolah...

Aku langsung mematikan TV itu dan kini tanganku kembali bergetar. Ingatan tentang bagaimana ayahku di tikam tepat di depan mataku membuatku kembali menangis. Aku langsung berlari dan menyabar jaket di kursi, membuka pintu dan segera bergegas menuruni anak tangga. Tidak peduli aku melompati beberapa anak tangga yang jelas aku ingin segera pergi.

"Hiks...hiks..." Aku mendengar tangisan seseorang di ruang keluarga, tepat setelah aku tiba di lantai dasar.

"Ibu..." kini air mataku kembali menetes melihat ibu yang juga menangis. Ternyata ibu melihat berita kematian ayah sebelum aku melihatnya.

***

Semua berlalu begitu cepat, kini ayahku tidak ada lagi di dunia ini. Setelah kami pulang dari tempat peristirahatan terakhir ayah, ibu yang sedari tadi tak henti menangis kini duduk di sofa ruang tamu sembari menenangkan diri.

Hidup Dalam Mimpi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang