chapter 6

12K 839 22
                                    

Jungkook berlari dari garasi rumahnya menuju kamar.

ceklek

Jungkook menangkap sosok yeoja yang baru dinikahinya itu terbaring lemah di ranjangnya, Jungkook segera menghampiri yeoja itu dan duduk di sisi ranjang.

"Jisoo"

Jisoo masih setia memejamkan matanya.

Jungkook memegang dahi Jisoo "Ya ampun, kau demam"

Jungkook pov

Dia demam, tubuhnya panas sekali. Aku segera beranjak dari ranjang dan langsung ke dapur untuk mengambil lap dan baskom yang berisikan air hangat. Sesampainya aku dikamar, aku langsung mengompresnya lalu aku membuka sedikit kacing bajunya agar membantu menurunkan suhu tubuhnya.

"Kenapa kau bisa demam Jisoo?"

Aku mengelus punggung tangannya sambil terus mengompresnya. Sebaiknya aku membuatkan bubur saja untuknya. Saat sampai dapur, aku bingung. Aku tak tau cara membuat bubur, apa aku membeli bubur saja?ah lebih baik membuat sendiri, kan lebih terjamin juga kebersihannya.

Aku pun mencari tau cara membuat bubur di internet, tapi tetap saja aku tak mengerti. Bagaimana ini? 

Setelah aku berdiam diri memikirkan cara membuat bubur, akhirnya aku menemukan ide.

"Ah sayang, ada apa?"

"Euh ini, tidak ada apa-apa hanya..."

"Hanya apa sayang?ini pasti penting kan, kau tak biasanya video call denganku"

"Euh ini, aku tidak bisa membuat bubur jadi bisakah untuk mengajariku?"

"Kau, membuat bubur? Omooo sejak kapan anak eomma mau memasak?"

"Eomma jangan begitu, ajari aku membuat bubur saja"

"Untuk siapa buburnya?"

"Untukku"

"Kau sakit sayang?"

"Ani eomma, aku hanya ingin makan bubur"

"Memang Jisoo kemana?"

Aku harus menjawab apa ini, tidak mungkin aku bilang kalau Jisoo sakit. Ia pasti akan langsung kesini dan pasti akan mengomeliku. Semenjak Jisoo berada di rumah ini, saat orangtuaku berkunjung ke rumahku, aku selalu di anak tirikan oleh mereka, sedangkan Jisoo selalu dimanja seakan Jisoo itu anak kandung mereka, cihh.

"Euh Jisoo sedang mengerjakan tugas di rumah Hwa Yeong eomma"

"Oh begitu, yasudah. Pertama kau siapkan...."

Eomma mengajariku membuat bubur dan tentunya tak mudah. Aku terus di omeli oleh eomma karena garamnya terlalu banyaklah, airnya terlalu banyaklah dan bla bla bla sampai aku mengulangnya tiga kali.

Sebenarnya aku bingung, kenapa aku harus cape-cape untuk membuatkan bubur untuknya padahal nanti juga kan sembuh sendiri. Apa karna aku merasa bersalah padanya hingga aku seperti ini?ah molla.

Aku kembali ke kamar dengan semangkuk bubur dan air serta obat-obatan. Dokter itu ternyata benar, dia bilang karna luka di dahinya itu memungkin dia akan demam dan sekarang dia benar-benar demam.

Aku menyimpan nampan di nakas lalu duduk di sisi ranjang. Dia belum juga bangun, dia tak pingsan dia hanya tertidur karna posisinya berubah. Tadi kepalanya menghadap ke atap sekarang menghadap sedikit ke kiri dan jika ia membuka mata, ia akan tepat menatapku.

Tingtongg...
Tingtongg...
Tingtongg...

Tepat saat aku akan membangunkannya untuk memakan bubur tiba-tiba bel rumahku berbunyi. Aku berjalan menuju pintu dan membukanya.

My husband is destiny (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang