Ch 13: Keanehan

134 31 84
                                    


Tangisan yang tak henti membasahi wajah gadis itu. Matanya mulai terlihat bengkak.

"Apa kau menangis karena sudah puas membalas dendam?!" pekik Lion pada Sindy. Gadis itu bungkam, hingga geseran kursi yang diduduki Lion terdengar. Lion melangkah mendekati Sindy.

"Kau pembunuh!" Lion berteriak sembari menarik kencang lengan kanan baju Sindy. Melihat semua itu, Kenzo langsung beranjak dan menarik tangan Lion.

"Hentikan!" Teriak Kenzo menjauhkan Lion dari Sindy.

"Lepaskan aku!" Lion kembali melangkah mendekati Sindy yang masih tetap menangis.

"Pembunuh! Kau pembunuh...!" ucapnya kasar. "Kenapa kau harus balas dendam pada temanmu sendiri?!" air matanya tak lagi tertahan, kini sedikit demi sedikit tetesan hangat yang jatuh dari matanya mulai membasahi pipinya.

Sindy menatap gadis itu tajam. Mata yang awalnya basah kini menjadi kering. Ia beranjak dari duduknya dan berdiri santai.

"Teman bisa saja menjadi musuh, tidak peduli teman atau bukan, bagiku itu sama saja... Lagi pula, aku sudah menghapus semua kata itu dari pikiran dan lubuk hatiku yang paling dalam. Kenangan bersama Putri hanyalah masa lalu yang menciptakan dendam bagiku. Dan semua itu tidak berarti apa-apa."

"Kau, gadis iblis!"

"Rasa sakit yang aku rasakan tidak akan pernah bisa terobati hanya dengan senyuman dari Putri. Kekosongan hidupku hanya aku isi dengan rencana balas dendam. Aku tidak peduli lagi dengan teman, karena semua itu hanyalah kepalsuan" gadis itu memperlihatkan seringainya, namun luka dalam hatinya tetap terukir di wajahnya.

"Tapi... Kenapa harus Putri? Bukankah yang membunuh orang tuamu adalah ayahnya?!" Lion kembali berteriak, tergambar jelas di wajahnya rasa kebencian yang ditujukan pada Sindy.

"Aku tidak ingin berdebatmu" Sindy tersenyum sinis dan mendecih. "Kalian boleh membawaku ke kantor polisi" ucanya sembari mengulurkan tangannya.

"Kau..."

"Masih terlalu muda bagi orang seusiamu untuk masuk ke rumah hitam, tapi apa boleh buat, kau harus bertanggung jawab" sahut Kenzo kemudian mengambil borgol dari dalam tasnya dan memborgol gadis itu.

Lion hanya heran menatap laki-laki itu. "Apa dia sudah mempersiapkan semuanya?" batin Lion bertanya-tanya.

"Kau masih geram padaku 'kan, Lion? Kalau begitu, kau bisa membunuhku, dengan begitu rasa bencimu akan hilang. Lagi pula aku tidak peduli lagi dengan hidupku, jadi kau bisa membunuhku sekarang" sahut Sindy tersenyum.

"Jangan samakan aku dengan gadis yang tak berperasaan sepertimu. Meskipun rasanya aku ingin segera menusukmu dengan pisau, tapi hatiku berkata lain... Kau tetaplah pembunuh, seberapa besarpun tanggung jawabmu atas kasus ini, kau tetap saja pembunuh" Lion menatap Sindy geram, ia meremas jari tangannya namun ia mencoba menahan amarahnya.

Tanpa percakapan lagi, mereka segera membawa Sindy ke kantor polisi dan menyelesaikan semuanya.

***

Kenzo membuka pintu kamarnya dan segera membaringkan badannya di kasur. Ia kembali mengingat kejadian yang telah ia lalui barusan.

Laki-laki itu menutup matanya dan menenangkan pikirannya. Tiupan angin malam yang berkeliaran di kamarnya serta suara anjing terdengar seperti serigala membuatnya kembali membuka mata.

"Hawa dingin ini lagi" ucapnya kemudian beranjak dari tidurnya dan duduk di kasur. Ia melirik ke arah cermin yang ada di depannya.

Hidup Dalam Mimpi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang