Hueeekkk...
Hueeekkk...
Ahhhh...
Aku mual.
Aku pusing.
Kenapa aku ini?
Aku bersandar pada dashboard ranjang.
Tunggu!
Perasaan, kamarku bernuansa putih dan merah muda.
Tapi ini?
Satu hal yang aku baru sadari.
Ini bukan kamarku.
Lalu...
Ini kamar siapa?!
Aku melihat tubuhku di balik selimut yang menutupiku sampai bahu.
Aku membeku seketika.
KENAPA AKU TELANJANG?!!
Ceklekk
Namja. Namja itu menyembulkan kepalanya di balik pintu lalu masuk kemudian berjalan menghampiriku sambil memegang cangkir di tangan kanannya dan akhirnya duduk di sisi ranjang sambil menatapku.
"Kau sudah bangun rupanya" ucapnya sambil tersenyum dan meletakkan cangkir itu di nakas sebelah ranjang.
Aku makin menarik selimut yang membalut tubuhku.
Keningnya berkerut "Wae? Kau takut padaku?"
Aku menggeleng tak yakin.
Ia tersenyum kemudian tertawa, semakin membuatku bingung dan juga ada rasa takut meskipun hanya sedikit.
"K-kenapa kau tertawa?" ucapku sedikit terbata.
"Anii" ia menghapus air mata yang keluar dari sudut matanya akibat tertawa.
"Wajahmu lucu sekali ketika ketakutan seperti itu" lanjutnya.
"TIDAK LUCU!" aku mempoutkan bibirku.
"Aigoo kyeopta" ia mencubit kedua pipi chubbyku dan aku yakini sekarang kedua pipiku memerah karna cubitannya.
Ia mengambil cangkir itu dan menyerahkannya padaku "Minumlah, aku buatkan kau teh"
Perlahan aku mengeluarkan tanganku di balik selimut dan mengambil cangkir itu lalu meminumnya hingga habis setengahnya, rasanya manis. Aku memberikan cangkir itu pada Taehyung dan ia mengambilnya lalu menaruhnya di nakas.
"Tae"
"Hmm?" ia berdehem sambil tersenyum aneh saat aku memanggilnya.
"Kenapa aku bisa disini?" akhirnya pertanyaan di otakku keluar juga.
"Kau tak ingat? tadi kau mabuk"
Ah benar, tadi memang aku ke club untuk melampiaskan penatku dengan minum bersama ...
"Hwa Yeong. Dimana Hwa Yeong?"
"Kau seperti tak kenal Hwa Yeong saja. Dia sedang ada 'pekerjaan'" ia masih tersenyum aneh sambil menaikkan sebelah alisnya.
Ah iya, Hwa Yeong selain 'bermain' dengan Bangtan. Ia juga akan melayani orang yang berani membayarnya mahal.
"Jisoo" ia menepuk bahuku dan membuatku kaget.
"Ah ne?"
"Tadi ia mengantarmu kesini, kau itu kacau ketika sedang mabuk"
"Ah pasti aku merepotkanmu ya, mianhae"
Ia tersenyum padaku, senyumnya manis. Andai yang namja menyebalkan itu bisa selembut dan seperhatian seperti Tae, aku pasti akan sangat senang. Aku terdiam, kemudian aku teringat sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My husband is destiny (21+)
أدب الهواةjika seharusnya sebuah pernikahan itu menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan, lain halnya dengan seorang yeoja dan namja yang harus menikah karena perjodohan yang di rencanakan oleh tuan Han dan tuan Jeon dengan dalih mempunyai hutang kepada kelua...