5. Pillow Talk

33K 2.1K 25
                                    

"Teddy.."

Teddy kembali terjaga saat mendengar suara lembut memanggilnya. Setelah dia bersusah payah memaksakan dirinya tidur entah berapa waktu yang lalu. Dia bahkan tidak tahu jam berapa sekarang.

Teddy melihat Emily samar-samar berdiri di sampingnya. Rambutnya berantakan dan wajahnya kelihatan kacau baru bangun tidur.

"Kenapa kamu tidur disini?" Emily masih menggosok matanya.

Teddy memang memilih tidur di sofa setelah semalam Emily membuatnya kesal. Tapi cara Emily bertanya barusan memberitahunya bahwa gadis itu bahkan seolah lupa kejadian semalam. Lagi-lagi Teddy hanya kesal sendiri.

Emily ikut naik ke atas sofa sempit itu dan merebahkan tubuhnya di atas Teddy tanpa menunggu jawaban. Emily memeluk tubuh di bawahnya dan membuat dirinya sendiri nyaman untuk kembali tidur.

Teddy mencium aroma rambut Emily dan tangannya bisa meremas pantat favoritnya yang kini bertengger di atas tubuhnya. Sesuatu dibalik thong gadis itu bergesek nyaman di atas bagian perut bawah Teddy. Hanya tinggal tunggu waktu sesuatu mengeras di sana.

Teddy melihat jam yang baru menunjukkan pukul dua pagi. Artinya dia baru tidur dua jam.

"Kamu kenapa kebangun, babe?" Tanya Teddy.

"I had a nightmare, Teddy bear." Jawab Emily lemah.

"Tentang angka lagi?" Kata Teddy yang sudah terbiasa mengawasi Emilynya bermimpi buruk dikejar angka dan formula.

Emily menggeleng pelan dalam tidurnya, "Nope. It's worse. I dreamed about my family."

Teddy belum pernah mendengar Emily bercerita tentang keluarganya kecuali setiap dia mengatakan dari mana sumber uangnya berasal. Namun mendengar kata 'keluarga' sebagai sumber mimpi buruk terdengar aneh untuknya.

"I hate it, Ted. So much," Emily mengeluh lemah dalam desahannya.

Dia terdengar begitu lelah dan Teddy bahkan tidak tega menanyakan apa yang dimimpikannya. Teddy mengusap punggung gadis itu untuk membuatnya semakin nyaman.

"Kan ada aku sekarang. Tidur yang nyenyak, Ems. No more bad dreams."

Dan Emily menurut. Napasnya semakin teratur dalam pelukan Teddy.

"Teddy?" Emily kembali bersuara saat Teddy mengiranya sudah hampir lelap.

"Hmm?"

"I'm sorry for calling you dickhead, 'kay?"

Teddy terdiam. Ternyata Emily tidak benar-benar secuek itu untuk melupakan masalah semalam. Ternyata Emily masih memikirkan perasaannya.

"You could call me pussiehead, if it could make you feel better."

Teddy tertawa dalam dengusannya, "pussiehead? Never heard of it."

"New term. Kamu boleh panggil aku begitu. Karena kalau aku bilang otak kamu kotor, berarti otak aku sama kotornya."

"Okay, Ems. You can stop right there. Aku udah nggak marah," jelas Teddy masih tersenyum. Emily bahkan punya cara minta maaf yang terlalu unik untuk membuat Teddy sulit berusaha tetap marah.

"Ted.." panggil Emily lagi.

"Hmm?"

"I'm sorry."

"Apa lagi, sayang?"

"You can not be inside me." jelas Emily, "I'm afraid, Teddy."

Teddy tahu itu. Tapi yang dia butuhkan adalah alasannya.

"Why?" tanya Teddy depresi untuk kesekian kalinya sepanjang tahun ini.

"I'm afraid, Teddy." ulang Emily masih dengan posisi yang sama. Menempelkan pipinya ke dada telanjang Teddy.

"I will be very gentle." janji Teddy.

Emily tersenyum, "More harsh more pleasure, Ted."

Teddy ingin menggeram walau akhirnya dia menahan rasa gemasnya. Emily berbicara dengan seduktif di saat yang tidak tepat tanpa tahu efeknya.

"Kalau gitu kenapa, Ems? Kenapa nggak boleh?"

"I'm afraid, Teddy."

Teddy ingin menampar pantat di tangannya dengan keras karena dongkol. Tapi Teddy memutuskan diam.

Dan Emily mulai terlelap dalam dengkurannya.

***

Emily bergerak pelan dalam tidurnya. Kehangatan ranjang hidupnya membuat dia enggan bangun. Namun sesuatu yang mengeras di bawahnya membuat Emily terganggu.

Emily sedikit mengangkat kepalanya dan mendongak. Dia melihat lelaki itu sudah membuka matanya, sedang memperhatikan dirinya, walau tidak mengubah posisinya.

Emily kembali menjatuhkan kepalanya. Dia masih mengantuk dan tidak berniat menyapa lelaki itu.

Teddy pun hanya kembali menunggu. Menikmati pelukan Emily sampai gadis itu terbangun.

Mereka kembali berdiaman. Emily hampir kembali tertidur sebelum dia menggeram kesal.

"Gosh, Teddy! Your dick!" protesnya kesal saat sesuatu semakin mengeras dan mengganggu tidurnya.

Benda itu menusuk-nusuk bagian tubuh Emily yang berlapis thong-nya.

Teddy hanya terdiam mendengar protes Emily. Memangnya dia bisa berbuat apa. Dia juga tidak bisa mengontrol dirinya sendiri untuk tidak menegang saat Emily tidur di atas tubuhnya. Dengan seluruh lekuk tubuh gadis itu melekat di tubuhnya dan memberikan rangsangan berlebihan. Dan fakta paling utama, ini pagi hari.

Emily mengangkat tubuhnya dan menduduki Teddy di bagian yang mengeras tadi. Teddy berjengit menahan sakitnya.

Wajah Emily sekusut rambutnya, menandakan dia tidak suka tidur paginya terganggu.

"How could you get harden while you are sleeping, perv?" ejek Emily kesal dengan suara sengau bangun tidur.

"And how could you get wet while you are angry, pervie?" balas Teddy tidak mau kalah masih sama datarnya.

Emily merenggut kesal. Bintik-bintik di wajahnya semakin merah karena malu ketahuan. Teddy ternyata sadar apa yang diperbuat tubuh sialannya. Emily basah di bagian bawah tubuhnya karena lelaki itu.

Emily memukul tubuh Teddy pelan sebelum turun dari sana bersungut-sungut. Emily berjalan menuju ke kamar mandi. Dia membenarkan thong-nya sambil berjalan melenggokkan bokongnya, membuat Teddy merasa dirinya dipanggil-panggil.

Emily sudah basah di balik thong itu dan Teddy hanya perlu berusaha sedikit lebih lagi untuk menyelesaikan niatnya.

Teddy berdiri dengan cepat dan mengejar Emily menuju kamar mandi. Tangannya merengkuh tubuh mungil Emily dan menggendongnya dari belakang dengan tiba-tiba, membuat Emily memekik kaget.

Teddy membawanya masuk ke kamar mandi sambil membanting pintu tertutup sebelum melanjutkan menikmati sarapan paginya.

***

Emily's LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang