24. Two Most Beloved Women

17.1K 1.4K 56
                                    

"Why should I stay in guest room?"

Teddy mendesah.

Emilynya biasa jarang memberikan pertanyaan kepadanya. Tapi hari ini Emily memberikan terlalu banyak pertanyaan, dan semua pertanyaan yang dilontarkannya terlalu sulit untuk dijawab, terutama karena pertanyaan itu diberikan Emily di depan kedua orangtuanya.

Teddy belum menjawab. Atau lebih tepatnya dia tidak tahu bagaimana dia harus menjawab, apalagi Mamanya bereaksi lebih dulu saat mendengar jawaban Emily.

"Apa maksudnya?" Tanya Mama Thania bingung, "Memang udah seharusnya Kamu tidur di kamar tamu. Memangnya dimana kamu mau tidur selain di sana?"

Emily menunjukkan ekspresi tidak suka terang-terangan yang membuat Teddy mengepalkan tangannya gemas. Seharusnya gadis itu sadar tentang situasi mereka sekarang dan orang yang sedang diberikan tatapan tidak sukanya adalah orang tua Teddy. Kenapa gadis itu tidak bisa sedikit saja berpura-pura menghormati orang tuanya.

"Aku mau tidur di kamar kamu, Ted," kata Emily mengindahkan kata-kata Mama Thania, yang membuat wanita paruh baya itu melotot kepada putranya.

Teddy hanya bisa mengusap wajahnya pasrah. Pernyataan gamblang gadis itu tentu saja sudah bisa membuat kedua orang tua Teddy menduga seberapa intim hubungan Emily dan dirinya. Dan ini akan membuat segalanya menjadi semakin canggung.

"Dia cuma bercanda," kata Teddy cepat mencari alasan setelah melihat Mamanya yang hendak melontarkan komentar tidak terimanya.

Teddy kemudian memandang Emily, berusaha memberi kode untuk membuat gadis itu terdiam supaya memahami situasi mereka saat ini dan menuruti perkataannya, sambil dia melanjutkan berbicara kepada Mamanya dengan pandangan yang belum teralihkan dari gadis itu, "Emily memang suka bercanda sewaktu di sana dengan bilang mau tinggal di kamar aku, tapi Teddy kan tidur di dorm, Ma, jadi nggak mungkin kita tidur bareng."

Wajah Emily memerah. Teddy tahu gadis itu pasti sedang marah sambil menahan rasa malu.

"Bercanda juga harus tahu tempat. Masa bercanda di saat seperti ini," Mama Thania menggerutu dengan volume yang cukup untuk bisa didengar siapapun di ruangan itu.

Dan wajah Emily semakin merah.

"Aku antar Emily ke kamar tamu dulu, Ma, Pa," Teddy buru-buru menarik Emily pergi dari sana, menyelamatkan Emily sekaligus dirinya sendiri. Karena dialah yang akan menjadi korban pelampiasan kekesalan Emily.

***

"Morning, Ems." Teddy mencuri kecup pipi gadis itu setelah memastikan hanya mereka berdua yang sedang berada di dapur rumahnya.

Sementara Emily hanya membalas dengan tatapan yang menyatakan rasa kesalnya yang belum hilang sejak semalam, sejak Teddy tetap memaksanya tidur di kamar tamu rumah lelaki itu. Sendirian. Wajah Emily masih sekusut rambut bangun tidurnya, dan lingkaran gelap di bawah matanya terlihat jelas. Sepertinya yang dikatakan gadis itu bahwa dia tidak bisa tidur tanpa Teddy di sampingnya bukan sekedar mengada-ada. Emily benar-benar kelihatan kurang tidur. Dan itu membuat Teddy terenyuh sekaligus merasa bersalah. Tapi memang apa yang bisa dilakukannya saat ini.

"Kamu bisa tidur semalam?" Tanya Teddy retoris walau semuanya sudah tergambar jelas di wajah Emily.

"Don't talk to me!" Ancam Emily dengan nada kesal. Dia memutar badannya menjauhi Teddy.

Teddy menahan pinggang gadis itu, sambil sekali lagi memastikan tidak ada siapa-siapa yang mengawasi mereka.

"Come on, Ems," Teddy mendekatkan wajahnya pada tengkuk gadis itu. Dia berbisik sekaligus mengendus aroma tubuh Emily yang dirindukannya. Tangannya merangkul pinggang Emily agar tidak menjauh darinya, "Kamu tahu kenapa kita nggak bisa tidur bareng semalem. Jangan buat aku berada di posisi yang sulit, Ems. Kita butuh bantuan Papa dan Mamaku, kamu tahu itu."

Emily's LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang